Arkady Kamanin: Pilot Termuda Soviet yang Bertempur Sejak Usia 14 Tahun pada PD II

Pada usia 16 tahun, Arkady Kamanin sudah melakukan ratusan misi tempur dan mengantongi sejumlah beberapa penghargaan tinggi militer. Namun sayang, kariernya terhenti saat berusia 18 tahun.

Puluhan ribu anak ikut bertempur dalam konflik paling brutal dan berdarah dalam sejarah umat manusia, Perang Dunia (PD) II. Anak-anak di bawah umur tentu saja tidak dipanggil ke medan perang. Sebagian besar dari mereka bekerja di pabrik-pabrik yang memproduksi amunisi. Akan tetapi, ada juga sejumlah anak yang memiliki hasrat menggebu-gebu untuk melawan musuh sehingga akhirnya memutuskan kabur dari rumah dan berhasil maju ke garis depan.

Di ketentaraan negara-negara yang bertikai dan di detasemen partisan, sebagian besar anak-anak dipekerjakan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga, jauh dari garis depan. Meski demikian, beberapa dari mereka berhasil mengambil bagian dalam serangan pengintaian, penyergapan dan tindakan sabotase, serta dalam pertempuran nyata.

Banyak remaja bertugas sebagai prajurit infanteri, pembawa peluru, penembak jitu, dan beberapa bahkan berhasil menguasai perangkat keras yang rumit seperti pesawat militer. Misalnya, setelah memalsukan akta kelahirannya, remaja Inggris berusia 14 tahun Tom Dobney bergabung dengan sekolah pilot dan menerbangkan pesawat pengebom malam Angkatan Udara Kerajaan setahun kemudian. Dia berhasil melakukan 20 misi tempur sebelum akhirnya muslihatnya terbongkar.

Kasus serupa juga terjadi dalam penerbangan Soviet. Namun, Arkady Kamanin yang berusia 14 tahun tidak perlu menipu siapa pun untuk menjadi pilot termuda di Angkatan Udara (AU) Tentara Merah.

Memimpikan Langit

Arkady adalah putra pilot militer terkenal Nikolay Kamanin, yang menjadi salah satu pahlawan pertama Uni Soviet karena menyelamatkan awak kapal Chelyuskin yang tenggelam di es Arktik pada 1934. Jadi, tidak mengherankan jika bocah itu terobsesi dengan burung besi sejak kecil.

Sebagai anggota keluarga militer, Arkady acap berpindah dari garnisun ke garnisun di berbagai wilayah Soviet. Ke mana pun mereka pergi, tempat pertama yang dilihat Arkady adalah lapangan terbang lokal, tempat ia menghabiskan seluruh waktu luangnya dan kadang-kadang juga waktu yang seharusnya dia habiskan di sekolah.

“Saat kembali ke Asia Tengah, dia menghabiskan waktu berhari-hari di hanggar pada tahun pertama perang. Bagi saya itu adalah hal yang paling lumrah di dunia pada saat itu: remaja mana yang akan berjalan dengan acuh tak acuh saat melihat pesawat yang sebenarnya?” tulis Nikolay Kamanin dalam memoarnya yang berjudul Letchiki i kosmonavty ‘Para Pilot dan Kosmonaut’.  

Pada usia 13 tahun, pengetahuan bocah itu tentang mekanika cara kerja pesawat kian mendalam sehingga diizinkan bekerja di bengkel pesawat. 

“Bersama yang lain, dia memperbaiki lubang, membersihkan onderdil, memperbaiki kerusakan, dan mengganti bagian yang rusak. Dia bekerja pada cuaca panas dan dingin, dalam hujan dan lumpur,” kenang sang ayah dengan bangga.

Arkady bersama ayahnya.

Pada 1942, Komandan Penerbangan Distrik Militer Asia Tengah Nikolay Kamanin dipindahkan dari Tashkent ke front Soviet-Jerman. Pada awal 1943, keluarganya bersikeras agar dia membawa mereka bersamanya.

Di tempat baru, Arkady yang berusia 14 tahun bergabung dengan Tentara Merah, menjadi mekanik peralatan khusus untuk skuadron komunikasi markas. Namun, itu tidak cukup karena ia bercita-cita menjadi penerbang.

Melihat antusiasmenya, para pilot mulai melatih Arkady. Pertama-tama mereka mengizinkannya memindahkah pesawat saat berada di landasan, kemudian menerbangkan pesawat secara horizontal, dan melakukan manuver sederhana. Remaja itu ternyata sangat cakap sehingga dia segera mempelajari cara lepas landas dan mendarat, serta dapat melakukan aerobatik yang kompleks.

Pada akhirnya, muncul pertanyaan apakah Arkady bisa dizinkan untuk terbang mandiri. Tentu saja, dia masih terlalu muda untuk pesawat tempur berkecepatan tinggi atau pesawat serang, tetapi biplan multiguna berkecepatan rendah U-2 (Po-2) yang digunakan AU Tentara Merah sebagai pesawat komunikasi dan pengintaian, serta pengebom malam sangat cocok untuknya.

Arkady Kamanin dan Nikolay Kamanin.

Pemeriksa yang menilai pilot muda itu adalah Mayor Jenderal Penerbangan Nikolay Kamanin sendiri, yang dijuluki oleh rekan-rekannya sebagai Kamenny ‘terbuat dari batu’, karena pribadinya yang sangat keras dan tegas. Namun, setelah penilaian menyeluruh, ia mengizinkan putranya terbang dan Arkady yang berusia 14 tahun diangkat sebagai pilot di Skuadron Penerbangan Komunikasi Terpisah ke-423 pada Juli 1943.

Prestasi di Langit dan di Darat

Pada awalnya, Arkady terbang dengan tugas ke markas besar AU dan ke markas di garis depan. Ketika dia berhasil meloloskan diri dengan terampil dari kejaran pesawat Messerschmitt Jerman, dia diizinkan terbang ke pos komando di garis depan dan ke detasemen partisan di belakang garis musuh.

Dalam salah satu misinya, Arkady melihat pesawat serang Il-2 yang jatuh di zona netral. Setelah mendarat di samping pesawat, remaja kurus itu berhasil menyeret pilot yang terluka bersama dengan peralatan fotografinya yang telah digunakan untuk merekam materi rahasia ke dalam Po-2-nya, dan membawanya ke rumah sakit. Alhasil, dia dianugerahi tanda jasa Orde Bintang Merah untuk aksi penyelamatan tersebut.

Pada 1944, Arkady kembali menunjukkan kemampuannya selama pertahanan markas depan dari serangan unit nasionalis Tentara Pemberontak Ukraina (diakui sebagai organisasi teroris di Rusia). Setelah berhasil lepas landas di bawah tembakan, ia mulai melempari musuh dengan granat tangan. Keberaniannya itu diganjar dengan Orde Bintang Merah kedua.

Pada akhir perang, Arkady yang telah berusia 16 tahun sudah menjadi seorang pilot berpengalaman dan telah melakukan 650 serangan mendadak. Selain dua Orde Bintang Merah, ia juga dianugerahi Orde Spanduk Merah, serta medali "Untuk Penaklukkan Budapest", "Untuk Penaklukkan Wina", dan "Untuk Kemenangan atas Jerman dalam Perang Patriotik Raya 1941—1945”.

“Arkady melakukan banyak penerbangan dengan kecerobohan dan antusiasme mudanya … Dia melayani dengan jujur, disiplin yang ketat, dan tentu saja, bermimpi melihat dirinya sebagai pilot pesawat tempur Il-2 yang sebenarnya,” tulis Nikolay Kamanin tentang putranya.  

Sayangnya, impian dan harapan pilot termuda Soviet tidak menjadi kenyataan. Setelah selamat dari Perang Dunia II, Arkady Kamanin meninggal karena meningitis pada 1947, pada usia 18 tahun.

Valery Chkalov adalah pilot pahlawan Soviet dan pembuat onar favorit Stalin. Namun sayangnya, dia meninggal dalam keadaan yang tragis.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki