Artileri Soviet di dekat Moskow pada November 1941.
SputnikPada Oktober 1941, Uni Soviet berada di ambang bencana. Di Vyazma, sebuah kota yang hanya berjarak 200 kilometer di sebelah barat Moskow, Tentara Merah kehilangan hingga satu juta personel. Mereka tewas terbunuh, terluka, atau ditawan. Kini, jalan menuju ibu kota Soviet terbuka lebar bagi Wehrmacht (nama angkatan bersenjata Jerman Nazi sejak 1935—1945).
Sampai kedatangan divisi baru dari Siberia, Ural, dan Timur Jauh Rusia, komando Soviet melakukan segala upaya demi menahan musuh. Namun demikian, pergerakan pasukan Jerman tak terbendung, dan pada 2 Desember, unit Divisi Panzer Ke-2 menduduki Desa Krasnaya Polyana yang hanya berjarak 30 kilometer dari Kremlin.
Komando Jerman yakin bahwa Tentara Merah akan segera hancur. Dalam upaya untuk memberikan pukulan terakhir yang menentukan, Jerman mengabaikan fakta bahwa serangan balik Soviet yang terus-menerus telah membuat pasukannya kelelahan dan kewalahan, sementara divisi tank dan kendaraan bermotor, yang mulai mendekati Moskow, berjuang untuk mengatasi ladang ranjau yang berlimpah. Di sisi lain, masalah pasokan memperburuk situasi. Kuda-kuda pasukan Jerman mati massal karena kekurangan pakan pada awal musim dingin.
Pada 5 Desember, ketika musuh benar-benar lengah, pasukan Soviet di Front Barat di bawah komando Georgy Zhukov dan Front Barat Daya di bawah komando Konstantin Timoshenko melancarkan serangan balasan besar-besaran. Para penyerbu yang sudah kelelahan terlempar kembali dari ibu kota, sementara di beberapa tempat pergerakan mundur pasukan Jerman malah berubah menjadi upaya untuk bertahan hidup. Baru pada awal Januari 1942 Jerman berhasil menstabilkan garis depan.
“Serangan Moskow kandas. Semua pengorbanan dan upaya pasukan kami yang gagah berani sia-sia,” tulis Jenderal Heinz Guderian dalam bukunya Kenangan Seorang Prajurit. Strategi blitzkrieg (perang kilat) telah gagal. Pasukan Jerman, yang telah didorong mundur sejauh 100—250 kilometer tak lagi menjadi ancaman serius bagi ibu kota Soviet.
Infanteri Soviet di Stalingrad.
Heritage Images/Getty ImagesSetelah kekalahan telak pasukan Soviet di dekat Kharkov pada Mei 1942, Wehrmacht mengambil kesempatan untuk melancarkan serangan besar-besaran di ladang minyak Kaukasus dan Kota Stalingrad, sebuah pusat industri dan pusat transportasi penting di wilayah Volga. Kehilangan kota ini berarti akhir bagi Tentara Merah.
Pengeboman besar-besaran dan pertempuran jalanan yang ganas benar-benar menghancurkan Stalingrad. Nyaris putus asa, Tentara Merah terus melancarkan serangan melawan Angkatan Darat Ke-62. Bagaimanapun, mereka terpaksa mundur ke sungai dan berjuang mempertahankan pabrik Krasny Oktyabr dan Titan-Barrikday yang vital.
“Kami lapar dan dihinggapi kutu, tetapi di tengah hiruk pikuk itu, ada saatnya ketika saya tidak mengasihani siapa pun, bahkan diri saya sendiri .... Kami berjuang sekuat tenaga demi setiap batu bata di setiap dinding dan, pada malam hari, kami dan pasukan Jerman akan merangkak maju melalui pabrik dan terowongan. Kami melakukannya untuk mencari makanan dan amunisi, pasukan Jerman mendorong kami ke Sungai Volga. Pertempuran tangan kosong tak terelakkan ...,” kenang Milya Rozenberg, seorang prajurit dari Divisi Infanteri Ke-138.
Pada 19 November 1942, ketika Angkatan Darat Ke-6 Jerman mulai lengah, Soviet melancarkan serangan besar-besaran ke sisi-sisinya, yang dipertahankan oleh pasukan Rumania yang tak bersenjata lengkap. Setelah menembus pertahanan mereka, Tentara Merah mengepung 330 ribu pasukan musuh di Stalingrad, dan pada awal Februari 1943 telah memusnahkan semuanya. Jika diakumulasi, korban manusia dalam pertempuran paling berdarah dalam sejarah itu mungkin mencapai dua juta orang tewas dan terluka dari kedua belah pihak.
Kekalahan di Stalingrad sangat mengejutkan Reich Ketiga dan sekutunya. Akibatnya, sekutu-sekutu Jerman diam-diam mulai mencari cara untuk melepaskan diri dari konflik tersebut. Turki, misalnya, membatalkan rencananya untuk turut menginvasi Uni Soviet. Itu adalah momen penting dalam perang global yang lebih luas.
Serangan Tentara Tank Pengawal Ke-5 Soviet selama Pertempuran Kursk.
Ivan Shagin/SputnikPada musim panas 1943, Jerman tengah mempersiapkan serangan besar-besaran di bagian tengah front Soviet-Jerman di wilayah Kota Kursk. Dengan mengalahkan Tentara Merah di sini, Wehrmacht berharap dapat merebut kembali keunggulan yang hilang setelah bencana di Stalingrad.
Namun, rencana Jerman untuk melakukan serangan mendadak digagalkan. Intelijen militer Soviet berhasil mengetahui lebih awal tentang Operasi Benteng, bahkan tanggal pasti kapan operasi tersebut akan dimulai — 5 Juli.
Hingga dua juta personel, 4.000 pesawat dan 6.000 tank dari kedua belah pihak terlibat dalam Pertempuran Kursk, menjadikan pertempuran tersebut sebagai salah satu pertempuran tank terbesar dalam sejarah.
Serangan utama Jerman disambut dengan perlawanan sengit oleh para prajurit Soviet. Seminggu kemudian, musuh hanya melangkah tak lebih dari 12 kilometer. “Pertempuran itu begitu ganas sehingga saya ingat dengan jelas bahwa saya berharap diri ini terluka atau terbunuh …,” kenang Komandan Kompi Mortir Yevgeny Okishev. “Suasana tegang, panas luar biasa, tidak ada makanan ... kubu kami berada di tempat yang tinggi, segala upaya untuk mendekat akan terkena tembakan Jerman.”
Setelah menahan pukulan Jerman, Tentara Merah akhirnya melancarkan serangan balasan berskala besar dan membuat musuh yang sudah kelelahan kalah telak. Kali ini, peluang Wehrmacht dalam perang melawan Uni Soviet sirna untuk selamanya. “Tidak ada lagi hari-hari tenang di Front Timur,” kata Heinz Guderian dalam buku Kenangan Seorang Prajurit.
Partisan Soviet di Minsk, 1944.
V. Mezhevich and V. Shuba/TASSPada musim panas 1944, Tentara Merah mengerahkan strategi blitzkrieg Wehrmacht untuk melawan Jerman. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, penyebaran formasi tank dan pesawat yang terkoordinasi dengan baik dapat mengalahkan pertahanan musuh yang unggul secara jumlah. Sekarang, Soviet menggunakan taktik untuk mengepung dan dengan cepat menghancurkan kelompok besar pasukan Jerman.
Serangan besar-besaran terhadap Satuan Darat Grup Tengah di Belarus, yang dimulai pada 23 Juni 1944, menjadi kejutan yang tak menyenangkan bagi komando Jerman. Mereka percaya bahwa Tentara Merah akan terus memprioritaskan Ukraina sebagai tujuan utama serangannya supaya dapat mencapai ladang minyak Rumania.
Operasi Bagration, dinamai menurut Pyotr Bagration, seorang komandan Rusia selama Perang Patriotik tahun 1812 melawan Napoleon, berlangsung lebih dari dua bulan. Selama periode ini, pasukan Soviet, yang berhasil bergerak sejauh 600 kilometer ke barat, membebaskan wilayah Belarus dan sebagian Polandia timur, dan hampir mencapai Warsawa dan Prusia Timur. Dengan setengah juta personel tewas, terluka, atau ditangkap, riwayat Pusat Grup Angkatan Darat pun tamat untuk selama-lamanya.
Partisan Belarus berperan penting dalam operasi tersebut. Mereka tak hanya menunjukkan area yang paling rentan dalam pertahanan musuh, tetapi juga menyerang dari belakang, membantu pasukan penyerang pada saat-saat paling menentukan selama pertempuran. “Setiap hari daftar kereta fasis yang tergelincir bertambah panjang,” tulis Marsekal Ivan Baghramyan dalam memoarnya Begitulah Cara Kami Menuju Kemenangan. “Operasi kereta api di bagian belakang Nazi hampir lumpuh. Bagi mereka, di jalan pun situasinya tak mudah. Para partisan sama sekali tidak memberi ampun di sini, siang atau malam.”
Pada 17 Juli 1944, barisan tawanan perang Jerman yang ditangkap selama pertempuran di Belarus diiring melalui jalan-jalan Moskow. Sebanyak 57 ribu tentara dan perwira Jerman, termasuk puluhan jenderal, turut dalam apa yang dikenal sebagai “Parade Orang-Orang yang Ditaklukkan” di ibu kota Soviet.
Pasukan Soviet menyerbu Reichstag.
SputnikUntuk menyerang ibu kota Reich Ketiga, komando Soviet mengerahkan kekuatan lebih dari dua juta orang. Mereka diadang oleh 800 ribu tentara Wehrmacht, SS, dan Volkssturm (milisi rakyat). Para pembela Jerman mengubah kota mereka menjadi benteng yang tak tertembus dengan beberapa garis pertahanan seiring pergerakan Tentara Merah yang kian mendekat.
Pada 20 April 1945, artileri jarak jauh Korps Senapan Ke-79 “mengucapkan selamat” kepada Hitler pada hari ulang tahunnya dengan melakukan serangan artileri pertama di Berlin. Lima hari kemudian, kota itu dikepung oleh Tentara Merah.
Selama hampir seminggu, pertempuran sengit berlanjut di jalan-jalan Berlin. Setiap jalan yang dilalui tentara Jerman penuh dengan barikade, galian, parit, dan sarang senapan mesin. Makin dekat pasukan Soviet ke pusat, makin kuat perlawanannya.
Pada 30 April, pertempuran merebut Reichstag dimulai. Meskipun bendera merah dikibarkan di atasnya pada pagi hari tanggal 1 Mei, pertempuran itu sebetulnya berlangsung sepanjang hari.
Setelah Hitler bunuh diri pada hari yang sama, 30 April, kepemimpinan baru Jerman mengusulkan gencatan senjata kepada komando Soviet. Meski begitu, Uni Soviet menegaskan bahwa pihaknya hanya menerima permintaan menyerah tanpa syarat. Jerman menolak, dan pertempuran pun dilanjutkan dengan semangat baru, tetapi tidak lama. Pada 2 Mei, garnisun Berlin akhirnya menyerah.
“Prajurit-prajurit kita menunjukkan kepahlawanan, inspirasi, dan keberanian yang luar biasa dalam pertempuran. Kedewasaan tentara kita, pertumbuhannya selama masa perang, sepenuhnya tecermin dalam Pertempuran Berlin. Para prajurit, sersan, perwira, dan jenderal dalam operasi Berlin membuktikan diri mereka dewasa secara kreatif, tegas, dan sangat berani,” tulis Marsekal Georgy Zhukov.
Secara total, lebih dari 75 ribu tentara Soviet menyerahkan nyawa mereka dalam pertempuran demi merebut ibu kota Jerman.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda