Pesawat pengintai Il-20 yang mengangkut 15 prajurit Rusia menghilang dari radar pada Senin (17/9), diduga ditembak jatuh oleh Suriah, tepatnya sistem pertahanan udara yang bertanggung jawab melindungi Suriah dari jet Israel.
"Tak terlihat oleh pesawat Rusia, pilot Israel membidiknya dengan sistem antipesawat Suriah. Alhasil, Il-20 ditembak jatuh oleh sistem rudal S-200," ujar jubir Kementerian Pertahanan Rusia Mayor Jenderal Igor Konashenkov.
Moskow menggambarkan serangan Israel tersebut sebagai tindakan permusuhan dan mengatakan pihaknya berhak membalas.
"Akibat tindakan tak bertanggung jawab oleh militer Israel, 15 prajurit Rusia tewas. Ini benar-benar tidak sejalan dengan semangat kemitraan Rusia-Israel," kata Konashenkov.
Il-20
Ia adalah pesawat turboprop dari pertengahan 1970-an. Pesawat bernasib buruk itu telah dimodernisasi dengan peralatan terbaru untuk peperangan radioelektronik. Sederhananya, pesawat berfungsi sebagai semacam pendeteksi letak - ia mendeteksi target darat dan udara, menyadap jalur komunikasi musuh, dan, jika diperlukan dapat memutuskan komunikasi dan sistem elektronik musuh dengan menyiarkan sinyal gangguan kuat.
"Peralatan baru [pada Il-20] memungkinkannya untuk memantau dan bahkan menyulitkan Sistem Peringatan dan Kendali Udara (AWACS) serta pesawat dengan alat pendeteksi radar jarak jauh," ujar seorang sumber dari militer Rusia kepada Russia Beyond.
Menurut para perancangnya, Il-20 yang dimodernisasi juga dapat dipasangkan "perisai elektromagnetik" untuk gangguan komunikasi musuh yang lebih kuat.
"Sebelum sistem interferensi elektronik dimulai, pesawat memindai sinyal radio di area ia beraktivitas. Setelah mendeteksi frekuensi letak pesawat musuh beroperasi, operator pesawat mengubah interferensi sesuai tingkat yang diperlukan," sang sumber menambahkan.
Pesawat dapat mentransfer semua informasi pengintaian yang diterimanya ke pos komando, di mana, misil dan sistem aviasi dapat diarahkan ke target jika diperlukan. Pesawat tersebut juga bisa tetap terbang tanpa mendarat hingga 12 jam.