Negara Rusia dibentuk dengan nama Tsarstvo Russkoye atau Ketsaran Rusia pada abad XV – XVI. Tak lama setelah itu, Rusia terjerumus dalam krisis politik berskala besar pertamanya.
1. Masa Kekacauan dan Invasi Polandia
Setelah Fyodor I dari Rusia, putra Ivan yang Mengerikan, meninggal pada 1598 tanpa meninggalkan pewaris, era kekuasaan Dinasti Rurik praktis usai. Dengan demikian, tidak ada orang yang secara sah bisa meneruskan takhta. Akhirnya, Boris Godunov, saudara laki-laki permaisuri Fyodor, Irina, diangkat menjadi tsar berikutnya. Namun, kekuasaan sang tsar baru sama sekali tak stabil. Rusia mulai dilanda kelaparan besar dan sejumlah pemberontakan mulai mengguncang negara. Ketika Godunov meninggal pada 1605, Masa Kekacauan dimulai.
Sepanjang masa itu, Rusia diperintah oleh banyak orang, termasuk tsar palsu (penyamar) Dmitry I dan II, Vasili IV Shuisky dari Rusia, yang memerintah pada 1606 – 1610, dan Tujuh Boyar, sekelompok bangsawan Rusia yang menggulingkan Tsar Vasily Shuisky pada 17 Juli 1610 dan mengundang orang Polandia ke Moskow.
Polandia berencana menjadikan Władysław IV Vasa, putra Raja Polandia Sigismund III Vasa, sebagai penguasa Rusia. Polandia memang tak berencana mencaplok Rusia ke dalam wilayah Persemakmuran Polandia-Lituania, melainkan hanya sebagai negara satelit (negara yang secara resmi merdeka, tetapi berada di bawah pengaruh dan kontrol politik dan ekonomi negara lain). Artinya, Rusia hampir pasti kehilangan kedaulatannya.
Untunglah, tentara rakyat yang dipimpin Kuzma Minin dan Pangeran Dmitry Pozharsky berhasil membebaskan Moskow dari orang-orang Polandia dan mendirikan kembali monarki. Sejak itulah, Mikhail Fyodorovich Romanov, tsar pertama dari Dinasti Romanov, berkuasa sebagai pemimpin baru Ketsaran Rusia.
2. Krisis Politik pada Akhir Abad XVII
Pada abad ke-17, Rusia mencaplok tepi kiri Ukraina (sebutan historis bagian Ukraina yang berada di tepi kiri Sungai Dnieper). Dengan demikian, Rusia kini berbagi perbatasan dengan Kesultanan Utsmaniyah. Kenyataan ini menuntut Rusia untuk bergabung dengan koalisi anti-Turki Eropa. Akhirnya, Rusia harus menghentikan pendekatan isolasionisme dalam kebijakan luar negerinya. Sejak itulah, Rusia ternyata kelihatan agak terbelakang dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Pada saat itu, Rusia memiliki segala yang dibutuhkan untuk menjadi kerajaan yang bisa bersaing dengan negara-negara Eropa. Namun, pendekatan tradisionalisme Tsar Alexis (ayah Pyotr yang Agung) dan para pejabatnya memperlambat kemajuan negara itu.
Kala itu, Rusia tak punya militer modern yang efektif. Manufaktur dan produksi tidak berkembang karena terbentur hukum dan kebiasaan yang ketinggalan zaman. Raskol, pemisahan Gereja Ortodoks Rusia menjadi gereja resmi dan gerakan Percaya Lama, memecah belah bangsa. Pemberontakan dan kerusuhan mengguncang Rusia. Kerusuhan selama Perang Petani Razin bahkan nyaris membuat orang-orang Cossack mengepung Moskow.
Para sejarawan hampir sepakat bahwa kalau bukan karena Pyotr yang Agung dan reformasinya yang agak terburu-buru dan “kejam”, Rusia pasti sudah ditaklukkan Swedia. Apalagi, Swedia memiliki pasukannya yang sempurna, sementara pemimpinnya, Charles XII, adalah seorang yang cekatan — dia berambisi mengepung dan menaklukkan Moskow, tetapi tak jelas apa rencananya sekalipun ia menang. Namun, kebijakan dalam dan luar negeri Pyotr, bersama dengan bantuan beberapa negara Eropa, membantu Rusia pulih dari krisis dan menjadi kekaisaran pada 1721.
3. Invasi Napoleon
Musuh bebuyutan Napoleon adalah Inggris, penguasa laut saat itu. Untuk memperburuk kondisi Inggris, Napoleon memberlakukan Sistem Kontinental atau Blokade Kontinental: embargo besar-besaran terhadap perdagangan Inggris, yang harus dipatuhi semua negara Eropa, kecuali Rusia yang ingin ia taklukkan dalam lima tahun berikutnya (pada 1811). Napoleon tidak berencana mengubah sistem politik Rusia. Dia mungkin hanya ingin menjadikan Rusia negara satelit, seperti yang ia lakukan dengan banyak negara Eropa lainnya.
Meski 600 ribu tentara Prancis berhasil berbaris memasuki Rusia dan merebut Moskow, tak ada lagi yang tersisa untuk Napoleon taklukkan. Dalam pertempuran Borodino di dekat Moskow, baik pasukan Prancis maupun Rusia sama-sama hancur. Ketika tentara Prancis mulai mundur, rakyat Rusia, dengan dukungan tentara Rusia, melancarkan perang gerilya. Amunisi dan persediaan makanan tentara Prancis menipis, jalur pasokan digempur habis-habisan, sementara tentara Rusia dengan sabar menunggu momen yang tepat untuk membalas.
Putus asa lantaran setengah pasukannya telah dikalahkan, Napoleon berusaha menegosiasikan perdamaian. Aleksandr I dari Rusia menolak berdamai dan menuruti permintaan kaisar Prancis. Akhirnya, Napolen dan seluruh pasukannya yang tersisa angkat kaki dan lari kocar-kacir.
4. Revolusi 1917 – 1918
Pada 1917 – 1918, Rusia mungkin hampir kehilangan kedaulatan seperti pada Masa Kekacauan. Meski tak ada penjajah yang menduduki Moskow atau Sankt Peterburg, setidaknya 14 negara asing memulai pendudukan militer di berbagai wilayah Rusia setelah pembunuhan keluarga kaisar Rusia. Banyak bagian negara ini, termasuk wilayah utara, Timur Jauh, dan Krimea, diserang diduduki asing.
Namun, negara-negara ini tak punya rencana yang jelas. Kemungkinan besar, mereka hanya menunggu untuk melihat pihak mana yang akan memenangkan Perang Saudara antara kaum Bolshevik dan pasukan pendukung kekaisaran yang masih setia pada monarki dan berharap dapat mengangkat kembali keturunan Romanov di Rusia.
Namun, berkat upaya militer dan diplomatik pemerintah Bolshevik, sebagian besar pasukan asing telah meninggalkan wilayah Rusia pada 1919. Jika gagal, negara itu pasti terjerumus ke dalam kekacauan total. Kaum Bolshevik bertahan melawan Tentara Putih (angkatan bersenjata Rusia yang melawan kaum Bolshevik) dan memenangkan Perang Saudara. Setelah itu, lahirlah Uni Soviet.
5. Perang Dunia II
Tak seperti Napoleon, yang berencana mengangkat raja pilihannya di Rusia dan membuat negara itu membayar upeti serta memberi makan pasukannya, Hitler justru merencanakan genosida dan pembersihan etnis Rusia. Generalplan Ost (Rencana Besar untuk Timur) Hitler yang mengerikan menyarankan agar seluruh warga “yang tak bisa diterima secara ras” dipindahkan ke Siberia, Timur Jauh, dan Amerika Latin. Jutaan orang akan dibinasakan di kamp-kamp kematian.
Selama Perang Dunia II, Nazi melakukan banyak kekejaman mengerikan kepada warga Uni Soviet. Banyak orang diangkut ke Jerman sebagai budak, dan ribuan orang dieksekusi. Uni Soviet kehilangan lebih dari 27 juta orang sepanjang perang, sementara jutaan orang terluka dan cacat. Meski begitu, Uni Soviet berhasil menghentikan serangan Nazi.
Militer Rusia tak hanya pernah merasakan manisnya kemenangan, tapi juga menelan kekalahan pahit. Berikut daftar kekalahan paling memilukan sepanjang sejarah Rusia.