Mikhail Gorbachev lahir pada tahun 1931, tepat ketika Josef Stalin mencoba melenyapkan kelas petani dengan “tangan besinya” — dia melarang kepemilikan lahan pertanian pribadi dan menciptakan pertanian kolektif, sambil meneror siapa pun yang membangkang. Yang jelas, tak ada seorang pun yang membayangkan saat itu bahwa, 60 tahun kemudian, kebebasan, pada akhirnya, tak hanya akan dinikmati oleh petani individu, tetapi juga oleh puluhan kelompok etnis dan republik di negara itu — semua berkat seorang bocah desa di Stavropol, Kaukasus Utara.
Gorbachev tumbuh dalam keluarga petani biasa. Ia menghabiskan masa mudanya mengoperasikan mesin pemanen di ladang. Gorbachev muda terlalu akrab dengan kebijakan kolektivisasi. Namun, salah satu kakeknya sebenarnya adalah seorang kepala kolkhoz (pertanian kolektif Soviet) sehingga kengerian kolektivisasi — kelaparan, penangkapan, dan kerja paksa — tidak menghantui keluarganya.
Setelah perang (ia sekeluarga sempat menghabiskan empat bulan di bawah pendudukan Jerman), Gorbachev lulus SMA dengan nilai sangat baik. Ia kemudian menjadi aktivis Komsomol, bahkan menerima penghargaan Ordo Bendera Merah Tenaga Kerja karena membantu ayahnya memecahkan rekor panen.
Pengalaman itu kelak akan sangat bermanfaat. Gorbachev akhirnya mengambil jabatan Menteri Pertanian Uni Soviet. Namun sebelum itu, ia menimba ilmu di universitas terbaik di negara itu, Universitas Negeri Moskow (MGU). Di sana, ia belajar untuk menjadi seorang pengacara. Ini, menurut dia, adalah “awal dari proses panjang untuk memikirkan kembali sejarah negara”.
Pada tahun 1950, Gorbachev bertemu calon istrinya, Raisa, yang kelak menjadi pendamping setia dan sahabatnya. Upacara pernikahan mereka berlangsung tiga tahun kemudian di kantin asrama mahasiswa tempat dia tinggal.
Karier Gorbachev di Partai Komunis Uni Soviet dimulai dari sana. Dia mengumpulkan kesetiaan dari "wajah kedua dan ketiga" negara di bawah Leonid Brezhnev, bahkan memiliki reputasi baik di mata Pemimpin Soviet. Nomenklatura Partai Komunis secara (sebuah kategori individu di Uni Soviet dan negara-negara Blok Timur lain yang memegang berbagai jabatan pemerintahan penting dalam birokrasi) takresmi menyebutnya Bos Stavropol.
Gorbachev mengambil alih kepemimpinan pada tahun 1985. Sebagai sekretaris jenderal, dia sangat berbeda dari banyak pendahulunya. Sekjen-sekjen sebelumnya biasanya sudah berusia lanjut dan tidak terlalu sehat, bahkan pikun. Pada usia 54 tahun, Gorbachev relatif muda untuk jabatan itu dan daya tariknya yang “muda”, keterbukaannya, latar belakang pendidikannya, dan kesediaannya untuk berbaur dengan seluruh lapisan masyarakat membuat Barat bersimpati pada Gorbachev, begitu pula dengan rakyatnya yang mendambakan perubahan. “Manusia normal yang terlalu takterduga,” kata Francois Sagan tentang Gorbachev.
“Dengan menyetujui mandat jabatan tertinggi negara sebagai Sekretaris Jenderal Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet, saya mengerti bahwa saya tidak mungkin hidup seperti ini lagi dan saya tidak akan membiarkan diri ini mengemban jabatan ini jika tidak ada dukungan dalam mengimplementasikan perubahan mendasar,” kenang Gorbachev dan angin perubahan pun segera berembus.
Perintah pertama Gorbachev adalah memperbarui “perjuangan untuk ketenangan” dengan kampanye antialkohol yang merupakan masalah besar bagi sebuah negara yang praktis sekarat gara-gara vodka dan minuman keras lainnya.
Begitu berada di tampuk kekuasaan, Gorbachev bertemu dengan Presiden AS Ronald Reagan. Pertemuan tersebut menandai kali pertama pemimpin kedua negara adidaya berjabat tangan sejak ketegangan selama bertahun-tahun. Inilah awal dari akhir Perang Dingin serta perlucutan senjata nuklir. Hari baru telah menyingsing dengan cepat.
Gorbachev mencabut monopoli Partai Komunis atas kekuasaan dan mulai membersihkan pemerintahan. Pemilu disahkan, mengikuti jejak negara-negara demokratis. Penyensoran diberantas, bersama dengan sejumlah praktik berbahaya lainnya, termasuk monopoli negara atas ekspor.
Gorbachev bertemu dengan presiden Amerika beberapa kali. Presiden George Bush bahkan menyebut pemimpin Soviet itu sebagai “arsitek perestroika”.
Pada 7 April 1988, Gorbachev mulai menarik pasukan Soviet dari Afghanistan.
Dua tahun kemudian, ia memainkan peran kunci dalam reunifikasi Jerman dan runtuhnya Tembok Berlin. Pada Maret 1990, ia menjadi presiden Uni Soviet pertama (dan satu-satunya) yang terpilih secara demokratis.
Sebagai pengakuan atas peran utamanya dalam proses perdamaian, Gorbachev menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1991.
Namun, kebijakan nonkekerasan dan demokratisasi memiliki konsekuensi lain. Gorbachev masih disalahkan atas konflik internal berikutnya antara republik-republik Soviet, yang mengakibatkan pecahnya Uni Soviet.
Setelah mengundurkan diri pada 1991, Gorbachev meninggalkan panggung politik dan mendirikan Yayasan Gorbachev dan Palang Hijau Internasional, menentang keras presiden pertama Federasi Rusia, Boris Yeltsin. Pada tahun 2014, berbicara di depan mahasiswa MGU, dia mengaku bertanggung jawab atas pecahnya Uni Soviet: “Saya berusaha untuk mempertahankannya, tetapi tidak berhasil … itulah beban yang harus saya pikul. Tidak ada yang melengserkan saya, saya pergi atas kemauan saya sendiri karena saya tidak bisa mengurusnya.”
Selanjutnya, inilah komentar-komentar mengenai pemimpin terakhir Soviet dari berbagai sudut pandang tokoh dunia.
Pembaca yang budiman,
Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:
- ikutilah saluran Telegram kami;
- berlanggananlah pada newsletter mingguan kami; dan
- aktifkan push notifications pada situs web kami.