Lindungi Perempuan, Majelis Ulama Susun Fatwa tentang Poligami bagi Muslim Rusia

Warga Chechnya berkumpul untuk merayakan ulang tahun Kota Grozny, ibu kota Republik Chechnya, Rusia, yang ke-200 di depan Masjid Akhmat-Kadyrov, 4 Oktober 2018.

Warga Chechnya berkumpul untuk merayakan ulang tahun Kota Grozny, ibu kota Republik Chechnya, Rusia, yang ke-200 di depan Masjid Akhmat-Kadyrov, 4 Oktober 2018.

Emile Alain Ducke/Global Look Press
Administrasi Spiritual Muslim Rusia mengingatkan bahwa syarat utama poligami dalam Islam adalah perlakuan yang adil dan setara terhadap semua istri.

Majelis Ulama Administrasi Spiritual Muslim Rusia (DUM) mengusulkan larangan berpoligami bagi pria muslim di Rusia jika perbuatan tersebut malah melanggar hak-hak perempuan dan prinsip kesetaraan dalam keluarga, kata Mufti Moskow Ildar Alyautdinov, Wakil Ketua Majelis Ulama DUM.

Dalam situs resminya, Administrasi Spiritual Muslim Rusia mengumumkan bahwa Majelis Ulama kini tengah menyusun fatwa “Poligami Bersyarat dalam Lingkup Federasi Rusia”. Fatwa tersebut nantinya akan mengatur pernikahan poligami secara agama dan melestarikan nilai-nilai keluarga tradisional dalam masyarakat.

“Syarat utama berpoligami dalam Islam adalah perlakuan yang adil dan setara terhadap semua istri. Sayangnya, banyak orang lupa atau tidak melakukannya. Realitas di lapangan justru menunjukkan bahwa hak-hak perempuan dilanggar, sementara istri sering kali tak bisa berbuat apa-apa. Oleh karena itu, Majelis Ulama berkeyakinan bahwa jika syarat kesetaraan dan keadilan tidak terpenuhi, seorang pria dilarang menikah lagi (dengan istri baru),” kata Alyautdinov.

Sang mufti mengakui bahwa praktik poligami di wilayah-wilayah Rusia yang sebagian besar berpenduduk muslim, seperti Tatarstan, Chechnya, Karachay-Cherkessia, dan wilayah lain di seluruh negeri, ada dan “semakin umum”. Menurut Alyautdinov, dalam tatanan masyarakat Rusia modern, hanya satu pernikahan yang terdaftar secara resmi yang diakui secara hukum — inilah satu-satunya jenis pernikahan yang tunduk pada hukum perdata dan keluarga. Dalam apa yang disebut perkawinan adat, menurutnya, laki-laki dan perempuan tidak memiliki hak dan kewajiban perkawinan.

“Masalahnya, perkawinan berikutnya setelah perkawinan resmi pertama tidak memiliki kekuatan hukum. Hak-hak perempuan dalam perkawinan tersebut dan anak-anak yang lahir setelahnya mungkin tidak dilindungi. Kadang-kadang, perempuan tidak memiliki informasi yang cukup tentang cara melindungi diri mereka, dan hak-hak anak jika terjadi perceraian atau kematian suami mereka,” kata sang mufti.

Menurutnya, finalisasi fatwa tersebut akan memakan waktu sekitar satu bulan lagi. Setelah itu, pihaknya akan mengumumkan fatwa secara terbuka. Alyautdinov menegaskan bahwa tujuan utama fatwa tersebut adalah untuk menjelaskan secara terperinci masalah poligami dan mengatur proses pernikahan agama dari sudut pandang Islam. “Poligami adalah hak seorang muslim, tetapi harus dijalankan dengan niat yang benar dan kesadaran penuh akan hak dan kewajibannya,” simpulnya.

Sesuai ketentuan mazhab Hanafi yang dianut umat Islam di Rusia, sejumlah ulama mengatakan bahwa seorang muslim boleh menikah dengan penganut Kristen atau Yudaisme. Bacalah selengkapnya!

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki