“Saya rasa, seni sangat hidup di Rusia,” kata Sheyila Fabiola, seorang mahasiswi asal Indonesia yang sedang belajar di Universitas Negeri Moskow (MGU). Ola bercita-cita menjadi seorang penulis. Ia membaca banyak buku Rusia dan juga mendengarkan berbagai karya musik Tchaikovsky di telepon genggamnya. RBTH berkesempatan berbincang dengan Ola tentang perbedaan antara karya sastra Rusia dan Indonesia, Leo Tolstoy dan Pramoedya Ananta Toer, serta teater di Moskow dan Jakarta.
RBTH (R): Sebelumnya, kamu ingin belajar bahasa Rusia atau mendapatnya?
Sheyila Fabiola (S.F.): Di Indonesia, ada ujian bersama untuk masuk ke Perguran Tinggi Negeri (PTN). Setiap siswa yang telah lulus SMA bisa mengikuti ujian ini dan mereka bisa memilih jurusan yang mereka inginkan, seperti politik, sastra, atau ekonomi. Namun, saya memilih sastra dan ternyata diterima di Sastra Rusia. Kebetulan, saya tidak mengikuti ujian ini karena saya masuk universitas melalui seleksi nilai rapor sekolah.
Pada saat itu, saya pikir orang Indonesia yang mengerti bahasa Rusia masih sangat sedikit. Saya merasa penasaran dan ingin mempelajari bahasa Rusia. Ternyata ketika belajar, bahasa Rusia sangat sulit. Bahasa Rusia punya “padezh” (kasus gramatika), kemudian punya “rod” (gender gramatika), dan tata bahasanya lebih rumit daripada bahasa Indonesia. Bagi saya, yang sulit adalah kata kerja gerak. Secara fonetik juga terbilang susah, seperti huruf “o” terkadang dibaca “a”, lalu seperti “devushka” dan “dedushka”, “okno” dan “okna”, beberapa kata sering kali tertukar. Di Indonesia, bahasa Rusia dianggap sebagai bahasa yang cukup sulit.
R: Apa yang akan Anda tulis untuk skripsi Anda di UI?
S.F.: Saya akan menulis mengenai sastra Rusia, yaitu tentang buku “Kita” karya Y. Zamyatin. Kemudian mungkin akan dikaitkan dengan filsafat pemikiran M. Foukault. Dia adalah filsuf dari Prancis. Kemungkinan saya akan membahas itu. Kemudian saya memutuskan ke Rusia untuk mencari buku itu dan kini saya sudah menemukannya. Di Indonesia tidak ada buku ini. Sulit sekali mencarinya. Ketika saya mencari di internet, yang saya temukan hanya yang versi bahasa Inggris.
R: Mengapa Anda memilih topik Zamyatin?
S.F.: Pertama, saya pikir belum ada seorang pun yang membahas Zamyatin karena banyak mahasiswa biasanya membahas penulis terkenal, seperti Tolstoy, Pushkin, kemudian mungkin Lermontov. Sementara, saya belum pernah dengar ada mahasiswa yang skripsinya membahas Zamyatin. Padahal, dia merupakan salah satu penulis terkenal pada masanya. Saya juga membaca bahwa dia adalah sosok yang menginspirasi George Orwell. George Orwell juga seorang penulis terkenal. Karena itulah saya sangat ingin tahu tentang Zamyatin.
R: Buku Rusia apa yang Anda rekomendasikan kepada orang Indonesia?
S.F.: Saya suka “Revisor” (Inspektur). Menurut saya, buku karya N. Gogol itu cukup bagus dan sedikit lucu. Ada juga ada buku karya F. Dostoyevsky, “Catatan dari Bawah Tanah”. Buku ini membicarakan eksistensialisme dari sudut pandang penulis. Dostoyevsky seperti berbicara aku, aku, aku, kemudian bicara senang, sedih, tertawa, kira-kira seperti itu, sangat pusing. Menurut saya, penulis yang terbaik di Rusia itu Dostoyevsky. Karena dia sangat pintar.
R: Siapa penulis Indonesia yang akan Anda rekomendasi untuk dibaca mahasiswa Rusia?
S.F.: Saya tentu saja akan merekomendasikan buku-buku karya Pramoedya Ananta Toer. Dia punya seri tetralogi yang terkenal: Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. Kemudian selain itu ada satu penulis kontemporer, Eka Kurniawan. Salah satu karyanya yang menurut saya sangat bagus dan harus dibaca adalah “Cantik Itu Luka”. Itu sangat bagus.
R: Pekerjaan apa yang Anda inginkan nanti setelah lulus?
S.F.: Saya tidak ingin menjadi wanita karir, saya tidak terlalu suka. Saya mau menjadi orang yang serba santai. Mungkin penulis, tapi saya belum bisa menulis sastra. Namun, mungkin saya bisa menjadi sastrawan atau mungkin juga akademisi, orang yang mengajar sastra di kampus. Menurut saya, sastra itu penting untuk membangun kepribadian. Misalnya, Rusia dengan kesusatraannya, kemudian Inggris dengan kesusastraannya. Menurut saya, negara yang menjunjung tinggi karya sastra adalah negara yang sangat bagus. Saya juga pernah belajar tentang kritik. Itu sulit sekali karena harus seimbang dalam membuat penilaian. Tak bisa bicara yang buruk-buruk saja, tapi juga yang baik-baik.
R: Kegiatan budaya apa yang telah Anda lakukan di Rusia?
S.F.: Sejauh ini, saya belum menonton balet atau teater, tapi nanti saya akan menonton pertunjukan-pertunjukan itu. Saya suka musik klasik, misalnya karya P. Tchaikovsky yang terkenal: “Danau Angsa”. Saya punya musik ini di telepon genggam saya. Saya rasa seni sangat hidup di Rusia karena di mana-mana ada teater, tidak seperti di Jakarta. Hanya ada sedikit tempat teater di Jakarta, ini karena kurangnya peminat. Namun, di Rusia saya senang karena orang-orang Rusia sangat suka menonton teater. Saya suka mereka yang suka menonton teater.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda