Bagaimana Masakan Prancis Menaklukkan Rusia?

Cuplikan film Voyna i mir (Perang dan Perdamaian).

Cuplikan film Voyna i mir (Perang dan Perdamaian).

Sergei Bondarchuk, Vasily Solovyov/Mosfilm, 1967
Apa yang dimakan tentara Rusia selama invasi Prancis pada 1812? Paradoksnya, perang tidak hanya mengobarkan kebangkitan patriotik terhadap makanan tradisional Rusia, tetapi juga memperkenalkan Rusia pada resep baru Prancis .

Cinta pada Gigitan Pertama

Pernikahan Pyotr I dan Ekaterina I pada 13 Februari 1712.

Tren koki asing di Rusia berasal dari awal abad ke-18 dan pengembaraan Tsar Pyotr yang Agung di sekitar Eropa Barat, yang mana ia membawa banyak hal baru dari sana. Sekembalinya ke Rusia, orang-orang kaya mulai mempekerjakan koki asing, termasuk dari Prancis. Tren itu terus berkembang di bawah putrinya, Ratu Elizabeth. Para bangsawan mulai mengadopsi bahasa Prancis dan masakan aristokrat Rusia mulai meniru Istana Versailles Prancis. Semua hidangan disajikan bersamaan, dan meja-meja dihiasi dengan bulu-bulu indah, air mancur mini, dan karangan bunga segar atau buatan. Sebagai hidangan penutup, disediakan apel basah, asinan semangka dan lemon, manisan melon, bersama dengan penganan, serta jeli jeruk Prancis dan Italia.

Pemerintahan Ekaterina yang Agung banyak berkomunikasi dengan Voltaire dan filsuf Prancis lainnya ketika sebagian bangsawan Prancis beremigrasi ke Rusia akibat pecahnya Revolusi Perancis pada 1789. Mereka datang dengan membawa para pelayan mereka. Terlepas dari nasib mereka, banyak yang bekerja di tempat-tempat yang berhubungan dengan makanan. Permintaan terhadap orang Prancis pada saat itu tinggi. Melalui pengaruh koki Prancis, metode kuliner Prancis lambat laun kian mengakar di Rusia. Ini tercermin dalam kombinasi bahan, formulasi hidangan yang tepat, dan penggunaan produk cincang. Sebelumnya, misalnya, ikan dan daging pai dipotong-potong, bukan ditumbuk. Selain itu, hidangan Prancis, seperti cutlet, mousse, omelet dan salad (kata-kata yang dipinjam Prancis ini terdengar hampir identik dalam bahasa Rusia) juga diadopsi. Di pesta-pesta Rusia, hidangan Rusia dan Prancis saling berganti.

Masakan pada Masa Perang 1812

Selama perang 1812 antara Rusia dan Prancis, menempatkan para bangsawan Rusia pada posisi yang sulit. Untuk alasan patriotik, mereka merasa berkewajiban untuk berbicara lebih sedikit dalam bahasa Prancis (bahasa Prancis sudah seperti bahasa terhormat kaum bangsawan Rusia) dan lebih banyak berbicara dalam bahasa Rusia. Hal itu tentu tidak mudah bagi banyak orang (pembaca Voyna i mir atau Perang dan Perdamaian mungkin ingat bagaimana Pangeran Kuragin tidak dapat menceritakan lelucon dalam Rusia). Lebih buruk lagi, mereka juga merasa wajib meninggalkan makanan Prancis. Akan tetapi, setidaknya itu tidak mempengaruhi asupan kalori mereka secara signifikan karena daging, acar, dan kvass masih tersedia. Sedangkan orang-orang biasa, masih belum menyadari kelezatan masakan Prancis.  

Para perwira dan prajurit menerima semua kebutuhan mereka dari Kementerian Perang Rusia, tetapi tidak lebih. Selama operasi militer dan berjaga-jaga, tentara terkadang tidak mendapat jatah makanan selama berhari-hari. Jadi, sebagai antisipasi, mereka membawa roti sendiri. Schi (sup kubis) termasuk dalam ransum harian, sedangkan pada hari-hari puasa adalah ikan kecil dengan minyak sayur. Pada waktu lain, tersedia lemak atau daging sapi. Tepung dan sereal (paling sering gandum) dipasok oleh negara. Tepung digunakan untuk membuat roti (setiap prajurit menerima jatah harian 1,2 kg) dan sereal menjadi bubur. Ketika tentara bergerak, tentara membeli sayuran, produk susu, dan telur dari petani setempat. Di rumah sakit militer, tentara dan petugas diberi bubur gandum atau soba dengan mentega, roti putih, kaldu, telur rebus, dan kissel (minuman jeli tipis). Mereka juga memasak unggas dan ikan, serta membuat schi dari jelatang.  

Makanan yang Dimakan saat Perang Masih Dimakan hingga Kini

Selama perang, tentara Rusia melihat resep yang tidak biasa dari Perancis, yaitu mentimun dengan madu. Ketika musim mentimun segar hampir berakhir, maka mentimun dirubah menjadi acar agar tetap bisa dinikmati selama beberapa waktu mendatang. Kepercayaan pada khasiat pengobatan acar (untuk pencernaan dan asam urat) tidak berakhir bersamaan dengan perang dan hidup sampai hari ini.

Saat itu, kentang kurang populer di Rusia, terutama di kalangan petani. Namun, kekurangan makanan memaksa orang untuk beralih pada bahan-bahan yang tidak mereka sukai. Tentara Prancis mengumpulkan kentang dari penduduk setempat, dan memanggangnya di atas api. Selain itu ada juga kentang tumbuk. Namun di Rusia, kentang dihancurkan menggunakan ricer (alat penekan kentang), bukan dengan cara Prancis yang jauh lebih sederhana, yakni diparut (dibuat dengan campuran susu dan mentega). Saat itu, kentang tumbuk akhirnya dapat ditemukan di mana-mana.

Sharlotka dengan kissel blackcurrant yang dipanggang oleh koki berbakat Evgeny Mikhailov, Drinks & Dinners

Pada Maret 1814, pasukan Rusia yang dipimpin oleh Aleksandr I memasuki Paris. Koki Prancis Marie-Antoine Carême menyiapkan "Charlotte Paris" sebagai hidangan penutup dan mengubah namanya menjadi "Charlotte Rusia” untuk menyanjung tsar. Aleksandr diberitahu bahwa nama itu diambil dari nama Charlotte dari Prusia, istri saudara lelaki Aleksandr, Nicholas I. Yang Mulia sangat terkesan dengan makanan penutup itu sehingga ia mengundang Carême ke Sankt Peterburg, tempat ia bekerja selama beberapa bulan. “ Charlotte Rusia” (sharlotka) sejak itu telah merambah banyak masakan Rusia dan bahkan dunia.

Dahulu kala, sebagian besar petani Rusia sangat miskin sehingga mereka harus memutar akal untuk bisa menghasilkan makanan dari bahan-bahan seadanya yang bisa mereka jangkau, seperti bubur dari kayu, pasta dari biji fermentasi, atau garam hitam yang dimasak di dalam sepatu. Berikut lima makanan paling aneh yang telah kami pilih.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki