Lyudmila Pavlichenko, 1942.
Israel Ozersky/SputnikPada 27 Agustus 1942, Lyudmila Pavlichenko menjadi warga negara Uni Soviet pertama yang mengunjungi Gedung Putih di Washington. Perempuan muda ini mengadakan pertemuan singkat dengan presiden AS Franklin Roosevelt, dan kemudian berbincang dengan istrinya, Eleanor.
"Jenis pekerjaan penembak jitu yang pertama adalah berburu. Pada musim panas, biasanya kami akan berangkat pada pukul setengah tiga pagi. Satu pasang penembak jitu menempati satu tempat, sementara sepasang lainnya menempati tempat lain yang berjarak 300-400 meter. Kami tidak boleh saling bercakap-cakap, tidak boleh bersiul, tidak boleh bergerak, tidak boleh merokok — tidak ada yang diperbolehkan sama sekali. Ini berlangsung hingga pukul 9-10 malam. Selama kurun waktu tersebut, seorang penembak jitu dapat menghabisi lima Nazi. Mungkin tiga. Mungkin tidak sama sekali. Itu semua tergantung pada bagaimana musuh bergerak. Kami tidak langsung melepaskan tembakan pada orang pertama yang kami lihat — hanya pada orang tertentu," demikian yang diungkapkan oleh Lyudmila Pavlichenko.
Lyudmila Pavlichenko di masa mudanya.
Archive photoLyudmila lahir pada tahun 1916 di kota Belaya Tserkov, tak jauh dari Kiev. Sejak kecil, ia menonjol dengan tubuh atletisnya dan, dengan semangat juangnya, ia berusaha menyamai kemampuan anak laki-laki dalam segala hal. Ketika Lyudmila duduk di kelas sepuluh, dia mulai bekerja di pabrik senjata Arsenal. Di sana, ia mulai menyukai menembak dan bahkan menyelesaikan kursus penembak jitu jangka pendek.
"Ketika saya mendengar bagaimana seorang tetangga pria saya membanggakan prestasinya di lapangan tembak, saya memutuskan untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa menembak dengan baik, sejak saat itu saya mulai berlatih keras," kata Pavlichenko kepada wartawan Amerika.
Pada 1937, Lyudmila menuntut ilmu di fakultas Sejarah di Universitas Kiev, di mana ia ingin menjadi guru atau akademisi. Namun, ia tak dapat menyelesaikan studinya — perang pecah ketika ia tengah menjalani latihan pra-kelulusan di Odessa. Ketika pasukan Hitler menginvasi Uni Soviet, Pavlichenko membuat keputusan tegas untuk pergi ke garis depan sebagai sukarelawan. Namun, hal itu tidak mudah dilakukan. Dia tidak langsung diterima sebagai tentara, penolakan tersebut disertai saran agar dirinya menjadi perawat. "Sulit bagi perempuan untuk bisa diterima sebagai tentara, jadi saya harus menggunakan segala macam cara agar bisa menjadi tentara," kenangnya.
Lyudmila Pavlichenko, 1942.
TASS"Jenis pekerjaan penembak jitu yang kedua adalah duel. Untuk menemukan penembak jitu musuh, Anda harus menghabiskan waktu sekitar 48 jam. Ada saat-saat pengecekan — yaitu ketika penembak jitu saling memasang jebakan untuk satu sama lain. Jika penembak jitu musuh terperangkap dalam perangkap Anda, maka Anda adalah pemenangnya. Begitu juga sebaliknya jika Anda terjebak dalam perangkap mereka — Anda akan kalah. Dengan bidikan yang tepat, Anda dapat melihat warna rambut, warna mata lawan, Anda bahkan dapat mengira-ngira berapa usia mereka. Mereka juga bisa melihat Anda dengan baik. Tapi, waktu untuk menembak belum tiba. Seorang penembak jitu tidak mendapatkan kesempatan kedua. Bisa jadi 8-10 jam lagi sampai penembak jitu musuh muncul. Anda akan diganggu oleh penembak musuh dan Anda harus mampu bertahan. Ini sangat sulit. Hanya ketika penembak jitu musuh yakin Anda sudah mati, barulah dia bisa bangkit. Baru lah kemudian, Anda bisa menembak," demikian kutipan lain dari Lyudmila Pavlichenko.
Untuk bergabung dengan barisan Tentara Merah, Lyudmila harus membuktikan kemampuannya dalam menangani senjata dan lulus tes improvisasi. Mereka memberinya senapan dan menunjuk dua perwira Rumania yang bekerja sama dengan Nazi. Setelah berhasil membunuh mereka, barulah Lyudmila membuktikan kesiapannya untuk bertempur bersama para perwira pria lainnya. Meski begitu, Lyudmila tak memasukkan serangan-serangan ini ke dalam daftar 309 orang yang telah berhasil ia musnahkan, ia menganggapnya sebagai ujian. Pavlichenko terdaftar di divisi senapan ke-25 Tentara Merah yang dinamai sesuai dengan nama Vasily Chapaev — seorang komandan terkenal dalam Perang Saudara Rusia.
Selama bulan-bulan pertama Perang Patriotik Raya, Lyudmila bertempur di Moldova dan kota Odessa. Ada lebih dari seratus tentara dan perwira Nazi tewas karena tembakannya. Kemudian, resimennya dipindahkan ke Krimea dan ia ikut serta dalam pertahanan heroik Sevastopol.
Yulia Peresild sebagai Lyudmila Pavlichenko dalam film "Pertempuran untuk Sevastopol".
directed by Sergei Mokritsky, 2015/KinoDeloDalam Pertempuran Sevastopol, jumlah tentara Jerman jauh lebih banyak daripada tentara Soviet, sehingga Lyudmila memiliki banyak target. Pada Mei 1942, dengan total 257 pembunuhan, ia mendapat pujian dari dewan militer Tentara Merah di Front Selatan. Sebagai tanggapan, sang penembak jitu perempuan terbaik Soviet ini berjanji untuk membunuh lebih banyak lagi. Komando secara khusus mencatat keahliannya dalam duel — Lyudmila telah menghabisi 36 penembak jitu musuh yang dikirim Wehrmacht secara khusus untuk melenyapkannya.
Pavlichenko diberi pangkat letnan senior dan ia mengepalai regu senapan, yang ia bentuk sendiri dari para prajurit yang baru masuk. Bagi atasan langsung Lyudmila — Letnan Senior Dronin — penunjukan semacam itu tampak tak wajar. Tak masuk akal baginya untuk melihat seorang gadis berpangkat perwira, tetapi ia tak menentang perintah atasannya.
Lyudmila Pavlichenko, penjaga pertahanan Sevastopol.
Vladislav Mikosha/Sputnik"Jika ada salah satu dari kami yang tewas tertembak penembak jitu musuh — seluruh pasukan kami akan memasuki pertarungan sengit. Meskipun salah satu rekan kami terbunuh, kami akan berupaya mengambil jasadnya. Anda tidak bisa meninggalkan jasad rekan Anda untuk dikuasai musuh. Aturan tersebut memang tidak tertulis, tetapi itu adalah etika yang kami junjung tinggi," demikian ungkap Lyudmila Pavlichenko.
Sebelum perang, kehidupan pribadi Lyudmila Pavlichenko bisa dibilang tak berjalan dengan mulus. Masa kanak-kanaknya berakhir lebih cepat — ia melahirkan putranya, Rostislav, ketika ia baru saja berusia 15 tahun. Alexei Pavlichenko — sang ayah dari anak itu — berusia jauh lebih tua dari Lyudmila. Gadis itu tak bahagia dalam pernikahannya dan segera menceraikan suaminya, lalu kembali tinggal bersama orang tuanya. Ia tak memberi tahu siapa pun tentang pernikahannya di usia yang dini tersebut, dan bahkan tak menyebutnya dalam 'Autobiografi' singkatnya — yang kini disimpan di Arsip Pusat Kementerian Pertahanan Rusia.
Lyudmila kemudian bertemu dengan cinta sejatinya di garis depan. Selama pertempuran di dekat Sevastopol, ia bertemu dengan Letnan Muda Leonid Kitsenko, yang juga seorang penembak jitu. Malam-malam yang dihabiskan di dekat api unggun dengan kegiatan rutin sebagai seorang penembak jitu dengan cepat berkembang menjadi romansa di garis depan. Pasangan kekasih itu mulai pergi ke misi tempur bersama — yang memperkuat hubungan mereka. Tak lama kemudian, Lyudmila dan Leonid membuat laporan resmi kepada komando, meminta agar mereka diizinkan untuk menikah, tetapi, pada akhirnya, perang menghalangi mereka untuk menjadi suami-istri secara resmi.
Pada Maret 1942, Nazi menghantam posisi penembak jitu Tentara Merah dengan tembakan mortir dan Leonid menderita luka parah. Sementara Lyudmila secara ajaib selamat — kekasihnya melindunginya dari pecahan peluru dengan tubuhnya sendiri. Ia membawa Leonid menjauh dari medan perang, tapi ia tak bisa diselamatkan.
Lyudmila Pavlichenko dan Leonid Kitsenko. Sevastopol, Februari 1942.
Archive photoKematian Letnan Kitsenko semakin mengobarkan semangat juang Lyudmila dan ia terus melawan penjajah dengan lebih ganas. Pavlichenko mengakui bahwa ia membunuh Nazi tanpa penyesalan dan satu-satunya hal yang ia rasakan adalah "kepuasan seorang pemburu" karena telah berhasil membunuh predator: "Setiap orang Jerman yang masih hidup dan sehat akan dengan mudah membunuh seorang wanita, seorang anak, atau siapa pun. Itu berarti, dengan membunuh orang Jerman, saya menyelamatkan nyawa."
Namun, pada Juni 1942, Lyudmila terluka parah akibat tembakan mortir. Dia dievakuasi dari Sevastopol yang terkepung dan dikirim ke Kaukasus; setelah itu, dia ditarik dari garis depan secara keseluruhan. Misi berikutnya adalah perjalanan ke Amerika Serikat.
"Nazi sangat dipermalukan oleh penembak jitu Sevastopol dan Odessa sehingga, pada April 1942, mereka mengganti semua penembak mereka dan mengirimkan jagoan mereka ke Sevastopol. Melalui radio, Nazi menyatakan bahwa penembak jitu Sevastopol akan dihabisi. Bagi kami, ini adalah penghinaan yang serius. Kami memutuskan untuk pergi ke lapangan dan menghabiskan lebih dari satu hari untuk menemukan posisi jagoan yang mereka maksud. Kami berencana menangkapnya hidup-hidup, dan dia tidak melawan. Buku penembak jitunya bertuliskan '502'. Kami bertanya kepadanya dari mana nomor tersebut berasal dan di lokasi mana mereka beroperasi. Ternyata penembak jitu Nazi itu lulus dari sekolah penembak jitu perwira dan kemudian — untuk membiasakan diri membunuh — ia dikirim untuk bekerja di kamp kematian. Saya tidak dapat memahami bagaimana seorang penembak jitu dapat membunuh seorang wanita, seorang anak, atau seorang pria yang ditangkap tanpa sejata. Menurut saya, tindakan yang mereka lakukan seperti binatang buas, bukan penembak jitu," demikian tutur Lyudmila Pavlichenko.
Di AS, Lyudmila memiliki misi diplomatik yang penting — membujuk orang Amerika tentang perlunya membuka front kedua. Hal itu akan memungkinkan pemisahan pasukan Nazi dan memberikan kesempatan bagi tentara Soviet untuk melakukan serangan balik.
Pertemuan pemuda internasional di Washington, D.C. Liudmila Pavlichenko sang penembak jitu Rusia yang terkenal, bersama Ny. Roosevelt dan Hakim Robert Jackson.
Jack Delano/Library of Congress Prints and Photographs Division WashingtonPavlichenko tiba di Amerika Serikat pada akhir Agustus 1942, bersama dengan sekretaris Komite Komsomol Moskow Nikolai Krasavchenko dan penembak jitu Vladimir Pchelintsev. Delegasi Soviet disambut dengan hangat: "Yang mengejutkan kami, stasiun kereta api penuh dengan mahasiswa. Mereka datang dari seluruh dunia untuk menyambut Tentara Merah — yang kami wakili. Tentara yang berperang melawan Nazi hingga tetes darah terakhir."
Tak lama, Lyumdila pun menjadi bintang di surat kabar Amerika; namun, para jurnalis sering kali membahas tentangnya bukan dalam konteks yang ia inginkan. Dia dihujani pertanyaan-pertanyaan yang tak nyaman dan bahkan tak masuk akal: "Mengapa penembak jitu Soviet tak memperhatikan penampilan mereka? Apakah perwira perempuan Rusia diperbolehkan merias wajah di garis depan? Warna pakaian dalam apa yang Anda sukai?"
Pertemuan pemuda internasional di Washington, D.C. Liudmila Pavlichenko hadir sebagai delegasi dari Rusia.
Jack Delano/Library of Congress Prints and Photographs Division WashingtonLyudmila berusaha menghadapi pers Amerika sebaik mungkin: "Saya mengenakan seragam saya dengan rasa bangga! Lambang Lenin di dada saya telah dicuci dengan darah. Jelas sekali bahwa pakaian dalam yang terbuat dari kain sutra lebih penting bagi perempuan Amerika — lebih dari seragam itu sendiri."
Pavlichenko menghabiskan waktu tiga bulan di AS; selama perjalanannya melintasi negara itu, Lyudmila banyak berbicara dengan Eleanor Roosevelt. Tampaknya, sang ibu negara memberi gadis Soviet itu beberapa nasihat yang berguna tentang bagaimana cara menanggapi pers, karena seiring berjalannya waktu, pidato yang dipaparkan Lyudmila semakin meyakinkan. Ia menyampaikan pidato di depan audiens yang berjumlah ribuan orang; ia berbicara tentang masa mudanya dan rutinitasnya di garis depan, serta tentang kekejaman yang dilakukan Nazi di tanah kelahirannya. Pers memberi Lyudmila julukan 'Nona Kematian'; seorang penyanyi country Amerika yang terkenal, Woody Guthrie bahkan menciptakan lagu 'Miss Pavlichenko' sebagai penghormatan kepadanya: "Dunia ini akan mencintai wajah manismu seperti yang telah kulakukan; Karena lebih dari tiga ratus anjing nakal jatuh oleh senjatamu."
Lyudmila tidak pernah melupakan tujuan utama kunjungannya ke AS dan terus bersikeras bahwa orang Amerika berkewajiban untuk membantu Eropa dan Uni Soviet dalam perang melawan Hitler. Pada salah satu konferensi pers, setelah lelah dengan pertanyaan-pertanyaan tentang rutinitas penembak jitu perempuan, ia mengucapkan kalimatnya yang terkenal: "Saya berusia 25 tahun dan saya telah membunuh 309 penjajah fasis saat ini. Tidakkah Anda berpikir, Tuan-tuan, bahwa Anda sudah terlalu lama bersembunyi di balik punggung saya?" Para hadirin menyambut kata-kata ini dengan tepuk tangan; masyarakat Amerika menyadari pentingnya membantu front Timur. Pihak berwenang AS meningkatkan pasokan senjata dan kendaraan ke Uni Soviet. Meski begitu, pembukaan front kedua yang ditunggu-tunggu baru terjadi dua tahun kemudian — pada musim panas 1944, ketika tentara Soviet telah mengambil inisiatif dan memimpin serangan balasan aktif terhadap Nazi.
Pertemuan pemuda internasional di Washington, D.C. Delegasi dari Rusia, Liudmila Pavlichenko, berpidato dalam konvensi tersebut.
Jack Delano/Library of Congress Prints and Photographs Division WashingtonSetelah kembali ke Uni Soviet, Lyudmila Pavlichenko mulai melatih para penembak jitu di kursus penembak jitu. Lebih dari 1.000 siswa belajar di sekolahnya, banyak di antaranya menjadi penembak jitu terkemuka dan membantu negara menang dalam Perang Patriotik Raya. Pada 1943, pihak berwenang menganugerahi Lyudmila penghargaan tertinggi — gelar Pahlawan Uni Soviet. Pasca perang, ia akhirnya lulus dari Universitas Kiev dan menjadi anggota senior di Markas Besar Angkatan Laut Soviet.
Lyudmila tetap menjalin korespondensi dengan Eleanor Roosevelt; kedua sahabat ini terus bertukar surat hingga sang ibu negara tersebut wafat pada 1962. Pada 1957, keduanya sempat bertemu lagi ketika Eleanor tiba di Moskow untuk kunjungan bisnis. Lyudmila mengundang Eleanor di apartemennya, di mana mereka mengobrol dengan hangat dan mengenang perjalanan Lyudmila ke AS yang membuat mereka menjalin persahabatan.
SSR Ukraina. Wilayah Odessa. 31 Juli 1944. Lyudmila Pavlichenko dan para pekerja di pertanian kolektif "Vilny Burlak" dalam sebuah pertemuan.
TASSLyudmila Pavlichenko tutup usia pada 1974 di usia 58. Cedera yang ia alami di lini depan berdampak serius pada kesehatannya. Penembak jitu wanita terbaik ini dimakamkan di pemakaman Novodevichy di Moskow.
SSR Ukraina. Wilayah Odessa. 11 Juni 1971. Pahlawan Uni Soviet, Lyudmila Pavlichenko di monumen Sabuk Kejayaan di desa Dachnoye.
Ilya Pavlenko/TASSPembaca yang budiman,
Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda