Kalashnikov Concern merilis drone berukuran kecil terbaru dengan bom selama pameran militer Army 2021 di luar Kota Moskow pada akhir bulan lalu.
Ini adalah modifikasi terbaru dari proyek KUB 2019 yang dirancang untuk berfungsi sebagai kawanan drone dengan bom seberat tiga kilogram pada tiap pesawat yang mampu terbang tanpa terdeteksi menuju kapal musuh (atau target musuh lainnya) dan menghancurkannya.
Saat ini, perusahaan tersebut telah menyelesaikan uji coba militer dan juga membuat peluncur khusus yang dapat menyimpan hingga 15 drone secara bersamaan. Peluncur itu dapat ditempatkan di kapal cepat berukuran kecil atau di kendaraan lapis baja ringan di zona pertempuran.
“Drone ini adalah bom rentetan yang dapat bertahan berjam-jam di langit atau langsung terbang menuju target dalam kawanan untuk meledakkan sasaran. Drone ini berukuran kecil dan senyap karena mesin listriknya yang hampir tidak mengeluarkan suara, tidak seperti analog buatan asing,” kata Nikita Hamitov, Kepala proyek khusus Grup ZALA, yang bertanggung jawab atas pembuatan sistem senjata ini di dalam Kalashnikov Concern.
Dia mengatakan bahwa drone itu dapat digunakan terhadap target apa pun, baik di air, di darat, atau bahkan di udara.
KUB Rusia berbeda dari analog asing dalam beberapa hal.
“Tidak terlalu banyak senjata semacam ini di pasaran. Perusahaan asing cenderung membuat drone dengan bom 80 kilogram di dalamnya. Mereka lebih kuat dibandingkan dengan “burung” kami, tetapi lebih mahal dan lebih berisik. Kami ingin membuat senjata siluman kecil yang dapat berfungsi sebagai kawanan terbang,” kata Hamitov.
Perbedaan ini membuat KUB unik di pasar senjata dan, pada masa depan, perusahaan tersebut berencana untuk mempresentasikannya di panggung internasional. Namun, kapan itu terjadi masih belum diketahui karena mereka berencana untuk menyelesaikan pesanan Kementerian Pertahanan Rusia dan mengirimkan drone ini ke unit-unit militer.
Bagaimana drone tersebut bekerja di zona perang?
“Penggunaan drone kamikaze terbaru adalah selama perang Nagorno-Karabakh 2020 antara Armenia dan Azerbaijan. Pihak Azerbajian banyak menggunakan drone dengan bom untuk menghancurkan kendaraan lapis baja dan sistem antirudal Armenia, serta untuk membuat kekacauan di antara barisan tentara mereka,” kata Ivan Konovalov, Direktur Pengembangan Yayasan untuk Promosi Teknologi Abad Ke-21.
Drone kamikaze seperti itu ternyata sangat efektif karena pasukan Rusia bahkan dikejutkan oleh mereka semasa perang Suriah.
“Teroris di Suriah melakukan sejumlah serangan pesawat tak berawak bunuh diri di pangkalan militer kami di Khmeimim. Insinyur mereka merakit helikopter ukuran mainan kecil dan mengirim lusinan drone tersebut dengan bom yang terpasang ke pangkalan kami pada saat yang bersamaan,” kenang Konovalov.
Pangkalan militer Khmeimim dilindungi oleh Pantsir S-1, sistem rudal swagerak, rudal permukaan-ke-udara jarak menengah, dan sistem artileri antipesawat. Senjata ini diciptakan untuk mengeliminasi rudal jelajah, jet tempur generasi kelima dan target militer mahal lainnya. Ternyata, senjata-senjata itu tidak efektif melawan sekelompok drone seharga 15 dolar AS dengan bom kecil yang terpasang.
“Amunisi untuk Pantsir' S-1 berharga ribuan dolar. Ini termasuk peluru kendali dan peluru artileri. Proyektil ini menembak jatuh drone teroris, tetapi membuat pangkalan rentan terhadap serangan dengan sistem senjata udara berteknologi tinggi,” catat sang ahli.
Setelah itu, militer Rusia melihat perlunya membuat senjata yang lebih murah untuk melawan drone. Perusahaan ini kemudian menciptakan senjata antipesawat swagerak 57 mm yang memiliki amunisi buckshot dan sistem listrik radio terbaru yang dapat mematikan drone di tengah penerbangan.