Kisah Para Atlet yang Melarikan Diri dari Negeri Tirai Besi

V. Kutyrov/TASS; Fred Greenberg/Sputnik
Atlet termasuk di antara segelintir orang terpilih yang diizinkan bepergian ke luar negeri oleh pemerintah Soviet. Dengan demikian, mereka memiliki peluang lebih besar daripada orang Soviet lainnya untuk melarikan diri dari Negeri Tirai Besi. Namun, cara yang mereka tempuh terkadang cukup berisiko. Berikut beberapa kisah para pembelot itu.

Viktor Korchnoi — merencanakan pelariannya selama bertahun-tahun dan meninggalkan keluarganya

Membelot saat turnamen catur di Amsterdam pada 1976.

Viktor Korchnoi.

Grandmaster (GM) catur Viktor Korchnoi tidak pernah menyebut dirinya sebagai pembangkang atau penentang sistem dan menganggap pembelotannya sebagai langkah "penyelamatan karier". Meskipun menyandang gelar juara Uni Soviet empat kali, dia berulang kali mengatakan dalam wawancara dengan media Barat bahwa dia tidak memiliki kesempatan yang sama di negaranya sendiri dan itu bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan yang adil. 

Dia percaya, pemerintah Soviet memilih favorit mereka sendiri dan memberi mereka semua jenis dukungan.

“Pihak berwenang memilih (Anatoly) Karpov sebagai favorit mereka, karena dia sangat cocok dengan citra juara: Dia adalah orang Rusia (secara etnis), berasal dari daerah, muda, dan sangat setia kepada rezim. Selama pertandingan, Karpov akan menikmati dukungan yang belum pernah didapatkan atlet lain sebelumnya, dikelilingi oleh GM kelas satu, dan dipuji di media,” kenang Korchnoi, menggambarkan salah satu rival utamanya Anatoly Karpov.

Untuk kritik tersebut, Korchnoi pernah dikurangi gajinya dan dilarang meninggalkan Soviet. Namun, larangan itu dicabut setahun kemudian (kebetulan setelah Karpov menjaminnya). Pada 1974, ia memutuskan untuk beremigrasi, tetapi tidak memberi tahu siapa pun, bahkan istri dan putranya sendiri. Saat melakukan perjalanan ke luar negeri untuk mengikuti turnamen catur, ia mentransfer dokumen, foto, dan buku penting secara bertahap ke Eropa Barat. Dalam sebuah turnamen di Amsterdam pada 1976, dia memberikan wawancara dengan kata-kata yang keras dan sadar bahwa kali ini dia tidak akan lolos begitu saja. Keesokan paginya, dia pergi ke kantor polisi terdekat dan meminta suaka politik.

Viktor Korchnoi.

Korchnoi tidak diberikan suaka, tetapi hanya izin tinggal. Jadi, untuk mendapatkan status pengungsi, dia pergi ke Swiss dan kali itu dia berhasil. Di Soviet, keluarganya kemudian harus hidup melalui banyak kekurangan dan kesulitan — sesuatu yang telah diperkirakan oleh Korchnoi sebelum dia melarikan diri.

"Dapat diperkirakan dengan mudah bahwa putra saya akan mengalami situasi yang menyedihkan. Namun, orang-orang yang berpengalaman mengatakan kepada saya bahwa ketika mengambil keputusan seperti ini, tidak boleh melibatkan hati nurani," katanya.

Putranya Igor dikeluarkan dari universitas dan direkrut menjadi tentara untuk memastikan bahwa dalam keadaan apa pun dia tidak boleh bepergian ke luar negeri sebagai seseorang yang memiliki akses ke "rahasia militer". Menyadari hal itu, Igor mengabaikan panggilan wajib militer dan sebagai akibatnya, dia dijatuhkan hukuman dua tahun di kamp penjara di Ural. Istri Korchnoi, Bella, bahkan tidak bisa menjual mobil mereka dengan mudah. Mobil Itu terdaftar atas nama suaminya dan surat kuasa yang dikirimkan Korchnoi dari Swiss terus "hilang" dalam perjalanan. Korchnoi secara pribadi meminta Leonid Brezhnev untuk membiarkan keluarganya meninggalkan negara itu dan bahkan mengirimkan permohonan kepada Presiden Amerika Serika (AS) Jimmy Carter serta Paus. Namun, pemerintah Soviet baru memberikan izin kepada keluarganya untuk pergi pada 1982.

Ludmila Belousova dan Oleg Protopopov — disembunyikan dari satu hotel ke hotel lain

Membelot saat tur di Swiss pada September 1979.

Ludmila Belousova dan Oleg Protopopov.

Pasangan suami istri yang terkenal ini memenangkan emas pertama cabang olahraga seluncur indah untuk Soviet pada Olimpiade Musim Dingin Innsbruck 1964. Mereka kembali mengulang kesuksesan pada Olimpiade Musim Dingin berikutnya di Grenoble, Prancis. Di antara kedua olimpiade itu, mereka berhasil merebut setiap gelar yang ada pada tingkat kejuaraan dunia dan Eropa.

Berita pembelotan mereka bahkan mengejutkan Barat karena pasangan itu adalah anggota Partai Komunis, dianggap sebagai "patriot teladan" di tanah air mereka, menikmati banyak perhatian dan kasih sayang publik, serta memiliki apartemen dua kamar tidur.

Belousova dan Protopopov mendekati polisi Swiss di Kota Zug, tidak jauh dari Zurich, saat melakukan tur dengan Teater Balet Es Negeri Leningrad. Menurut pasangan itu, paspor Soviet mereka langsung disita dan kemudian dipindahkan dari satu hotel ke hotel lain. Pasangan pembelot itu bahkan tidak tahu persis keberadaan mereka sampai mereka diberikan suaka.

Ludmila Belousova dan Oleg Protopopov.

Langkah putus asa itu mereka tempuh setelah Kementerian Olahraga Soviet mengalihkan fokus kepada peseluncur muda yang sedang naik daun sejak 1970-an. Sementara, kedua legenda seluncur indah itu diturunkan ke kategori dewasa sehingga menjadi atlet yang kurang menjanjikan. Para peseluncur itu menganggap bahwa mereka dipensiunkan secara paksa atau dialihkan ke tugas pelatihan, sementara mereka masih siap dan bersedia untuk tampil.

Protopopov juga melihat alasan lain mengapa karier mereka "dibunuh secara kasar," yaitu mencegah mereka menjuarai Olimpiade berikutnya.

"Mereka takut jika kami memenangkan Olimpiade ketiga, kami akan tinggal di luar negeri. Benar-benar cara yang licik!”

Mereka juga kecewa dengan pembayaran honor yang sangat tidak adil. Saat melakukan tur ke seluruh dunia, hampir semua honor yang mereka peroleh diberikan kepada penyelenggara tur mereka, Goskontsert, organisasi pemesanan konser milik pemerintah Soviet. Namun, sebagai contoh, mereka hanya mengantongi 53 dolar dari 10.000 dolar yang seharusnya mereka terima untuk pertunjukan di New York.

Pasangan itu menunggu 16 tahun untuk menerima paspor Swiss mereka dan baru menerimanya pada 1995, empat tahun setelah Soviet runtuh. Ketika mereka berdua sudah berusia di atas 60 tahun, mereka ingin mewakili Swiss pada Olimpiade Musim Dingin 1998 di Nagano. Namun, cukup bisa diduga, mereka gagal memenuhi syarat.

Aleksandr Mogilny — pembelotan yang dipicu kemiskinan

Membelot saat mengikuti Kejuaraan Hoki Dunia di Swedia pada Mei 1989.

Aleksandr Mogilny.

Juara Olimpiade dan juara dunia hoki es ini baru berusia 20 tahun ketika dia menelepon perwakilan tim hoki Buffalo Sabres New York dan meminta untuk dibawa keluar dari Swedia, tempat tim hoki Soviet baru memenangkan Kejuaraan Hoki Dunia. Sadar dengan siapa mereka berurusan, mereka pun bergegas mengambil penerbangan pertama ke Swedia dan membawa “pemain terbaik dunia berusia 20 tahun” itu bersama mereka ke Amerika pada keesokan harinya. 

Pada awalnya Mogilny mengaku bahwa keputusan untuk angkat kaki itu dimotivasi oleh kebijakan negara dalam olahraga.

“Saya melihat bagaimana sikap terhadap rekan-rekan yang lebih tua di sini dan menyadari apa yang akan terjadi pada saya ketika saya mencapai usia yang sama. Pada akhir karier, mereka tidak punya apa-apa. Ini tidak cocok untuk saya.” 

Namun, dia kemudian mengatakan bahwa pelariannya dipicu oleh kemiskinan. 

“Saya benar-benar dilanda kemiskinan! Saya adalah juara Olimpiade, juara dunia, dan juara Uni Soviet tiga kali. Pada saat yang sama, saya bahkan tidak memiliki rumah seluas satu meter persegi atas nama saya. Siapa yang menginginkan kehidupan seperti itu?”

Aleksandr Mogilny.

Pihak Soviet mengalahkan segalanya pada keserakahan Mogilny. Setelah melarikan diri ke AS, ia menandatangani kontrak senilai 630.000 dolar, membeli sebuah rumah dan sebuah Rolls-Royce, serta hidup seperti seorang mega bintang. Di Liga Hoki Nasional (NHL), dia diberi julukan 'Aleksandr yang Agung' dan merupakan penyerang dengan skor tertinggi pada musim 1992/1993, serta menjadi pemain hoki es Rusia pertama yang menjadi kapten di NHL.

Sergey Nemtsanov — pelarian demi mengejar cinta

Membelot saat mengikuti Olimpiade Montreal pada Juli 1976 

Sergey Nemtsanov.

Tidak semua pembelot Soviet memiliki motif yang jelas. Ada kasus terkenal pada 1976, yang melibatkan juara lompat indah Soviet berusia 17 tahun, Sergey Nemtsanov. Saat mengambil berlaga dalam Olimpiade Montreal, dia mengajukan permohonan suaka ke Kantor Imigrasi Kanada di Desa Olimpiade.

Menurut versi Soviet, atlet tersebut tampil buruk pada Olimpiade dan gagal dipilih untuk tim nasional yang akan berlaga dalam kompetisi mendatang di AS. Tak puas atas keputusan itu, dia diduga menjadi korban propaganda Barat dan telah dibujuk oleh tawaran untuk tetap tinggal. Soviet bahkan menuduh Kanada dan AS "mencuci otak" dan menculik. Setelah pertemuan dengan Nemtsanov di bawah pengawasan pengacara Kanada, pihak Soviet mengklaim dia tampak pucat dan dengan mata berkaca-kaca terus mengulangi kalimat "Saya memilih kebebasan" seperti robot.

Sebenarnya, ada empat atlet Rumania yang juga membelot selama Olimpiade terebut, tetapi perhatian semua orang tertuju secara eksklusif pada atlet berjulukan "Apollo Rusia” berambut emas itu.

Pers Barat menerbitkan desas-desus yang berbeda: bahwa Nemtsanov telah jatuh cinta dengan penyelam dari tim AS Carol Lindner dan itulah sebabnya dia memutuskan untuk membelot.

Masalahnya, dia masih di bawah umur sehingga tidak dapat mengajukan permohonan suaka politik. Menyadari bahwa masih ada waktu, Soviet melancarkan kampanye “pulanglah Sergey” dan mulai membujuknya untuk kembali. Salah satu upaya yang dilakukan adalah memutarkan rekaman pesan audio dari dari nenek Nemtsanov, yang telah membesarkannya: Dia memohon pada cucunya untuk kembali dan tidak meninggalkannya sendirian. Hal itu meluluhkan hati Sergey dan dia memutuskan untuk kembali. Otoritas Kanada membiarkan dia pergi dengan satu syarat, yaitu tidak ada tindakan hukuman yang diambil terhadapnya.

Meski syarat itu terpenuhi, karier Nemtsanov sudah berakhir. Dia tidak lagi diizinkan bepergian ke luar negeri dan orang-orang Soviet mulai menganggapnya sebagai "pengkhianat".

Berikut enam kebiasaan orang-orang Soviet yang masih banyak dilakukan orang-orang Rusia modern.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki