Rusia memang bukan negara muslim. Meski begitu, Islam merupakan agama terbesar kedua di negara itu. Dengan populasi — menurut perkiraan — mencapai 20 juta jiwa, komunitas muslim Rusia tersebar di seluruh penjuru negeri. Bagaimanapun, kebanyakan mendiami wilayah Rusia Barat dan, secara historis, sebagian besar yang tinggal di Rusia bagian Eropa dan Siberia (orang-orang Tatar dan Bashkir) mengikuti ajaran Islam Sunni dari mazhab Hanafi.
Islam di Rusia erat kaitannya dengan apa yang disebut sebagai Islam tradisional. “Islam tradisional merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan spiritual Rusia,” begitulah yang biasa diungkapkan Presiden Vladimir Putin tiap kali menyambut perayaan atau hari-hari besar Islam di Rusia. Digunakan sejak 1990-an, istilah ini mengacu pada bentuk Islam yang tertulis dalam sejarah Rusia. Islam tradisional dinilai memiliki pandangan keislaman yang moderat serta setia kepada otoritas sekuler. Istilah ini digunakan secara luas, tetapi sulit untuk mengartikannya karena memiliki sejumlah konotasi.
Bagaimanapun, di Kaukasus Utara, wilayah Rusia yang mayoritas penduduknya memeluk Islam, tidak ada istilah Islam tradisional. Wilayah ini telah lama terbagi oleh sejumlah aliran dan mazhab, seperti Hanafi, Syafi'i, sufisme.
Dalam hal agama, wilayah itu terbagi menjadi dua bagian: timur laut (Dagestan [kampung halaman Khabib Nurmagomedov], Ingushetia, dan Chechnya) dan barat laut (Adygea, Karachay-Cherkessia, dan Kabardino-Balkaria, kecuali Ossetia Utara karena menganut Kristen). Aliran sufisme terutama tersebar di Dagestan, Chechnya, dan Ingushetia.
Ketiga daerah tersebut, atau yang disebut republik dalam penamaan wilayah administratif Rusia, didominasi oleh dua tarekat (aliran dalam dunia tasawuf atau sufisme Islam): Naqsyabandiyah dan Qadiriyah. Tiap tarekat memiliki tokoh besarnya masing-masing: Imam Shamil dan Kunta-haji. Imam Shamil, imam dan tokoh penting dalam Perang Kaukasus (1817—1864), menganut tarekat Naqsyabandiyah, sedangkan Kunta-haji Kishiev, tokoh yang hidup sezaman dengan Imam Shamil dan berperan dalam mengislamkan orang-orang Ingush, menganut tarekat Qadiriyah. Hingga kini, kedua tarekat tersebut masih memengaruhi kehidupan sosial dan politik di wilayah ini secara signifikan.
Zikir Haji-murid
Pengikut Kunta-haji disebut Haji-murid (dalam sufisme, murid adalah seorang pemula atau pengikut yang berkomitmen pada pencerahan spiritual) atau orang-orang Kunta-haji. Seperti penganut Qadiriyah lainnya, orang-orang Kunta-haji biasa melakukan zikir, pujian kepada Allah Swt. dan nabi-nabi-Nya, dengan suara lantang sambil membentuk lingkaran. Karena itulah, mereka juga disebut zikiris (pengikut zikirisme, cabang sufisme yang dipelopori oleh Kunta-haji).
Wirid Kunta-haji adalah wirid yang paling tersebar luas di Chechnya dan Ingushetia. Berbeda dengan wirid sebagai zikir yang diucapkan sesudah salat, wirid dalam sufisme merupakan litani atau doa yang dilantunkan secara sambut-menyambut. Wirid ini dipraktikkan oleh 80 persen populasi Ingushetia (hingga 400 ribu orang) dan 65 persen orang Chechen (lebih dari 1,4 juta orang). Dengan demikian, secara keseluruhan, praktik semacam ini dilakukan oleh lebih dari 1,8 juta orang.
Dokumentasi zikir di Kaukasus Utara.
Zikir keras, ritual utama seluruh Haji-murid, dimulai dengan gerakan lambat yang lama-kelamaan berubah menjadi lari cepat dalam lingkaran. Orang-orang bergerak dalam lingkaran — terkadang makin cepat, terkadang berhenti. Pada saat yang sama, mereka berteriak, “La ilaha illallah ‘tiada Tuhan selain Allah’!”dan pujian-pujian lainnya. Ritual semacam ini bisa berlangsung selama berjam-jam, hanya pesertanya saja yang silih berganti.
Dokumentasi zikir di Kaukasus Utara.
Di antara ritual zikir yang terpisah, lagu-lagu keagamaan (nazma) dinyanyikan, diiringi dengan doa dalam bahasa Arab dan Chechnya.
Terkadang seorang sufi mengalami kesurupan selama zikir. Ini biasanya terjadi pada mereka yang menggelengkan kepala. Namun, sebagian pengikut wirid tidak memperbolehkan kesurupan dan percaya bahwa setelah itu si sufi harus berwudu lagi.
Orang-orang Chechen dan Ingush merayakan zikir pada tanggal-tanggal penting, seperti pada pernikahan, pemakaman, dan berbagai hari libur lainnya. Terkadang zkir dilakukan pada hari tertentu dalam seminggu, Kamis atau Minggu.
Ketika salah satu anggota komunitas meninggal, zikir diadakan selama beberapa hari berturut-turut, dan kebanyakan orang datang pada upacara terakhir. Terkadang ratusan orang muncul sehingga mereka membentuk berlapis-lapis lingkaran zikir dan bergerak mengelingi pusatnya. Kadang-kadang, ritual zikir ini diulang kembali setahun kemudian.
Selain aliran Kunta-haji, ada beberapa variasi wirid Qadiriyah di republik-republik ini. Ada yang menggunakan rebana, ada yang menggelengkan kepala, ada juga yang dilakukan seperti konser dengan alat musik kuno.
Zikir diiringi rebana dan alat musik gesek tradisional.
Ada orang-orang Chechen yang, saat berzikir, tidak berlari dalam lingkaran, tetapi melompat di satu tempat. Ritual doa semacam ini diciptakan oleh Syekh Bamat-Girey Mitaev dari aul (desa berbenteng di wilayah Pegunungan Kaukasus) Avtury.
Zikir orang Chechen pun berbeda dari orang Ingush. Zikir orang Ingush biasanya lebih tenang, sedangkan zikir orang Chechen lebih energik dan cepat. Peserta zikir di Chechnya pun kebanyakan kaum muda.
Zikir di Ingushetia, 2019.
Kaum perempuan pun melakukan zikir melingkar. Meski begitu, zikir ini hanya dilakukan oleh perempuan saja (tanpa partisipasi kaum pria), dan biasanya diikuti oleh para perempuan tua yang memiliki lebih banyak waktu luang di rumah.
Zikir perempuan Chechen-Kist, Georgia.
Di antara dua Perang Chechnya (antara 1996 hingga 1999), kaum Wahhabi (pengikut aliran reformasi keagamaan dalam Islam yang berkembang dari dakwah seorang teolog muslim abad ke-18 bernama Muhammad bin Abdul Wahhab dari Najd, Arab Saudi) menganggap zikir semacam itu haram dan berusaha melarang praktik tersebut di Chechnya. Selama dan setelah peperangan, orang-orang Chechnya berhenti berzikir di area terbuka agar tidak mempermalukan siapa pun. Saat ini, zikir paling sering dilakukan di halaman rumah pribadi yang luas.
Sebelum Perang Chechnya I, orang-orang Chechnya, di bawah kepemimpinan Syekh Magomed Dolkaev yang terkenal, melakukan zikir tepat di luar Istana Kepresidenan yang sekarang sudah tidak digunakan.
Bagaimanapun, Kepala Republik Chechnya Ramzan Akhmatovich Kadyrov dan rekan-rekannya sering kali terlihat melakukan zikir. Teip Benoy (teip merupakan perkumpulan atau klan suku orang-orang Chechen yang diidentifikasi melalui keturunan nenek moyang atau lokasi geografis yang sama) milik keluarga Kadyrov mengidentifikasi diri mereka sebagai pengikut tarekat Qadiriyah.
Dalam sebuah wawancara, Kadyrov mengatakan bahwa dia berharap dapat menghidupkan kembali tradisi sufisme Chechen sebagai bagian dari budaya Chechnya.
Menurutnya, orang-orang Chechen “selama tahun-tahun penuh cobaan yang paling sulit telah mempertahankan wajah mereka berkat tasawuf dan zikir.” “Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada rakyat saya tanpa tasawuf dan zikir,” kata Kadyrov. Presiden pertama Chechnya, Akhmat Kadyrov, tambahnya, adalah “seorang muslim yang taat dan seorang sufi sejati” yang “menganggap pencarian pengetahuan pembersihan spiritual sebagai resep wajib bagi tiap muslim yang salih.”
Ramzan Kadyrov mengadakan zikir di saluran YouTube Akhmat-Yurt/Ramzan Kadyrov.
Pada 2006 lalu, Kadyrov membuka jalan ke Ertan, sebuah desa pegunungan tempat ibu Kunta-haji Kishiev dimakamkan. Dahulu, makamnya merupakan salah satu tempat ziarah.
Pada akhir 2020, Kadyrov mengumumkan pembangunan kompleks Khyzhiyn besh di sekitar Desa Akhmat-Yurt. Kompleks bangunan tersebut akan terdiri dari sebuah masjid yang dinamai Syekh Kunta-haji Kishiev dan sebuah madrasah yang dinamai menurut nama kakek buyut Kadyrov, Ilyas Benoevsky, yang merupakan sahabat Syekh Kunta-haji Kishiev.