Lev Yashin (1929 - 1990).
Viktor Shandrin/TASSDalam sepak bola, biasanya striker dan gelandang menerima pujian paling banyak, tetapi Yashin mematahkan tren ini. Pada 1963, ia memenangkan Ballon d'Or — penghargaan individu paling bergengsi untuk pesepakbola, dan hingga saat ini ia masih menjadi satu-satunya kiper yang memenangkan penghargaan ini. Para ahli dari FIFA dan IFFHS (Federasi Sejarah dan Statistik Sepak Bola Internasional) menamakan Yashin sebagai penjaga terbaik abad ke-20.
Yashin saat bermain untuk Dynamo Moscow, satu-satunya klub yang ia bela selama karier profesionalnya.
Alexander Makarov/SputnikYashin harus membanting tulang untuk meraih predikat ini. Lahir di keluarga seorang tukang kunci Moskow pada 1929, ia baru berusia 11 tahun ketika perang dengan Jerman dimulai — ia bekerja membongkar kereta di Ulyanovsk (876 km di timur Moskow) dan kemudian mengikuti jejak ayahnya sebagai tukang kunci.
Bahkan setelah namanya mulai tenar saat bermain di kompetisi-kompetisi internasional untuk Uni Soviet, Yashin masih menganggap dirinya sebagai seorang pekerja. “Saya harus menyentuh bola sebelum pertandingan, sama dengan seorang tukang kayu yang menyentuh papan sebelum mulai bekerja. Ini adalah kebiasaan para pekerja," ujarnya suatu saat dalam sebuah wawancara.
Seperti banyak atlet Soviet, dia tidak menikmati gaji yang sama dengan rekan-rekannya di Eropa. Eugeny Rubin, seorang wartawan Soviet, mengenang cerita tentang Yashin pergi ke restoran bersama Ferenc Puskás, pesepakbola tersohor dari Hongaria yang bermain untuk Real Madrid. Ketika Puskás mengeluarkan dompetnya untuk membayar tagihan, Yashin terkejut: “Saya belum pernah melihat uang yang begitu banyak dalam hidup saya, apalagi menggunakannya.”
Namun demikian, Yashin tidak pernah iri dengan pemain dari klub-klub Barat yang kaya raya. Ia mengatakan: "Saya tidak bisa membayangkan tinggal di luar Rusia." Dia sangat setia kepada klubnya — Dynamo Moscow — dan menghabiskan seluruh karier profesionalnya yang berlangsung selama 20 tahun (1950 - 1970) di sana.
Tetap saja, butuh kerja keras beberapa tahun bagi Yashin muda untuk masuk ke skuad senior. Ia mulai menjadi penjaga gawang nomor satu Dynamo pada 1953, meraih lima gelar liga dan tiga gelar turnamen.
Seperti diingat sang istri, Valentina, “Dia tidak pernah meminta bonus apa pun dari atasan, dia sangat pemalu. Selalu ragu-ragu: 'Apakah saya harus memiliki ini? Bagaimana jika tidak?'" Kesederhanaan membuatnya semakin populer.
Yashin terkenal karena keterampilan akrobatik, reaksi, serta mengubah pola permainan kiper.
SputnikYashin adalah seorang inovator — dia adalah salah satu sweeper-keeper (kiper yang aktif menekel musuh dan keluar kotak penalti) pertama. Sekarang itu hal yang wajar — banyak kiper seperti Manuel Neuer-nya Jerman yang bermain dengan cara ini. Pada 1950-an, Yashin dicap sebagai "pemain sirkus" karena hal ini.
"Yashin, seperti banyak pemain yang menjadi inspirasi untuk semua orang, melakukan sesuatu di luar yang seharusnya karena orang-orang tidak membiarkannya mengeluarkan potensinya," kata Mikhail Yakushin, pelatih pertama Yashin di Dynamo, dalam memoarnya. “Dan itu meningkatkan potensi strategi tim kami.” Sang kiper mencatatkan 160 clean sheet dari 326 pertandingan domestiknya dengan Dynamo Moscow.
Pada tahun 1956, tim nasional Soviet memenangkan Olimpiade di Melbourne, Australia, jadi mereka mengambil rute jauh supaya penggemar di seluruh Rusia bisa menyambut mereka sebagai juara: Naik kapal ke Vladivostok dan kemudian kereta ke Moskow. Anggota tim medis Oleg Belakovsky menceritakan, “Pada Malam Tahun Baru, seorang pria berjanggut datang ke gerbong dengan membawa tas. Ia berteriak: 'Di mana Yashin?' Lev mendekat, dan orang ini berlutut di depannya, mengambil sebotol minuman keras dan sekotak biji bunga matahari dari tasnya: 'Hanya ini yang kami punya. Terima kasih, dari semua orang Rusia! ’”
Dengan topi dan pakaian gelapnya, Yashin adalah pemain yang sangat modis di era Soviet.
Valentin Mastyukov/TASSYashin selalu memperhatikan gaya. Ia selalu mengenakan seragam berwarna gelap dari kepala hingga ujung kaki, dan ia dijuluki "Laba-Laba Hitam" karena kelenturan dan keterampilan akrobatiknya. Saat bertanding, ia juga selalu mengenakan topi ikonisnya: “Ini jimat saya, saya selalu memakainya,” ia sering berkata.
Selain itu, Yashin juga terkenal karena pola hidupnya tidak begitu sehat. “Saya seorang perokok, saya tahu ini adalah pola yang negatif untuk dilakukan. Saya bisa merokok setengah bungkus dalam sehari,” kenang sang kiper. Pelatih menoleransinya karena kebiasaan itu tampaknya tidak memengaruhi penampilannya. Tapi, hal itu merusak kesehatannya dan menyebabkan kakinya diamputasi karena kerusakan arteri pada 1984. Enam tahun kemudian, dia meninggal.
Kiper-kiper terbaik, terutama yang berasal dari Rusia, membandingkan diri mereka dengan Yashin — dan mengakui bahwa rekor sang 'Laba-Laba Hitam' sulit dilampaui. “Saya akan senang jika saya bisa dekat dengan levelnya,” Igor Akinfeev, kiper nomor satu timnas Rusia saat ini, mengatakan pada November 2017, ketika Yashin muncul di poster resmi Piala Dunia FIFA 2018™.
Tidak hanya Rusia. Dunia juga mengingat Yashin. Dia masih termasuk dalam tim all-star (FIFA 2018, misalnya, memasukkan Yashin ke dalam tim FUT ICONS-nya). Pelé, legenda sepak bola Brasil, menyebut Yashin "nomor satu selamanya."
Saat ini, tim nasional Rusia masih jauh dari kata hebat seperti dulu di era Yashin. Ingin tahu kenapa? Baca artikel kami.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda