Militer Rusia akan menggunakan bom baru pada 2018.
Dmitry Reshetnikov/TASSMiliter Rusia pertama kali menggagaskan untuk menciptakan hulu ledak baru pada awal abad ini. Sekarang, pada 2018, senjata mematikan ini diciptakan untuk memperkuat persenjataan negara Rusia.
Selama kampanye di Suriah, Rusia sering menggunakan bom FAB-500, yang dirancang setengah abad yang lalu. Secara teknis ia adalah amunisi yang ketinggalan, namun di Timur Tengah masing-masingnya dilengkapi dengan sistem penargetan supaya tidak meleset dari sasaran. Senjata yang dimodifikasi ini punya pengaruh besar bagi Angkatan Udara Rusia dalam menumpas ISIS.
Namun begitu, bom FAB-500 tidak akan efektif dalam melawan musuh yang lebih canggih dan dapat ditembak jatuh dengan mudah oleh sistem pertahanan udara musuh – bom tersebut memancarkan radar yang mudah dideteksi. Ini mengancam kehidupan pilot dan keberhasilan operasi.
FAB-500 yang tak berpandu akan diganti dengan Drel.
Ia adalah bom klaster dengan 15 elemen berbeda yang mampu terbang ke arah-arah berbeda dengan kecepatan 3 kilometer per detik dan menembus kendaraan lapis baja mana pun milik musuh.
Bom tak berpandu dan bebas arah jauh lebih murah bagi pemerintah daripada yang berpresisi tinggi, terutama karena mereka tak ada mesin misil reaktif. Juga, bahan peledak dari bom seperti Drel berbobot 500 kilogram, ataun 70 persen dari berat totalnya. Dengan kata lain, satu hulu ledak mengandung lebih dari 370 kg bahan peledak.
Bom baru tersebut dapat dijatuhkan pada musuh dari jarak 30 kilometer, dan berkat sistem Glonass, ia akan dapat menyerang target dengan akurat (tidak seperti bom tak berpandu yang sudah kuno).
Di masa depan, industri pertahanan berencana untuk melengkapi Drel dengan mesin berenergi tinggi, yang secara drastis akan meningkatkan jangkauan bom tersebut.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda