Seperti Apa Nasib Olahraga Soviet di Bawah Kepemimpinan Stalin?

Sergei Vasin/MAMM/MDF/russiainphoto.ru
Dorongan massal untuk mempromosikan olahraga dan hidup sehat berjalan seiring dengan isolasi efektif Uni Soviet dari semua kompetisi internasional utama. Atlet menjadi pahlawan nasional, akan tetapi banyak dari mereka yang terjebak dalam “pengasingan”.

Tak lama setelah berkuasa, pemerintah Soviet mempromosikan pengembangan olahraga dan budaya fisik secara massal. Buruh, tentara, dan petani semuanya harus bugar dan sehat untuk membangun negara baru, jadi olahraga didorong dari usia yang sangat dini. Berbagai poster olahraga beredar di masa itu. “Pikiran yang sehat membutuhkan tubuh yang sehat” adalah slogan yang bergema di seluruh negeri.

Promosi olahraga mencapai puncaknya pada tahun 1930-an, ketika Stalin, petinggi partai, dan tamu asing yang terhormat mengamati parade olahraga yang luar biasa di Lapangan Merah dari atas Mausoleum Lenin. Ini adalah prosesi berskala besar yang penuh dengan kekuatan dan demonstrasi akrobatik, bendera Soviet, dan potret Stalin yang sangat besar. Mereka mengaburkan batas antara olahraga dan politik secara ekstrem.

Parade olahraga di Lapangan Merah

Salah satu yang terbesar diadakan pada tahun 1945, didedikasikan untuk Kemenangan dalam Perang Dunia II. Lebih dari 25.000 atlet dari 16 Negara Republik Sosialis Soviet ambil bagian dalam pawai tersebut.

Asosiasi olahraga resmi dan sukarela

Olahraga Soviet berkembang melalui asosiasi olahraga sukarela: hampir setiap pertanian kolektif, lembaga pendidikan, dan perusahaan memiliki tim olahraganya sendiri. Asosiasi sukarela dan serikat pekerja bekerja keras untuk merekrut anggota baru — sedangkan pada tahun 1928 hanya 53.000 penduduk pedesaan yang menjadi anggota klub olahraga, pada tahun 1935 jumlahnya mencapai setengah juta.

Asosiasi olahraga sukarela terbesar di negara itu adalah Spartak, yang didirikan pada tahun 1935 oleh serikat pekerja industri. Dua tahun setelah pendiriannya, asosiasi tersebut memiliki lebih dari 120.000 atlet. Belakangan, asosiasi tersebut menyatukan pekerja dari setiap industri yang ada, dan pada pertengahan 1950-an keanggotaannya melebihi 450.000 orang.

Selain itu, banyak asosiasi olahraga bersifat “resmi” — yaitu, terkait dengan kementerian atau departemen pemerintah. Misalnya, Dynamo berafiliasi dengan Kementerian Dalam Negeri (dikenal di bawah Stalin sebagai Komisariat Dalam Negeri NKVD), sedangkan CSKA (Klub Olahraga Pusat Angkatan Darat) untuk tentara; keduanya masih eksis hingga saat ini. Lapangan olahraga, stadion, dan kolam renang dibangun untuk mereka. Pada tahun 1928, stadion terbesar di negara itu dibangun untuk Dynamo, mampu menampung 25.000 penonton.

Stadion Dinamo di Moskow

Angkatan Udara juga memiliki timnya sendiri; di Distrik Militer Moskow setelah perang, Angkatan Udara diawasi langsung oleh putra Stalin, Vasily. Dia aktif mengembangkan tim olahraga distrik, termasuk sepak bola, hoki, dan bola basket.

Stalin sendiri menyukai sepak bola: pada tahun 1936, khusus untuknya, sebuah pertandingan dimainkan tepat di Lapangan Merah, di mana permukaan buatan seluas 9.000 meter persegi diletakkan di atas lantai batu (baca lebih lanjut di sini). Ada berbagai legenda tentang sepak bola di bawah Stalin. Salah satunya, selama paruh waktu pertandingan Olimpiade 1952, ketika Uni Soviet kalah dari Yugoslavia, Stalin menelepon ruang ganti, mengancam bahwa tim Soviet tidak diizinkan kalah dari "Nazi dari kelompok Tito"! Khawatir akan nyawa mereka, mereka berhasil memenangkan pertandingan.

Pertandingan sepak bola di Lapangan Merah

Uni Soviet dan Pertandingan Olimpiade

Selama bertahun-tahun, pemerintah Soviet memiliki hubungan yang buruk dengan Olimpiade. Olimpiade pasca-revolusi pertama berlangsung pada tahun 1920, tetapi Komite Olimpiade belum mengakui Soviet Rusia. Pertandingan berikutnya, pada tahun 1924, diboikot oleh Uni Soviet sendiri — partai tersebut menolak untuk berpartisipasi dalam acara "borjuis" ini.

Poster Spartakiad-1928

Uni Soviet mempertahankan sikap permusuhannya hingga tahun 1952. Kemudian, pada Pertandingan Musim Panas ke-15 di Helsinki, atlet Soviet ambil bagian untuk pertama kalinya dan meraih posisi kedua dengan jumlah medali yang diraih.

Karena perbedaan ideologis, atlet Soviet tidak berpartisipasi dalam Kejuaraan Dunia dan Eropa. Sebaliknya, pada 1920-an dan 30-an, Uni Soviet mengorganisir kompetisi alternatifnya sendiri: Spartakiad, dinamai dari Spartacus, pemimpin legendaris pemberontakan budak di Roma Kuno. Atlet dari negara-negara yang memiliki organisasi sosialis dan pekerja diundang untuk ambil bagian. Seperti pada tahun 1928, “All-Union Spartakiad” diadakan di Moskow, menampilkan 7.000 pesaing, lebih dari 600 diantaranya berasal dari organisasi olahraga pekerja dari 17 negara, termasuk AS dan Jerman.

Prangko yang didedikasikan untuk Spartakiad-1935

Olahraga sendiri: dari istilah hingga jenis

Uni Soviet melakukan lebih dari sekadar memboikot kompetisi Barat. Sebagai bagian dari kampanye "untuk memerangi ketundukan terhadap Barat", pemerintah memperkenalkan banyak istilah olahraga versi Rusia. Misalnya, nama banyak pukulan tinju diganti: 'uppercut'  menjadi 'udarom snizu' ("serang dari bawah"), dan 'hook' menjadi 'bokovoy udar' ("pukulan samping"); dalam gulat, 'suplex' menjadi 'brosok progibom' ("lemparan defleksi").

pelatihan sambo

Selain itu, Uni Soviet menciptakan olahraganya sendiri. Sperti pada tahun 1930-an, seni bela diri jujitsu dan judo dilarang, digantikan oleh sambo "bentuk pertarungan yang benar secara ideologis" (pertahanan diri tanpa senjata). Pada tahun 1960-an, olahraga ini bahkan diakui secara global dan diikutsertakan dalam sejumlah kompetisi.

Uni Soviet juga membuat permainan berdasarkan bola voli: itu juga melibatkan dua tim yang dibagi dengan jaring, tetapi alih-alih melakukan tendangan voli, mereka diizinkan untuk menangkapnya. Karena dimainkan oleh sebagian besar pionir muda, itu disebut "pioneerball".

Olahraga dan persepsi

Terlepas dari mempopulerkan olahraga secara massal, banyak atlet yang “diasingkan” di akhir tahun 1930-an. Mereka yang menghadiri kompetisi di luar negeri sangat berisiko dituduh melakukan spionase, dan atlet yang sangat sukses dengan mudah dikecam oleh penonton yang iri.

Hal itu mencapai titik absurditas: misalnya, klub ski di Universitas Negeri Budaya Fisik, Olahraga, Pemuda dan Pariwisata dinyatakan sebagai "organisasi teroris" — anggota yang merupakan kelompok mahasiswa ditangkap, dan pemimpinnya ditembak.

Pemegang rekor lompat tinggi Nikolai Kovtun ditangkap tepat di tengah latihan. Dia menghabiskan lebih dari sepuluh tahun di Gulag hanya karena orang tuanya, bahkan sebelum Revolusi, telah bekerja di Kereta Api Timur Cina di Harbin (pada tahun 1930-an, sebuah kampanye diluncurkan terhadap mantan pekerja di jalur kereta api ini dan keluarga mereka untuk “menghapuskan sabotase, spionase, dan elemen teroris.”)

Kepala tim sepak bola Soviet dan manajer Spartak, Nikolai Starostin

Ketua asosiasi olahraga serikat pekerja Spartak, Nikolai Starostin, juga dikecam dan dikirim ke penjara. Dikabarkan bahwa alasan sebenarnya di balik pemenjaraan Starostin adalah kemenangan tim sepak bolanya di Piala Uni Soviet 1939. Dalam perjalanan untuk meraih trofi, Spartak mengalahkan Dynamo yang disebutkan di atas dan — bahkan lebih berbahaya — sebuah klub dengan nama jitu “Stalinets”. Sedihnya, kisah represi olahraga ini sama sekali tidak terisolasi.

Lalu, apa saja fakta lain dibalik dunia olahraga era Uni Soviet? Simak selengkapnya!

Pembaca yang budiman,

Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:

  • ikutilah saluran Telegram kami;
  • berlanggananlah pada newsletter mingguan kami; dan
  • aktifkan push notifications pada situs web kami.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki