Meskipun secara geografis sangat jauh dari Israel, hampir sejak awal berdirinya, Rusia telah memiliki hubungan dengan orang-orang Yahudi. Pada abad ke-10 — penguasanya — Pangeran Vladimir, memilih agama untuk rakyatnya, ia mempertimbangkan Yudaisme di antara agama-agama lain. Fakta ini sendiri menunjukkan bahwa orang Rusia telah mengalami kontak dekat dengan kaum Yahudi. Menurut 'Kronik Utama' (juga dikenal sebagai 'Kisah Masa Lampau'), hal yang membuat Pangeran Vladimir bingung dengan kisah orang-orang Yahudi adalah karena mereka telah diusir dari tanah mereka sendiri — Israel — dan tersebar di berbagai negeri asing.
Ivan Eggink. Pangeran Agung Vladimir memilih keyakinan, 1822
Public domainDi antara wilayah-wilayah tetangga Rusia terdapat bangsa Khazar kuno, yang kaum elitnya telah memeluk agama Yahudi. Fakta ini memunculkan hipotesis bahwa semua orang Yahudi Ashkenazi Eropa bukanlah keturunan dari nenek moyang di Israel, melainkan dari orang-orang Turki semi-nomaden dari Khazar Khaganate, yang melarikan diri ke Eropa pada abad ke-10 setelah negara mereka hancur. Namun, banyak sejarawan Israel yang menolak keras teori ini.
Setelah pengusiran orang-orang Yahudi dari berbagai negara Eropa pada abad ke-14, mereka menetap di wilayah Polandia dan Lituania, serta Ukraina dan Belarusia yang sekarang (yang berbatasan dengan Rusia pada masa itu). Namun, untuk waktu yang lama, mereka tak diizinkan untuk menetap di wilayah Rusia.
Ivan yang Mengerikan benar-benar ketat dalam hal ini — ia melarang orang Yahudi untuk memasuki negara sama sekali. Hal ini disebabkan oleh intoleransi agama terhadap orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda. Pada saat itu, masuk Kristen Ortodoks adalah satu-satunya cara untuk masuk ke Rusia. Jika mereka pindah agama, baru lah para bekas pemeluk agama Yahudi ini diizinkan untuk menetap di Rusia, — bahkan mereka dapat menerima bayaran jika melakukannya.
Selama pemerintahan Pyotr yang Agung, sikap pemerintah terhadap orang Yahudi berubah. Tsar sangat menyukai segala sesuatu yang asing dan berbeda, ia bahkan membujuk beberapa orang Yahudi Polandia dan memberi mereka posisi-posisi penting di pemerintahan. Sebagai contoh, Baron Peter Shafirov adalah seorang diplomat penting (yang menjalin hubungan dengan Raja Polandia) dan bertanggung jawab atas seluruh layanan pos Rusia.
Namun, segera setelah kematian Pyotr, sikap negatif terhadap orang Yahudi kembali muncul. Istri mendiang tsar, Ekaterina I, mengusir mereka dari negara itu. Putri Pyotr — Elizabeth — melanjutkan kebijakan yang sama. Terlepas dari kenyataan bahwa Senat mencoba meyakinkannya untuk setidaknya mengizinkan pedagang Yahudi untuk sementara waktu hadir pada pameran perdagangan, ia tetap bersikeras mengusir kaum Yahudi dari wilayahnya dan mengungkapkan bahwa "Saya tidak ingin mendapatkan keuntungan apa pun dari musuh-musuh Kristus."
Orang Yahudi di Odessa (saat itu Kekaisaran Rusia), 1876
John Buchan TelferPopulasi Yahudi yang cukup besar muncul di Rusia pada akhir abad ke-18, ketika beberapa bagian Polandia (tempat tinggal sejumlah besar orang Yahudi Ashkenazi) dan Krimea, tempat tinggal orang Yahudi Krimea — Krymchak dan Karaim (kelompok etnis lokal yang telah mengadopsi Yudaisme) — telah tinggal sejak zaman kuno, menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia. Untuk waktu yang singkat, Ekaterina yang Agung bahkan mengizinkan orang-orang Yahudi Polandia yang giat untuk tinggal di berbagai kota besar dan kecil, berdagang dan terlibat dalam kerajinan tangan dan menjadi rentenir.
Namun, dengan sangat cepat, kedekatan dengan populasi Yahudi sebagai minoritas pun memicu kebencian yang cukup ekstrem di antara orang-orang Rusia. Orang-orang Yahudi tak mau berasimilasi dan sangat religius (Yudaisme yang mereka anut membuat orang Kristen Ortodoks takut). Selain itu, mereka juga membuat orang Rusia kesal sebagai pesaing, karena mereka sangat sukses dalam berdagang. Ada keluhan bahwa orang-orang Yahudi mengeksploitasi tenaga kerja dan mereka disalahkan atas penderitaan orang lain.
Peta Rusia Barat yang menunjukkan pemukiman Yahudi (dari Ensiklopedia Yahudi). 1901
Public domainPada tahun 1791, Ekaterina II mengeluarkan dekrit yang menyatakan bahwa orang Yahudi hanya boleh tinggal di wilayah-wilayah tertentu di barat daya kekaisaran dan wilayah-wilayah di mana mereka pernah tinggal saat menjadi bagian dari kekaisaran. Wilayah-wilayah tersebut adalah wilayah Polandia, Lituania, Latvia, Belarusia, Ukraina, dan Moldova saat ini.
Perbatasan wilayah ini kemudian disebut 'Perbatasan Pemukiman'. Sejumlah besar orang Yahudi berbicara bahasa Yiddi dan tinggal di 'shtetl' — kota-kota kecil untuk "kelas menengah ke bawah", yaitu kelompok sosio-ekonomi pedagang dan pengrajin. Sebagai contoh, banyak orang Yahudi (termasuk penyair besar Rusia Joseph Brodsky) mendapatkan nama keluarga mereka — Brodsky — dari 'shtetl' Brody di Polandia (sekarang di Ukraina).
Pena Yehuda. Perceraian, 1907. Dari serangkaian lukisan tentang kehidupan di 'Pale of Settlement'
Public domainPada akhirnya, di akhir abad ke-19, ada sekitar lima juta orang Yahudi yang tinggal di Rusia. Mereka adalah kelompok etnis terbesar kelima di negara ini, dengan hampir semua dari mereka tinggal di dalam 'Batas Pemukiman' dan menikmati hak-hak yang terbatas. Pada saat yang sama, orang Yahudi memiliki tingkat kelahiran yang tinggi dan kondisi kehidupan yang relatif layak. Jika pada kuartal pertama abad ke-19, sekitar setengah dari populasi Yahudi dunia tinggal di Kekaisaran Rusia, pada akhir abad ke-19, angkanya telah mencapai 80 persen (angka tersebut dikutip dalam sebuah buku karya sejarawan Israel — Shlomo Sand).
Meski sangat sulit, untuk pindah ke luar wilayah 'Batas Pemukiman' adalah hal yang mungkin dilakukan. Seseorang harus mendapatkan status pedagang dari serikat pekerja tingkat pertama, menerima pendidikan tinggi, menjalani masa tugas tertentu di ketentaraan, atau diakreditasi ke serikat pekerja tertentu. Daftar profesi yang memungkinkan seseorang untuk menetap di luar 'Batas Pemukiman' secara bertahap diperluas (seperti: dokter, apoteker, dan lain-lain). Namun pada saat yang sama, akses mereka ke sekolah dan lembaga pendidikan dipersulit.
Aturan-aturan tersebut tidak terlalu keras bagi orang-orang Yahudi Bukhara dan Pegunungan, yang tinggal di Kaukasus dan Asia Tengah — daerah-daerah yang diserap ke dalam Kekaisaran setelah diperkenalkannya 'Batas Pemukiman'.
Potret seorang Yahudi, dari seri "Jenis-jenis Kebangsaan Asia Tengah", 1876
Kunstkamera/russiainphoto.ruUntuk waktu yang lama, orang-orang Yahudi di Moskow hanya diizinkan untuk menetap di satu tempat (Glebovskoye Podvorye — yang merupakan tempat sinagoge pertama kali muncul pada akhir abad ke-19).
Pada saat yang sama, orang-orang Yahudi yang pindah agama menjadi Kristen diberikan semua hak yang memang dinikmati oleh warga Kekaisaran lainnya.
Kebijakan pihak berwenang terhadap orang Yahudi kemudian mengalami beberapa perubahan. Kebijakan tersebut diliberalisasi di bawah pemerintahan Aleksandr I, yang bahkan membebaskan orang-orang Yahudi yang ada di wilayah-wilayah yang baru diakuisisi dari kewajiban wajib militer. Tsar Aleksandr II juga diketahui melonggarkan hukum. Misalnya, ia mengizinkan komunitas Yahudi untuk membangun sinagoge di luar 'Batas Pemukiman' sehingga, tak lama, sinagoge benar-benar menjamur di banyak kota; termasuk Rusia Tengah, Moskow, Sankt Peterburg, dan juga Siberia — tempat tinggal sejumlah besar orang yang dideportasi dan mantan narapidana.
Orang-orang Yahudi berbincang di depan sebuah toko, sekitar tahun 1916
Public DomainBanyak orang Yahudi yang sangat makmur di bawah pemerintahan Aleksandr II. Sebagai contoh, keluarga perbankan Günzburg menjadi terkenal secara nasional dan mereka bahkan diberi gelar baron. Ada juga industrialis besar Yahudi, seperti pebisnis gula Brodsky.
Bahkan pada akhir abad ke-19, orang Yahudi mulai berintegrasi dengan kuat dalam kehidupan budaya negara dan banyak seniman, musisi, dan tokoh-tokoh terkemuka lainnya yang merupakan orang Yahudi. Sebagai contoh, seniman Isaac Levitan mendaftar di Sekolah Seni Lukis, Patung, dan Arsitektur Moskow – dan bahkan dibebaskan dari biaya kuliah, karena ia sangat berbakat. Kemudian, Levitan diketahui meraih kesuksesan luar biasa dalam lukisan lanskap realis Rusia.
Isaac Levitan. Atas Kedamaian Abadi, 1894
Tretyakov GallerySelain itu, ada pematung Mark Antokolsky dan pianis Anton Rubinstein yang menjadi tokoh publik dan dikenal luas. Terhitung pada pergantian abad ke-19 dan ke-20, sudah ada lusinan tokoh terkenal; termasuk di antaranya seniman Marc Chagall dan penari Ida Rubinstein. Pada abad ke-20, sejumlah penulis Yahudi muncul — Isaac Babel, Ilya Ilf, Osip Mandelstam, Vasily Grossman, Joseph Brodsky, dan Mikhail Zhvanetsky — adalah beberapa di antaranya. Mereka semua adalah perwakilan dari budaya Rusia, sementara penulis Sholem Aleichem, yang berasal dari shtetl Ukraina adalah seorang penggagas sastra bahasa Yiddi. Selain itu, ada Alisa Rosenbaum yang lahir dari keluarga apoteker Yahudi dari Sankt Peterburg — yang lebih dikenal sebagai Ayn Rand — adalah penulis novel 'Atlas Shrugged'.
Joseph Brodsky
Legion MediaPada saat yang sama, sudah ada banyak orang Yahudi di antara kaum muda yang berpikiran revolusioner, termasuk anggota organisasi 'Narodnaya Volya' ('Kehendak Rakyat'), yang berada di balik pembunuhan Aleksandr II pada tahun 1881.
Kebijakan terhadap orang Yahudi — sekali lagi — diperketat di bawah pemerintahan Tsar Aleksandr III yang konservatif. Bahkan di masa pemerintahannya, terjadi pogrom anti-Yahudi dan pihak berwenang menutup mata atas peristiwa tersebut. Tsar sendiri secara pribadi dianggap sebagai anti-Semit. Sejumlah sinagoge yang ada pun ditutup, sementara muncul larangan pembangunan sinagoge baru. Di samping itu, 'Batas Pemukiman' kembali ditegakkan.
Nikolay II, yang naik takhta pada 1894, juga tidak melunakkan kebijakan ini terhadap orang-orang Yahudi, yang mulai beremigrasi secara massal, karena semakin seringnya terjadi pogrom. Sebagai contoh, Golda Meir, yang kemudian menjadi salah satu pendiri Negara Israel dan satu-satunya perdana menteri perempuan Israel — ia meninggalkan Kekaisaran Rusia bersama orang tuanya pada tahun 1903. Meir lahir di Kiev dan ayahnya bahkan diberikan hak untuk menetap di luar 'Batas Pemukiman'.
Revolusi Bolshevik 1917 sendiri dipandang sebagai sebuah revolusi yang dilakukan oleh kaum muda Yahudi yang ambisius dan ingin mendapatkan akses ke "mobilitas sosial". Para pemimpin dan nama-nama penting dalam Revolusi ini termasuk sejumlah besar orang Yahudi: Leon Trotsky (nama asli Bronstein), Grigory Zinoviev (Apfelbaum), Lev Kamenev (Rozenfeld), dan Yakov Sverdlov.
Leon Trotsky, 1918
RijksmuseumBanyaknya jumlah kaum revolusioner Yahudi berkontribusi pada munculnya teori konspirasi komunis Yahudi, sesuatu yang kemudian banyak dimainkan oleh para propagandis Nazi dengan menyamakan Bolshevisme dan Komunisme dengan Yahudi.
Revolusi dan kekuatan Soviet tidak hanya memungkinkan orang Yahudi untuk menetap di tempat yang mereka inginkan, tetapi juga — untuk pertama kalinya — dapat memegang posisi penting di negara, menerima pendidikan dan mengejar profesi apa pun. Pada saat yang sama, hal ini memicu gelombang anti-Semitisme, termasuk di antara para penentang revolusi. Misalnya, ada Judaeofobia yang merajalela dari seorang jenderal kaum putih, Denikin, yang secara efektif memberikan restu pada aksi pogrom di Rusia Selatan. Selain itu, jika sebelumnya anti-Semitisme lebih bersifat religius, kini "yid" mulai tak disukai di tingkat sehari-hari (orang Yahudi dianggap hidup lebih baik dengan mengorbankan orang lain).
Stalin menerapkan kebijakan kebangsaan garis keras, memukimkan kembali kelompok-kelompok etnis, termasuk Yahudi. Dia berencana untuk mendirikan "Tanah Perjanjian" Soviet di Timur Jauh: Inilah awal mula terbentuknya Oblast Otonomi Yahudi — sebuah wilayah di Rusia yang masih ada hingga hari ini. Proyek ini — dapat dikatakan — gagal: hanya sedikit orang yang secara sukarela berminat untuk tinggal di wilayah yang begitu jauh dan tidak cukup ramah untuk dihuni.
Pada masa pemerintahan Stalin, terjadi spiral baru dalam anti-Semitisme yang disponsori negara, seperti "Plot Dokter" di mana sekelompok dokter Yahudi dituduh melakukan peracunan dengan sengaja. Orang Yahudi Soviet menghadapi tantangan dan konsekuensi dari anti-Semitisme yang ada dalam masyarakat mereka.
Rabi Yakov Fishman selama Rosh Hashanah di Sinagoge Paduan Suara Moskow, 27 September 1973
Museum Sejarah Yahudi di Rusia/russiainphoto.ruUni Soviet sama kerasnya dalam memerangi Yudaisme seperti halnya dalam memerangi agama-agama lain: Sinagoge ditutup dan bangunannya dijadikan gudang atau rumah budaya.
Sebelum invasi Nazi Jerman, Uni Soviet masih memiliki populasi Yahudi terbesar di dunia — hampir lima juta orang untuk populasi permanen, dan setengah juta pengungsi. Pada akhir perang, hanya kurang dari setengahnya yang tersisa. Beberapa tewas, beberapa pindah ke wilayah lain, dan beberapa dipulangkan ke Israel.
Banyak orang Yahudi Soviet menjadi ateis dan memutuskan hubungan dengan tradisi Yahudi. Dengan dimulainya pencairan pada 1960-an, banyak orang Yahudi di Uni Soviet mulai merasa didiskriminasi. Kata 'Yahudi' di kolom 'Etnis' pada paspor Soviet hampir mirip dengan stigma dan orang-orang merasa tidak nyaman untuk mengungkapkannya. Banyak orang Yahudi yang secara diam-diam dihalang-halangi untuk masuk ke lembaga pendidikan tinggi dan dicegah untuk menaiki tangga karier. Selain itu, ada juga anti-Semitisme yang umum. Banyak orang mulai menyembunyikan latar belakang mereka dan bahkan memalsukan dokumen identitas mereka (hal ini, khususnya, yang menyebabkan banyak orang kemudian mengalami masalah dalam proses pemulangan — karena mereka tidak memiliki dokumen yang diperlukan untuk mengonfirmasi latar belakang etnis mereka).
Perpisahan bagi mereka yang akan berangkat ke Israel di bandara Sheremetyevo Moskow, 1970-an
jewish-museum.ruSituasi ini menyebabkan eksodus massal orang Yahudi ke Israel, dimulai pada tahun 1970-an dan berlanjut secara intensif pada periode perestroika. Sekitar 600.000 orang Yahudi beremigrasi pada saat itu atau dipulangkan dari Uni Soviet. Saat ini, lebih dari seperempat populasi Israel terdiri dari orang-orang yang pindah dari Uni Soviet dan merupakan penutur bahasa Rusia.
Menurut sensus penduduk nasional Rusia tahun 2020, lebih dari 82.000 orang yang mengidentifikasi diri sebagai orang Yahudi yang tinggal di Rusia saat ini (tetapi, mengingat kolom 'Etnis' di paspor telah dihapus, tampaknya tidak mungkin untuk memverifikasi angka tersebut).
Sejumlah umat menghadiri kebaktian malam di Sinagoge Paduan Suara Agung yang menandai Hari Keselamatan dan Pembebasan Yahudi Eropa dari Nazi, 2021
Mikhail Tereshchenko/TASSMenurut informasi yang diberikan oleh Federasi Komunitas Yahudi Rusia, ada komunitas Yahudi di lebih dari 100 kota di Rusia, 45 di antaranya memiliki rabi sendiri. Selain itu, lebih dari 30 restoran dan toko kosher yang beroperasi di seluruh negeri, serta banyak sekolah anak-anak, penerbit khusus, outlet media, dan toko buku.
Pembaca yang budiman,
Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda