Presiden AS Donald Trump mengatakan pada Senin (30/1) bahwa Rusia telah membantu negaranya memerangi virus corona.
“Kami menjali hubungan yang luar biasa dengan banyak negara,” kata sang presiden kepada para wartawan selama konferensi pers harian menyangkut COVID-19, Senin lalu. Trump menambahkan, “Tiongkok mengirimkan beberapa barang, sungguh luar biasa. Rusia mengirimi kita banyak sekali peralatan, khususnya peralatan medis, sangat bagus.”
Namun, presiden Amerika tidak memerinci jenis peralatan medis apa yang ia maksud. Pada Selasa (31/3), baik Pemerintah Rusia maupun Kementerian Pertahanan Rusia belum mengonfirmasi informasi tersebut.
Namun, para ahli yang kami wawancarai Russia Beyond memverifikasi bahwa ahli-ahli virologi Rusia telah berbagi sejumlah temuan mereka dengan beberap kolega di luar negeri.
“Kita punya alat untuk mendiagnosis virus corona sejak dini berkat bekerja sama dengan Tiongkok. Setelah mengirimkan pakar-pakar kita ke Bergamo, Italia, kita dapat mempelajari strain (galur) Eropa virus tersebut dan membuat vaksinnya atau, setidaknya, obat untuk memperlambat penyebarannya dan mengulur waktu untuk membuat vaksin secara global,” kata Dmitry Safonov, mantan pengamat militer surat kabar Izvestia, kepada Russia Beyond.
Menurut Safonov, Rusia memiliki galur biologis (sampel materi biologis berbahaya dalam tabung atau in vitro) varian virus corona Rusia, Tiongkok, dan Italia, yang dapat diberikan ke Amerika Serikat sehingga para ahli di luar negeri bisa segera mengembangkan obat untuk melawan COVID-19.
"Amerika tidak membutuhkan peralatan medis Rusia. Mereka punya sejumlah pusat medis dan laboratorium terbaik di dunia. Yang mereka butuhkan adalah data penelitian global terkait penyakit ini,” tambah Safonov.
Virus corona berbeda-beda di setiap wilayah, jelasnya. Pada saat yang sama, virus itu bermutasi dan kini secara efektif memengaruhi orang-orang di bawah usia 40, sebagaimana mereka yang berusia di atas 65 tahun.
“Virus ini seperti flu, yang terus bermutasi. Kita bisa saja membuat vaksin berdasarkan flu yang menjangkit tahun lalu, tetapi itu tidak menjamin bisa membantu (mengobati) penyakit tahun ini,” tambahnya.
Dahulu, Rusia dan Amerika Serikat sempat berselisih gara-gara galur biologis.
“Pada 1990-an, kami berselisih dengan Amerika ketika mereka meminta galur antraks dari kami selama invasi ke Irak. Saat itu, Baghdad disebut-sebut memiliki senjata biologis yang dibuat berdasarkan penyakit ini, dan Amerika benar-benar ingin membeli data riset kami. Kami menolak, jadi mereka harus membelinya dari Tiongkok,” kata Viktor Murakhovsky, pemimpin redaksi majalah Arsenal Otechestva, kepada Russia Beyond.
“Amerika kemudian ‘balas dendam’ kepada Rusia selama epidemi Ebola. Mereka menolak membantu. Jadi, kami harus mengirim ahli-ahli virologi kami ke Afrika untuk mempelajari penyakit ini. Saat ini, dunia dihadapkan dengan ancaman yang lebih besar daripada Ebola, sehingga ketegangan politik pudar dengan sendirinya,” kata Murakhovsky.
Menurut Universitas Johns Hopkins, dengan mengacu pada data nasional dan lokal, Amerika Serikat telah mencatatkan lebih dari 160 ribu kasus COVID-19, dengan lebih dari 2.900 kematian.
Rusia mulai memantau pergerakan pasien COVID-19 dan memperingatkan siapa pun yang berhubungan dengan mereka supaya mengarantina diri. Bacalah selengkapnya!
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda