Di sepanjang pantai, kandang-kandang yang bertautan menampung lumba-lumba hidung botol. Meski terkurung, mamalia laut itu masih dapat mendeteksi objek bawah air dalam radius setengah kilometer berkat sonar alaminya. Inilah alasan mengapa lumba-lumba itu berada di sini alih-alih di laut lepas.
Saat mendeteksi perenang di dalam air, lumba-lumba menekan pedal khusus dan suar sinyal meletus ke udara. Lumba-lumba itu kemudian keluar dari air dengan moncong menunjuk ke perkiraan lokasi si “pengunjung”. Selanjutnya, ia menekan pedal lain dan kandang terbuka. Lumba-lumba itu bergegas ke target dan melenyapkan target.
Begitulah skenario tipikal “pekerjaan” lumba-lumba yang dilatih untuk tujuan militer. Ini adalah salah satu dari banyak hal yang diajarkan Galina Shurepova, seorang gadis muda mantan tahanan Nazi dan putri seorang perwira Soviet, kepada lumba-lumba.
Shurepova baru berusia tiga tahun ketika Perang Dunia II meletus. “Kami tinggal di perbatasan, di Lituania. Setengah jam setelah perang dimulai, Jerman sudah berada di kota kami, Vilkaviškis. Rumah kami terkena bom,” kenangnya.
Ayahnya, seorang kepala departemen khusus intelijen Soviet, menderita luka memar dan dievakuasi dalam keadaan tak sadar ke garis belakang bersama semua pejabat tinggi Partai Komunis Uni Soviet. Galina, adiknya berusia 18 bulan, dan ibunya, tetap tinggal.
Namun, seseorang mengkhianati mereka. Orang itu memberi tahu Jerman bahwa mereka adalah keluarga seorang perwira Soviet. Ibu mereka, Aleksandra Fyodorovna, segera dikirim ke kamp konsentrasi di Jerman, sementara anak-anaknya, yang dianggap sehat, dipilih untuk regu donor darah Pflaume. Di sana, darah mereka digunakan untuk transfusi bagi tentara Jerman yang terluka.
Galina Shurepova
A. Malechkin/Pusat Studio Film Nasional Abad XXI, 2007Setelah perang, mereka dikirim ke panti asuhan. Di sana, kedua gadis itu malah menjadi sasaran pelecehan fisik dan psikologis. “Suatu kali, direktur panti asuhan Jerman memukuli saya dan mematahkan lengan saya karena saya menjilati bungkus margarin dan membagikannya untuk gadis-gadis lain,” kenang Galina.
Selama masa itu, ayah dan ibu mereka (ia selamat dari kamp konsentrasi) tak pernah berhenti mencari mereka. Padahal, pihak berwenang di Jerman Timur telah berulang kali menegaskan bahwa anak-anak Shurepov terakhil kali dikirim ke regu donor darah Pflaume dan kemudian dibakar dalam oven kamp konsentrasi.
Meskipun demikian, orang tua mereka tak henti-hentinya mencari Galina dan adiknya. Bagaimanapun, setelah delapan tahun pencarian, mereka berhasil menemukan anak-anaknya. Salah satu daftar anak-anak yang dibawa kembali dari Jerman, termasuk Galina dan adiknya, mencakup informasi tanggal lahir yang cocok. Kedua gadis itu telah mengubah nama dan nama keluarga mereka dan telah melupakan bahasa Rusia. Namun, tak diragukan lagi bahwa mereka adalah anak-anak perempuan Shurepov.
Setelah menyelesaikan sekolah, Galina melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Budaya Kebugaran Leningrad. Di sana, ia mulai menyukai olahraga bawah air. Setelah berlatih selama satu tahun, dia memenangkan kejuaraan selam bawah air Soviet.
Kebetulan, salah satu kompetisi dihadiri oleh sutradara film yang tengah mencari atlet perempuan untuk menjadi pemeran pengganti dalam film “Chelovek Amfibia” (‘Manusia Amfibi’, 1961), film blockbuster Soviet pertama pada era pasca-Stalin. Dengan profesionalisme dan penampilannya, Galina mendapatkan peran tersebut. Film ini kemudian menjadi film Soviet terlaris.
Meski demikian, Shurepova tidak lantas menggeluti karier filmnya. Meninggalkan apartemen dan pekerjaan di Leningrad, dia berkelana sejauh 6.000 kilometer ke Sakhalin untuk berada di laut. Di sana, dia membuka pusat penyelaman bawah laut pertama dan muncul dalam film dokumenter tentang perdagangan lumba-lumba buruan, mengamati dengan ngeri bagaimana orang-orang Soviet membantai lumba-lumba secara brutal dan mengolahnya menjadi tepung ikan, produk yang digunakan untuk pakan ternak.
Bagaimanapun, hubungannya dengan lumba-lumba berhenti sampai tahun 1967 ketika bel pintu berbunyi: “Saya membuka pintu dan ada seorang pelaut setinggi dua meter berdiri di sana. ‘Anda diundang untuk bekerja di pusat penelitian lumba-lumba angkatan laut di Sevastopol. Saya akan menjemput Anda besok,’” kenangnya.
Shurepova membawa putranya yang masih kecil, sebuah sepeda roda tiga dan sebuah koper kecil, dan pergi bersama militer ke Teluk Kazachya.
Militer Soviet tengah mencari seseorang yang memahami hewan laut, bisa bekerja di bawah air, dan memiliki ketahanan fisik yang baik. Pada akhir 1960-an, Amerika telah menghabiskan waktu lama mempelajari kemampuan hewan laut untuk menjalankan misi militer, sedangkan di Uni Soviet, kemajuan di bidang ini agak lambat. Tidak ada yang tahu bagaimana hal itu harus dilakukan dan tidak ada penelitian ilmiah untuk dijadikan sandaran. Ternyata, Shurepova pada awalnya juga tidak tahu bagaimana melakukannya.
Dia menghabiskan berhari-hari di dalam air tanpa tahu bagaimana memulainya. “Saya mengamati hewan-hewan itu dan mereka pun mengamati saya,” katanya. “Berat saya turun menjadi 45 kg … kemudian suatu hari saya kebetulan menyingkirkan beberapa rumput laut yang menghalangi. Seekor lumba-lumba mengamati apa yang saya lakukan. Saya mendorongnya ke samping lagi. Dia mengamati saya sekali lagi. Saya melemparkan seekor ikan untuk memperkuat reaksinya. Ketika dia mendorong rumput laut ke arah saya, saya memberinya makan lagi. Begitulah cara saya memperkuat refleks mereka.”
Kemudian benda-benda lain, seperti saputangan dan bola, mulai digunakan. Lumba-lumba belajar untuk “mengambil” benda-benda itu seperti anjing, belajar beberapa gerakan, dan bereaksi terhadap ucapan manusia.
Galina dan putranya tinggal selama dua tahun di tenda untuk dua orang di tepi teluk di bawah rezim pelatihan tentara yang keras. “Saya mengamati sepanjang waktu dan berada di dekat lumba-lumba di kandang laut. Setiap kali saya memiliki waktu luang, saya akan berbaring diam dan mulai menonton. Terkadang, hewan itu melihat saya mengamatinya dan melakukan hal-hal yang membuat saya tertarik sehingga saya akan memberinya ikan,” katanya.
Galina Shurepova direkrut ke Angkatan Laut Soviet sebagai penyelam perempuan pertama, dan pekerjaannya diklasifikasikan sebagai sangat rahasia. Pada 1967, oseanarium militer Soviet pertama dibuka di Teluk Kazachya, dan 50 lumba-lumba hidung botol dibawa ke sini. Beberapa lembaga ilmiah bergabung dengan proyek ini pada 1970-an.
“Lumba-lumba dan anjing laut dilatih untuk sejumlah tugas: menjaga dan berpatroli di lokasi, melenyapkan penyusup, dan mendeteksi objek bawah air tertentu,” menurut kepala pelatih militer di Oseanarium Sevastopol, Vladimir Petrushin.
Untuk “melenyapkan” penyusup, lumba-lumba dilatih untuk merobek masker selam penyelam dan menyeretnya ke permukaan. Para ilmuwan menghabiskan waktu lama untuk membuat lumba-lumba menjadi pembunuh, tetapi mamalia pintar tersebut bereaksi terhadap stres semacam ini secara emosional dan menyabot operasi lebih lanjut setelah serangan dengan pisau atau jarum yang melumpuhkan.
“Lumba-lumba dapat berpikir dan berbicara dan merasakan cinta dan penderitaan. Hewan itu dapat hidup sampai usia 40 tahun, dan mereka mati karena infeksi paru-paru atau serangan jantung,” kata Shurepova.
Shurepova mencapai hasil yang sangat baik. Beberapa teknik pelatihannya digunakan di dolphinarium hingga kini. Shurepova menghabiskan 40 tahun bekerja di oseanarium militer. Seniman, aktor, kosmonaut, dan pejabat tinggi datang untuk melihat program pertunjukan yang dibawakannya. Namun, pekerjaannya berdampak pada kesehatannya. Saat pensiun, dia harus mengganti persendian pada kakinya. Akibatnya, dia harus berjalan dengan bantuan kruk. Dia meninggal pada 2017, dalam usia 78 tahun.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda