Jika kita mengecualikan tahap awal Perang Dunia II, periode yang amat sulit bagi Uni Soviet, kita tahu bahwa sebagian besar pertempuran bersifat mempertahankan posisi atau kubu dari pihak lawan (perang berkembang perlahan di parit-parit garis depan, tempat para pasukan berlindung dari tembakan senapan dan artileri). Pada masa itu, menerobos pertahanan yang terlindungi dengan baik membutuhkan bantuan artileri, tank, dan pesawat tempur. Perebutan pesisir Laut Hitam dan Laut Baltik membutuhkan serangan pasukan amfibi, sementara yang berbasis udara biasanya terdiri dari tidak lebih dari satu batalion — sebagian besar dengan tujuan misi pengalihan dan penahanan sementara objek strategis di belakang garis musuh.
Tujuan utama keterlibatan militer adalah perebutan wilayah. Sementara itu, pertimbangan terhadap kerugian bagi infrastruktur industri dan pertanian, atau dalam hal ini kerugian militer dan sipil, kurang menjadi perhatian. Yang paling penting adalah merebut kemenangan.
Sifat khusus taktik Soviet melibatkan metode sabotase partisan. Di satu sisi, hal itu menyebabkan melemahnya komunikasi dan administrasi Jerman di wilayah-wilayah pendudukan Soviet. Di sisi lain, metode taktik semacam itu justru meningkatkan jumlah korban sipil yang sebagian besar menentang kehadiran pasukan pendudukan Jerman.
Pengawasan dilakukan melalui jalur darat, laut, dan udara. Serangan di luar garis musuh juga merupakan kejadian biasa. Uni Soviet menggunakan kelompok partisan untuk misi pengintaian.
Saluran komunikasi militer cukup rentan terhadap aktivitas musuh. Pertama-tama dan paling penting, saluran telepon berbasis darat ini adalah sarana utama komunikasi taktis
Meskipun sama-sama memiliki kemampuan perang kimia, kedua belah pihak menahan diri untuk tidak menggunakannya selama Perang Patriotik Raya — padahal yang semacam ini tidak terjadi dalam Perang Dunia I, termasuk front Rusia-Jerman.
Seperti apa perang abad ke-21?
Pengalaman modern menunjukkan bahwa keterlibatan militer terjadi dengan menggunakan batalion bergerak dan kelompok taktis, yang tak hanya membutuhkan koordinasi yang solid antara kelompok senjata yang berbeda (tank, artileri, unit lapis baja, dan sebagainya), tetapi juga antara berbagai unit militer, terutama antara, di satu sisi, kekuatan berbasis darat dan udara dan, di sisi lain, sistem pertahanan wilayah dan kekuatan anti-udara. Tingkat koordinasi semacam itu kini hanya dimiliki oleh Rusia dan Amerika Serikat. Hanya kedua negara ini saja yang memiliki kemampuan untuk melakukan peperangan secara waktu nyata (real-time) dengan bantuan jaringan komunikasi berbasis ruang angkasa yang sangat kuat.
Saat ini, pengintaian sebagian besar dilakukan dengan menggunakan sistem berbasis ruang angkasa, udara, laut, dan darat, terutama menggunakan teknologi radiolokasi. Untuk mencapai keunggulan ini, penggunaan pesawat udara nirawak, alias drone, harus dimaksimalkan. Kini, drone lebih sering digunakan untuk menyerang target musuh. Praktik penggunaan berbagai sistem otonom yang kini kian berkembang betul-betul dapat mengurangi korban jiwa.
Perang modern memiliki kecenderungan untuk berkembang lebih cepat sehingga perangkat bergerak menjadi semakin sulit untuk digunakan. Akibatnya, Rusia mulai mengerahkan unit-unit militer baru yang canggih, yang kelak digunakan dalam situasi tanpa mobilisasi skala besar.
Dewasa ini, kemampuan senjata nuklir tak hanya eksklusif milik Rusia, AS, Tiongkok, Inggris, dan Prancis, tetapi juga India, Pakistan, dan Israel. Sementara itu, daftar negara dengan gudang senjata kimia dan biologis bahkan lebih luas — pemroduksian senjata semacam itu juga tidak memakan waktu.
Tak hanya itu, persenjataan pasukan di lapangan pun telah berubah. Para prajurit kini tak hanya dilengkapi peralatan pelindung, seperti yang kita lihat semasa Perang Dunia II (yang kemudian berkembang menjadi pelindung kepala berbahan polimer yang lebih ringan), tetapi juga jaket antipeluru dan berbagai teknologi penglihatan yang biasanya disematkan dalam kacamata, termasuk fitur penglihatan malam, serta sarana komunikasi modern dan berbasis ruang angkasa lainnya, dan, tentu saja, aneka persenjataan modern. Semua ini tak hanya membuat pengaturan yang lebih mudah bagi artileri, tetapi juga bagi dukungan berbasis udara untuk operasi darat. Seragam dan alas kaki militer yang lebih nyaman juga memungkinkan perlindungan yang jauh lebih baik dalam segala kondisi cuaca selama perang yang terjadi pada 2022.
Bagaimana pasukan Spetsnaz Rusia abad ke-21 bertempur dalam kondisi Perang Dunia II?
Jika detasemen pasukan khusus modern dikerahkan di medan perang semasa Perang Dunia II, mereka tentu akan lebih mudah mengeksekusi segala misi taktis karena pelatihan militer, persenjataan, dan peralatan yang unggul. Namun, mereka tak akan dapat memanfaatkan potensi mereka sepenuhnya karena tidak ada metode komunikasi modern berbasis ruang angkasa dan lainnya. Saluran komunikasi yang ketinggalan zaman akan memaksa Spetsnaz modern untuk menggunakan radio yang sangat tidak nyaman (untuk zaman kita). Ketepatan senjata artileri juga akan jauh dari yang ada saat ini; hal serupa berlaku untuk pesawat tempur dan pengebom. Namun, tingkat perlindungan yang lebih tinggi akan memungkinkan pasukan modern untuk secara signifikan mengurangi korban jiwa.
Secara keseluruhan, Pasukan Khusus Rusia modern benar-benar hanya berguna untuk tentara modern yang memiliki peralatan yang unggul dan kemampuan komunikasi yang lebih luas dengan satelit dan sarana lainnya.
Vladimir Evseev adalah kandidat PhD Ilmu Teknis dan Kepala Departemen Integrasi dan Pengembangan Eurasia di Institut Negara-negara CES.