Senjata 2S7 Pion (S7M Malka) saat Army-2017 di Moskow.
Kirill Kallinikov/SputnikSelama Perang Dingin, masing-masing Moskow dan Washington bekerja mengembangkan sistem artileri yang dapat menembakkan peluru nuklir taktis di medan perang. Produsen Rusia berhasil menciptakan sistem semacam itu.
Yang pertama adalah senjata artileri otomatis 2S7 Pion. Ia bisa membawa maksimal empat proyektil nuklir 203 mm yang dapat memusnahkan target di jarak 37,5 km.
“Setelah uji coba nuklir pertama berhasil, para ilmuwan mulai bekerja untuk menerapkan teknologi ini ke semua sistem senjata, bahkan di ranjau darat dan peluru tank. Namun, tes membuktikan bahwa jenis proyektil ini tidak seefektif awan radioaktif yang menyebar di medan perang seluas beberapa kilometer, yang berdampak untuk semua orang, baik teman atau musuh," Alexei Ramm, analis militer dari surat kabar Izvestia, mengatakan kepada Russia Beyond.
Seperti yang ia sebutkan, tes-tes ini membuktikan bahwa senjata nuklir taktis tersebut tidak efektif dalam menghadapi potensi konflik, dan sistem artileri Pion hanya menggunakan proyektil konvensional 203 mm, bukan yang sifatnya penghancur massal.
Namun, pelurunya masih menjadikan sistem artileri tersebut salah satu yang paling kuat di abad ke-20.
Setiap Pion, dan versi terakhirnya yang bernama Malka — sekarang dapat menghancurkan musuh sejauh 50 km — sekarang diisi dengan proyektil 203 mm konvensional.
Proyektil ini berbobot lebih dari 100 kg — mereka terdiri dari baja murni yang diisi dengan berbagai jenis bahan peledak. Senjata penghancur ini dapat memusnahkan seluruh pos terdepan teroris yang tersembunyi jauh di pegunungan.
“Di tahun-tahun mendatang, sistem Malka akan menerima jenis amunisi korektif baru dengan sistem navigasi laser. Inovasi ini akan meningkatkan akurasi secara drastis dan membuatnya lebih mematikan," kata Viktor Murahovsky, pemimpin redaksi majalah Homeland Arsenal.
Ia mengatakan, deviasi peluru baru itu tidak akan lebih dari lima hingga tujuh meter dari target mereka, cukup mengesankan untuk sistem artileri yang membidik target di jarak puluhan kilometer jauhnya.
“Saat ini para jenderal Rusia mempertimbangkan untuk mengintegrasikan sistem Malka dengan drone. Saat uji tempur baru-baru ini, mereka berhasil membuktikan kemampuan untuk bekerja sama dengan drone Orlan-10, dan saya tidak akan terkejut jika mesin ini nantinya digunakan dalam operasi militer yang berbeda," tambah Murahovsky.
Terlepas dari semua kelebihan yang tersebut di atas, Malka memiliki kelemahan.
Kelemahan terbesar adalah kecepatan penembakan dan payload-nya. Versi ini telah ditingkatkan kecepatannya menjadi 2,5 putaran per menit, dan ditingkatkan beban amunisinya menjadi delapan proyektil.
“Setiap tembakan yang ditembakkan oleh Malka begitu kuat sampai bisa membanting operator dan orang-orang di sekitarnya. Ini adalah sistem yang sangat kuat namun tidak menyenangkan bagi orang-orang untuk digunakan," kata sang pakar.
Sistem versi lamanya dikerahkan dalam semua konflik militer internal yang dimulai dengan Perang Afganistan. Kemudian, pasukan Rusia menggunakannya selama Perang Chechen I dan II. Tentara Georgia menggunakannya dalam Perang Rusia-Georgia pada 2008; enam unit di antaranya diambil oleh pasukan Rusia.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda