Lima Film Top Andrei Zvyagintsev Ini Wajib Anda Tonton

Discover Russia
VALERIA PAIKOVA
Sering disebut sebagai Ingmar Bergman dari Rusia, Andrei Zvyagintsev termasuk ke dalam jajaran generasi baru sineas Rusia sejak industri film Rusia menjangkau khalayak global.

Sutradara kelahiran Siberia ini memang berambisi menjadi sutradara sejak kecil. Terinspirasi oleh Andrei Tarkovsky, Robert Bresson dan Michelangelo Antonioni, Zvyagintsev berhasil menciptakan bahasa filmnya sendiri. Ia seorang aktor terlatih, tidak pernah tertarik menghibur orang dengan film genre umum, ia justru mencari teman yang sejalan dengan dirinya untuk berbagi ketakutan dan kelemahannya dalam berkarya.

Film-filmnya cukup universal dan menarik,  mengangkat tema-tema Dostoevskian tentang ketidakadilan, penderitaan, dan pengkhianatan dengan sentuhan gaya modern. Film-film Zvyagintsev selalu memiliki ambiguitas makna, dengan lapisan-lapisan konotasinya.

5. The Banishment (2007)

Dalam Film The Banishment, Zvyagintsev menyoroti sudut tergelap dan terjauh pikiran manusia. Dia mempelajari nuansa, seluk-beluk, dan kompleksitas jiwa manusia dalam konteks hubungan keluarga.

Alex, Vera, dan kedua anak mereka menghabiskan musim panas di pinggiran kota yang terkutuk. Vera tidak senang dengan Alex, dan pada hari ia mengetahui bahwa dia sedang hamil. Kabar itu memicu pertentangan rasa dalam batinnya. Alex menafsirkan kebingungan dan kegelisahan istrinya itu sebagai tanda bahwa istrinya berselingkuh. Kecemburuan muncul dalam diri Alex, dan terbukti hal itu hanya menjadi tantangan pertama dalam serangkaian cobaan yang harus dihadapi Alex. 

Film ini berlatar umum dan tidak menunjukkan tempat spesifik dari pemandangan indah yang dimunculkan dalam film. Pengerjaan film itu sebenarnya bertempat di Belgia, Prancis, dan Moldova.

Drama ini dibintangi oleh aktris Swedia Maria Bonnevie dan salah satu aktor favorit sang Sutradara itu sendiri, Konstantin Lavronenko, yang dinobatkan sebagai ‘Aktor Terbaik’ oleh Juri Festival Film Cannes pada tahun 2007.

Banyak kritikus menggambarkan film tersebut sebagai film yang menggetarkan pikiran, sementara kritikus yang lain menyesalkan film tersebut karena menimbulkan pertanyaan abstrak tanpa memberikan jawaban jelas. Rupanya, The Banishment memang tidak bermaksud menjadi ajang tanya jawab, melainkan suguhan cerita tentang kesunyian dan bentuk-bentuk keputusasaan mendalam dalam bentuk paling tragis.

4. Leviathan (2014)

Film ini memiliki pemandangan menakjubkan, dialog bagus, musik indah (ciptaan Komposer terkenal Amerika Philip Glass). The Leviathan mengambil latar kota di tepi laut provinsi Rusia (pembuatan film dilakukan di pemukiman utara terpencil Teriberka, di tepi Laut Barents).

Salah satu penghuninya yang bernasib malang, bernama Nikolai, (diperankan oleh Aleksei Serebryakov). Ia harus menghadapi walikota yang sangat koruptif setelah mengetahui rumahnya akan dibongkar untuk pembangunan gereja. Sang protagonis ini berjuang melawan walikota dengan seluruh daya hidupnya meskipun di akhir cerita dia kalah. Upaya untuk melawan pelanggaran hukum dan kekacauan sistem tersebut membuatnya menjadi sosok ‘pahlawan zaman sekarang’.

Menurut Zvyagintsev, perlawanan terhadap kejahatan itu menyakitkan, berbahaya pasti, tetapi tidak bisa dihindari. Nilai ajaran Kristiani itu termasuk salah satu gagasan Zvyagintsev yang ia masukkan dalam filmnya selain drama sosial. Film keempat Zvyagintsev ini memenangkan Golden Globe untuk kategori film berbahasa asing terbaik. Momentum ini merupakan kali pertama Rusia memenangkannya dalam periode lima dekade! Film ini ditayangkan perdana di Festival Film Cannes, di mana film tersebut juga meraih penghargaan Skenario Terbaik pada tahun 2014.

3. The Return (2003)

Andrei Zvyagintsev meraih ketenaran instan setelah ia meraih penghargaan Venice Golden Lion pada 2003 atas debut film The Return. 

Ivan dan Andrei dicertitakan sebagai sepasang remaja yang hidup damai tanpa ayah mereka selama dua belas tahun. Sampai suatu hari, ibu mereka meminta mereka untuk tenang, ketika ayah mereka tiba-tiba muncul di rumah sedang tidur. Untuk menebus waktu yang hilang, ayah mereka yang otoriter itu mengajak kedua bersaudara memancing ke danau yang jauh. Perjalanan epik ini akan mengubah hidup semua orang, dengan eskalasi konflik batin tertinggi.

Gaya bercerita Zvyagintsev lugas, kuat, dan sederhana, namun tetap membuat Anda merasa terpukul. Kisah ini bisa saja terjadi di mana saja, kapan saja, dan pada siapa saja. The Return merupakan contoh solid tentang hubungan ayah dan anak serta korban takdir, yang hadir seperti bumerang. Suasana tegang yang terasa sangat kuat berhasil digambarkan oleh sutradara dan sinematografernya yang hebat, Mikhail Krichman. Ia memoles film ini dengan sangat tajam hingga Anda hampir lupa bernapas di sela-sela Anda menonton. Penonton yang fokus pasti akan memperhatikan detail-detail seperti pada adegan kedatangan ayah mereka, anak-anak lelaki itu mengamati sebuah ilustrasi dalam Alkitab: ‘Abraham mengorbankan (putranya) Ishak’. Faktanya, film Zvyagintsev ini memang mengambil konteks cerita Tujuh Hari Penciptaan Alkitabiah. Pada adegan ini dan adegan akhir film, ayahnya digambarkan persis seperti Kristus yang mati dari lukisan terkenal tahun 1480 karya Master Italia Andrea Mantegna. Film The Return penuh dengan unsur mitologis dan konotasi alkitab, tidak perlu terlalu dipahami, cukup dinikmati sebagai film thriller psikologis saja.

2. Elena(2011)

Sementara dua film pertama Zvyagintsev tidak berdasarkan kisah nyata, film ketiganya, Elena, menunjukkan gaya realis dan pengamatannya yang dalam mengenai kompleksitas karakter manusia.

Film Elena menceritakan kisah hubungan dramatis antara seorang perempuan pekerja dengan suaminya yang kaya raya dan seorang putra dewasa yang terpinggirkan dari pernikahan pertamanya. Suatu hari, Elena usianya sudah menjelang 50 tahun, mendapati dirinya berada di Scylla dan Charybdis, terjebak di antara apartemen mewah suaminya di Moskow dan pinggiran kota miskin tempat tinggal keluarga yang mengurus putra dari pernikahan pertamanya. Penduduk di kota miskin itu memiliki kebiasaan menyedot uang dari kerabat orang kaya mereka tanpa malu. Demi kebaikan semuanya, Elena (diperankan oleh Nadezhda Markina) harus membuat keputusan moral yang tegas.

Tour de force karya Zvyagintsev ditayangkan perdana di Festival Film Cannes, dan dianugerahi 'Hadiah Juri Khusus' pada tahun 2011. Pada tahun 2019, drama keluarga ini menjadi satu-satunya film Rusia yang masuk dalam daftar 50 Film Terbaik tahun 2010-an, disusun oleh majalah Rolling Stone.

1. Loveless (2017)

Dalam Film Loveless, Zvyagintsev mengamati pasangan Moskow yang tengah menuju proses perceraian yang sulit. Meski masih resmi menikah, mereka sudah menjadi orang asing kepada satu satu sama lain. Keduanya mulai menjalin hubungan dekat. Boris tinggal bersama pacar barunya yang sedang hamil, sementara Zhenya menikmati hidup dengan kekasih barunya yang kaya raya.

Mereka bahkan tidak memikirkan bagaimana perceraian mereka akan mempengaruhi putra mereka yang berusia 12 tahun, Alyosha. Kedua orang egois ini terus saja menjalani hidup mereka tanpa peduli akan penderitaan putra mereka. Keengganan mereka menghadapi kenyataan sulit itu menjadi bumerang bagi anak laki-laki tersebut, yang bahkan tidak dipedulikan oleh siapa pun, dan tiba-tiba ia menghilang. Sudah terlambat bagi orangtua untuk memulihkan apa yang telah hilang. Loveless akan membuat Anda merasa tidak berdaya dan putus asa. Tapi perasaan itu lah yang justru menyadarkan banyak orang.

Andrei Zvyagintsev dianugerahi penghargaan Juri di Festival Film Cannes ke-70 untuk karya besarnya. Loveless juga memenangkan penghargaan film tertinggi Perancis, Cesar Award, dengan nominasi film luar negeri terbaik. Drama berdurasi 127 menit ini juga masuk nominasi Academy Award kategori Film Berbahasa Asing.

Pembaca yang budiman,

Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut: