Marsekal Zhukov, Panglima Perang Terbaik Soviet Semasa Perang Dunia II

Sejarah
BORIS EGOROV
Marsekal Georgy Zhukov, peraih empat kali penghargaan Pahlawan Uni Soviet, adalah otak di balik sejumlah kemenangan Tentara Merah atas Nazi selama Perang Dunia II. Semasa perang, sang panglima selalu dikirim ke medan-medan paling berbahaya di Front Soviet-Jerman.

Dialah salah satu tokoh yang paling berjasa di balik kemenangan Uni Soviet terhadap Jerman Nazi. Marsekal Georgy Konstantinovich Zhukov terlibat dalam perumusan sejumlah operasi strategis Tentara Merah yang paling krusial selama Perang Dunia II. Para prajurit bahkan biasa mengatakan, “Di mana Zhukov berada, di situ ada kemenangan.”

Georgy Zhukov memulai karier militernya pada Perang Dunia I. Saat itulah ia naik pangkat menjadi komandan skuadron dan dua kali dianugerahi penghargaan Salib Saint George. Setelah bergabung dengan Bolshevik pasca-Revolusi 1917, ia turut bertempur dalam Perang Saudara. Namun, kariernya sebagai panglima baru dimulai belasan tahun kemudian, yaitu selama pertempuran melawan Tentara Kekaisaran Jepang di Sungai Khalkhin Gol pada 1939.

Setelah mengambil alih komando Grup Angkatan Darat Pertama, yang kewalahan menahan Jepang, Zhukov segera mengubah kekalahan menjadi kemenangan. Dia tak hanya menangkis serangan terencana di bagian belakang pasukannya, tetapi juga berhasil mengepung dan menghancurkan musuh. “Bagi seluruh pasukan kami, komandan formasi, komandan unit, dan bagi saya pribadi, Pertempuran Khalkhin Gol adalah sekolah yang sangat bagus untuk memperoleh pengalaman tempur,” lapor Georgy Konstantinovich kepada Stalin. “Saya pikir pihak Jepang sekarang akan lebih berhati-hati dalam menakar kekuatan Tentara Merah.” Zhukov terbukti benar. Setelah menelan kekalahan, Jepang menjadi lebih berhati-hati melawan Uni Soviet.

“Menurut saya, Georgy Konstantinovich Zhukov merupakan sosok dengan kemauan dan tekad yang kuat, ia dikaruniai segala kualitas yang diperlukan bagi seorang pemimpin militer,” kata komandan militer Soviet terkemuka lainnya, Konstantin Rokossovsky. Zhukov tak pernah takut bertindak berani dan tegas. Dia dapat menaksir situasi yang rumit dengan benar dan mengambil keputusan yang tepat dalam suasana kritis sehingga dengan cepat membalikkan keadaan. Dialah salah satu pemimpin militer Soviet pertama yang menyadari peran penting formasi mekanis dalam peperangan modern dan ia mempelajari penggunaannya secara efektif.

Setelah invasi Jerman ke Uni Soviet, Zhukov kian diminati. Dia tak hanya menjadi anggota tetap Markas Besar Komando Tertinggi dan wakil Panglima Tertinggi Josef Stalin, tetapi, pada sejumlah kesempatan, dia juga memimpin pasukan di lima front. Georgy Konstantinovich dikirim ke medan-medan paling berbahaya.

Pada September 1941, Georgy Zhukov tiba di Leningrad (sekarang Sankt Peterburg) yang kala itu berada di ambang bencana. Atas perintahnya, tiap komandan atau prajurit yang kabur atau meninggalkan garis pertahanan di sekitar kota tanpa izin atau harus segera ditembak. “Satu orang panik bisa menghancurkan seluruh unit; semua regu dan peleton bisa menderita kerugian besar gara-gara seorang pengecut. Kami semua mengalami ini selama pertempuran untuk (mempertahankan) Leningrad. Oleh karena itu, saya dapat mengatakan dengan yakin bahwa perintah Zhukov membantu kami mengalahkan musuh,” kenang P. Mushtakov, salah satu prajurit. Pada akhirnya, setelah mengerahkan seluruh sumber daya, sang panglima berhasil menstabilkan garis depan dan mencegah musuh merebut Leningrad, serta menghentikan pasukan Jerman dan Finlandia bergabung dalam pertempuran.

Pada Oktober 1941, ketika Jerman melancarkan Operasi Topan menuju Moskow, Zhukov dipindahkan ke ibu kota. Pasukan Front Barat di bawah komandonya bertahan dari serangan musuh utama, bahkan berhasil melemahkan Jerman. Pada 5 Desember, Tentara Merah melancarkan serangan balasan secara besar-besaran. Serangan ini pun tak lepas dari perencanaan Georgy Konstantinovich. Tentara Merah berhasil memukul mundur Wehrmacht sejauh 100—250 kilometer dari ibu kota. “Selama periode pertempuran yang sangat sengit ... saya pribadi hanya bisa tidur tak lebih dari dua jam sehari dan, bahkan saat itu, itu terasa aneh ...,” kenang Zhukov. “Ketika krisis Pertempuran Moskow berlalu, saya tertidur sangat pulas sehingga tak bisa dibangunkan untuk waktu yang lama. Stalin menelepon saya dua kali. Dia lalu diberitahu,: ‘Zhukov sedang tidur dan kami tidak bisa membangunkannya.’ Stalin kemudian berkata, ‘Jangan bangunkan dia. Tunggu sampai dia bangun sendiri.’”

Di tengah kesohorannya, suatu hari, pada suatu waktu pasca-Soviet, muncul pandangan bahwa Georgy Zhukov adalah seorang “tukang jagal” dan “pembantai orang Rusia” yang tak peduli pada anak-anak buahnya, bahkan kerap membanjiri medan perang dengan tumpukan mayat mereka. Namun, statistik berkata lain. “Dia justru dikenal karena tingkat korban (yang bertempur di bawah komandonya) rendah,” jawab sejarawan Aleksei Isaev. “Jika Anda melihat angka jumlah total prajurit yang bertempur di garis depan, persentase korban yang gugur di bawah komandonya lebih rendah daripada komandan lain, seperti Konev atau Malinovsky. Itulah sebabnya dia dipercaya memimpin (pasukan) garis depan yang berjumlah satu juta orang. Orang-orang tahu bahwa dia dapat mengatur garis depan dan menjaga jumlah korban sekecil mungkin karena dia benar-benar seorang pemimpin top.”

Bagaimanapun, sang jenderal juga pernah menelan pil pahit kekalahan, terutama pada Operasi Rzhev-Sychevka Kedua, atau Operasi Mars, yang berlangsung di bawah komandonya. Operasi itu dimulai pada 25 November 1942, seminggu setelah dimulainya serangan pasukan Soviet di Stalingrad (sekarang Volgograd). Operasi Mars berakhir dengan kegagalan sekalipun tetap memainkan peran positif. Satuan Darat Grup Tengah Jerman yang melemah tak dapat mengirim pasukan cadangan untuk membantu Angkatan Darat ke-6 Friedrich Paulus yang terkepung di Stalingrad.

Zhukov merupakan otak di balik kemenangan Tentara Merah dalam Pertempuran Kursk pada musim panas 1943. Zhukovlah yang menyarankan Markas Besar Komando Tertinggi untuk bertempur dengan strategi bertahan alih-alih melancarkan serangan berskala besar. “Akan lebih baik jika kita melemahkan musuh dengan pertahanan kita dan melumpuhkan tank-tank mereka, kemudian mengerahkan (pasukan) cadangan baru dan melancarkan serangan umum, menghabisi kelompok utama musuh,” katanya dalam sebuah laporan tanggal 8 April 1943. Rencana itu dieksekusi dengan luar biasa pada bulan Juli dan Agustus.

Setelah menjadi Marsekal Uni Soviet (pangkat militer tertinggi secara de facto di Uni Soviet) pada 1943, Georgy Konstantinovich Zhukov melakukan operasi berskala besar yang benar-benar menghancurkan dan mengejutkan musuh. Misalnya, beginilah pengakuan Jenderal Friedrich Wilhelm von Mellenthin saat menggambarkan kemenangan Front Belorusia ke-1 Zhukov atas 35 divisi Jerman Nazi selama Operasi Vistula-Oder: “Serangan Rusia di luar Vistula berkembang dengan kekuatan dan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya; rasanya tak mungkin menggambarkan segala hal yang terjadi antara Vistula dan Oder dalam beberapa bulan pertama tahun 1945. Itu adalah tragedi dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya ... Eropa belum pernah melihat yang seperti ini sejak kehancuran Kekaisaran Romawi.”

Tak heran, Stalin mempercayakan Zhukov untuk merebut ibu kota Reich Ketiga dan, kemudian, menugaskan sang marsekal sebagai inspektur pada Parade Kemenangan di Lapangan Merah, Moskow, 24 Juni 1945. Meskipun Georgy Konstantinovich berulang kali berselisih paham dengan Stalin, bahkan penerusnya, Nikita Khrushchev, pada periode pascaperang, dia selalu disayangi dan dihormati bangsanya. Orang-orang bahkan menjulukinya Marsekal Kemenangan. Dalam memoarnya, Zhukov menulis: “Yang terpenting bagi saya adalah melayani tanah air dan bangsa saya, dan saya dengan tulus mengatakan bahwa saya melakukan segala hal yang saya bisa untuk memenuhi ini, tugas saya.”

Semasa perang, pabrik-pabrik membutuhkan banyak tenaga kerja. Tiap orang harus ikut berkontribusi. Bacalah selengkapnya!