AS Boikot Upaya Damai di Suriah, Moskow: Hadiah Terbaik bagi Teroris

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyatakan bahwa sebenarnya AS-lah yang menawarkan “hadiah” kepada kelompok teroris, karena Washington menyangkal keberadaan kelompok teroris di Suriah hingga akhirnya fakta terlihat jelas.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova menyatakan bahwa sebenarnya AS-lah yang menawarkan “hadiah” kepada kelompok teroris, karena Washington menyangkal keberadaan kelompok teroris di Suriah hingga akhirnya fakta terlihat jelas.

Getty Images
Amerika juga berencana menghentikan kerja sama dengan Rusia terkait Suriah.

Penolakan AS untuk bekerja sama dengan Rusia akan merupakan “hadiah” bagi para kelompok teroris di Suriah, sama seperti kegagalan AS memisahkan kelompok ‘moderat’ dari kelompok pemberontak, serta aksi serangan udara terhadap tentara Suriah yang terjadi belum lama ini, demikian disampaikan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, dalam tanggapannya atas berbagai kritikan dari Washington, seperti dilansir dari RT.

Sebelumnya, Duta Besar AS untuk PBB Samantha Power menuding pemerintah Suriah dan Rusia melakukan operasi udara yang “menelan korban jiwa” di Aleppo, menganggap langkah antiteror kedua negara hanya memperparah “radikalisasi” dan krisis pengungsi dari Suriah. “Apa yang mereka lakukan merupakan hadiah untuk ISIS dan front al-Nusra, kelompok yang mereka klaim ingin mereka hentikan,” kata Power, Kamis (29/9).

Tuduhan dari AS tersebut disambut tudingan balik dari juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, yang menyatakan bahwa sebenarnya AS-lah yang menawarkan “hadiah” kepada kelompok teroris, karena Washington menyangkal keberadaan kelompok teroris di Suriah hingga akhirnya fakta terlihat jelas, kemudian AS mengubah ceritanya dengan menuduh Rusia dan Damaskus mengebom kelompok “moderat”.

“Jika kita mendiskusikan ‘hadiah untuk teroris’, maka mereka adalah gabungan dari pengiriman bantuan kemanusiaan untuk kelompok militan seperti front al-Nusra dan kelompok ‘oposisi moderat’ serta pengeboman tentara Suriah yang berperang melawan ISIS,” tulis Zakharova di Facebook. “Bagaimanapun juga, hadiah terbaik untuk kelompok ekstremis adalah penolakan Washington untuk bekerja sama dengan Rusia terkait penyelesaian Suriah.”

“Jika Washington benar-benar menghentikan kerja sama dengan Rusia, tak diragukan lagi bahwa Gedung Putih telah melindungi kelompok militan di bawah sayapnya, dan menerangi jalan para kelompok teroris,” lanjut Zakharova.

Gencatan senjata yang diprakarsai AS dan Rusia di Suriah berakhir pada 19 September, dua hari setelah koalisi yang dipimpin AS menyerang posisi tentara Suriah dekat garis depan ISIS di Deir ez-Zor dan menewaskan 60 tentara.

Pada Kamis (29/9) Moskow menawarkan ‘pengistirahatan’ operasi militer selama 48 jam di Aleppo dan kembali menyuarakan harapan agar Washington melakukan kewajibannya untuk memisahkan kelompok “pemberontak moderat” yang mereka dukung dari kelompok teroris di Suriah.

“Secara umum, kami menyesalkan sikap AS yang tidak konstruktif atas retorika yang mereka suarakan beberapa hari lalu,” kata Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov. Ia menambahkan bahwa Rusia akan “melanjutkan operasi angkatan udaranya untuk mendukung aktivitas antiteroris dari pasukan bersenjata Suriah.”

Saat berbicara dalam konferensi kebijakan publik di Washington, Menteri Luar Negeri AS John Kerry menyampaikan pada khalayak bahwa AS di ambang batas menunda diskusi dengan Rusia sehubungan dengan pengeboman konvoi bantuan PBB untuk warga Suriah di Aleppo.

Sementara, Kementerian Luar Negeri Rusia menyebutkan belum ada penangguhan kerja sama dari pihak Moskow maupun Washington, namun Kerry telah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov melalui telepon pada Rabu (28/9) dan Kamis (29/9) mengenai penyelamatan upaya diplomatik di Suriah.

“Lavrov kembali menekankan bahwa beberapa kelompok antipemerintah yang disebut kelompok 'moderat' oleh AS menolak untuk menerapkan kesepakatan gencatan senjata yang dicetuskan Rusia-AS pada 9 September lalu dan memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan, tapi AS malah bergabung dengan al-Nusra dan terus berperang melawan tentara Suriah bersama kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaeda,” terang pihak Kementerian Luar Negeri Rusia lewat pernyataan remsi mengenai perbincangan pada Rabu (28/9). “Lavrov menarik perhatian Kerry dengan mengungkap dukungan eksternal yang diterima komandan lapangan al-Nusra, termasuk persediaan senjata dari AS, dan klaim ketua oposisi Suriah yang didukung Barat Riad Hijab bahwa al-Nusra bukan organisasi teroris.”

Sementara itu, AS juga mempertimbangkan solusi nondiplomatik atas krisis yang terjadi. Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS John Kirby mengatakan bahwa pengambil kebijakan AS tengah mendiskusikan pilihan “yang tidak berkisar pada diplomasi” di Suriah.

Terkait ancaman menghentikan jalur diplomasi, Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier meminta Moskow dan Washington mendiskusikan kembali rencana gencatan senjata atau setidaknya menciptakan gencatan senjata sementara.

 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki