Pada awal 1930-an, Soviet memiliki jaringan intelijen yang aktif di Eropa, Asia, dan Amerika Serikat (AS), yang dikenal sebagai ‘Kelompok Paman Yasha’. Ditakuti oleh semua orang, kelompok ini melakukan serangkaian operasi besar, mulai dari penculikan seorang jenderal Kekaisaran Rusia hingga melakukan peledakan kapal. Arsip dinas khusus Rusia tentang kegiatan kelompok itu masih dirahasiakan, khususnya tentang pemimpinnya Yakov Serebryansky. Hampir seabad kemudian, nama tokoh legendaris ini masih menggetarkan imajinasi yang lebih buruk dari James Bond mana pun.
Yakov ‘Yasha’ Serebryansky lahir di sebuah keluarga Yahudi di Minsk pada 1891. Seperti banyak orang Yahudi yang hampir semua haknya dirampas di Kekaisaran Rusia, ia bergabung dengan kaum pengobar revolusi dan menjalani hukuman penjara karena memiliki "surat-surat dengan isi ilegal".
Setelah dibebaskan, dia bertempur dan terluka parah dalam Perang Dunia (PD) I dan kemudian bergabung dengan gerakan pengobar revolusi di Kaukasus Utara. Akhirnya, selama Perang Saudara Rusia, dia berakhir di Persia tepat ketika para aktivis Bolshevik sedang menjalankan misi merebut kembali kapal-kapal yang disita Kaum Putih (pendukung Kekaisaran Rusia). Namun, pemberontak lokal meminta lebih, begitulah bagaimana Republik Soviet Sosialis Persia (juga dikenal sebagai Republik Soviet Sosialis Gilan) muncul.
Setelah membela kaum Bolshevik di Persia, Serebryansky dipercaya untuk melakukan pengintaian di "departemen khusus" baru Tentara Merah. Moskow dan Teheran segera menyelesaikan gencatan senjata, Republik Soviet Sosialis Persia dibubarkan, dan para tentara ditarik pulang, termasuk Serebryansky.
Sesampainya di Moskow Yakov bergabung dengan badan intelijen Soviet, Cheka. Namun, sang Chekis (sebutan agen Cheka) tidak tak lama tinggal di Soviet. Dia dikirim untuk menjalankan misi rahasia ke Palestina pada 1923. Tugas utamanya adalah mencari tahu rencana Inggris di wilayah tersebut dan mempelajari situasi di sana.
Asal-usul Yahudinya memberikan keuntungan bagi Yakov dalam menjalankan misinya di sana. Menyamar sebagai Zionis sejati dan pejuang pembentukan negara Yahudi, ia merekrut banyak emigran Rusia dan mendirikan seluruh jaringan mata-mata. Pertama-tama dia mendirikan jaringannya di Palestina dan kemudian di antara Zionis di negara-negara lain.
Selain bahasa Rusia, Serebryansky fasih berbahasa Prancis, Inggris, dan Ibrani sehingga kepala intelijen Soviet mengirimnya untuk misi perekrutan di mana-mana, termasuk Belgia, Prancis, Cina, Jepang, dan AS. Dia menciptakan kelompok khusus yang bertugas tidak untuk kegiatan intelijen, tetapi melakukan sabotase-sabotase di luar negeri. Serebryansky merekrut lebih dari 200 agen mata-mata secara pribadi, yang banyak di antaranya menjadi legenda intelijen pada masa mendatang.
Salah satu operasi paling terkenal dari ‘Kelompok Paman Yasha’ adalah penculikan jenderal Tentara Putih Aleksandr Kutepov. Pada 1928—1930, ia memimpin Serikat Seluruh Militer Rusia, sebuah organisasi tempur yang dibuat oleh para imigran Putih (pendukung Kekaisaran Rusia) di Prancis. Agen Cheka itu mendapat kabar bahwa serikat tersebut sedang mempersiapkan aksi teror di Soviet, sehingga pemimpinnya harus ditangkap dan dikirim ke Soviet.
Pada 1930, agen Serebryansky menangkap Kutepov tepat di pusat kota Paris dan mencoba mendorongnya ke dalam mobil yang telah disiapkan. Namun, jenderal pemberani itu melawan dengan gagah dan pada akhirnya ditikam dari belakang oleh agen Yukov, seorang komunis Prancis yang menyamar sebagai petugas polisi. Kutepov pun akhirnya tewas karena serangan itu.
Selama Perang Saudara Spanyol, Serebryansky melakukan operasi dengan tingkat kesulitan yang luar biasa, yang karenanya dia menerima tanda jasa Orde Lenin yang bergengsi. Dia memperoleh senjata dan mengirimkannya ke kaum republik Spanyol yang didukung Soviet, penentang Jenderal Franco. Salah satu operasi tersulitnya adalah pengiriman 12 pesawat militer ke Spanyol, yang diselesaikannya dengan kedok peralatan uji terbang.
Pada 1936, Kelompok Paman Yasha melakukan operasi penting lainnya di Paris. Serebryansky menanam seorang agen dalam rombongan Lev Sedov, putra Lev Trotsky — salah satu tokoh utama revolusi Rusia yang menjadi saingan politik utama Stalin dalam internal Partai Komunis.
Intelijen Soviet mengetahui, saat melarikan diri dari negara itu Trotsky membawa banyak arsip korespondensi dan dokumen penting, termasuk surat kepada Lenin yang berisi kritikan tentang Stalin. Kremlin, tentu saja, ingin agar dokumen-dokumen yang merugikan posisi Stalin itu dimusnahkan. Di bawah kepemimpinan Serebryansky, sebagian besar dokumen-dokumen itu berhasil dicuri dan dikirimkan ke Moskow.
Misi selanjutnya adalah menculik Lev Sedov yang tengah bersiap untuk berbicara di kongres Komunis Internasional yang akan datang. Pemerintah Soviet khawatir dia akan menyerukan kegiatan subversif atau bahkan perebutan kekuasaan. Rencana penculikan sudah disiapkan, tetapi putra Sedov meninggal mendadak.
“Ayah saya diyakini selalu menjalankan operasi dengan sangat bersih sehingga hingga saat ini, baik di Rusia maupun di luar negeri praktis tidak ada informasi yang tepat tentang dia,” ujar Nikolai Dolgopolov, mengutip putra Serebryansky, Anatoly, dalam bukunya Legendarnyye razvedchik ‘Agen-Agen Legendaris’.
Anatoly sendiri bahkan tidak tahu persis apa yang dilakukan ayahnya, misalnya di Tiongkok atau AS: “Ada begitu banyak legenda tentang pekerjaan ayah saya di Amerika. Misalnya, ketika Serebryansky berada di AS, kontraintelijen melacaknya. Namun, alih-alih memenjarakannya, presiden AS memerintahkan untuk mengusirnya agar tidak merusak hubungan AS dengan Soviet."
Cerita itu dianggap mitos oleh Anatoly. "Jika orang Amerika tahu bahwa Serebryansky adalah seorang perwira intelijen Soviet, dia akan mati dalam penjara di sana."
Namun, hal lain yang ia yakini adalah ketika Serebryansky akan menjalani operasi usus buntu di AS pada 1932. Karena khawatir identitasnya akan terbongkar, ia membujuk dokter untuk memberinya anestesi lokal. Menurutnya, jika diberi anestesi umum, dia bisa berbicara dalam bahasa Rusia secara tidak sadar. Namun, dokter membuat kesalahan dan memberinya anestesi umum. Setelah itu, perawat mengatakan bahwa dia mengatupkan rahangnya dengan sangat kuat hingga mereka takut dia akan menelan lidahnya.
“Jika ayah saya mengucapkan sepatah kata selain bahasa Inggris saja, itu akan menjadi akhir dari legendanya. Dalam keadaan seperti itu pun dia berhasil mengatasinya,” kata Anatoly.
Untuk pekerjaan intelijennya, Serebryansky berulang kali dianugerahi berbagai tanda jasa dari pemerintah Soviet. Dia adalah salah satu dari sedikit penerima dua kali tanda penghargaan intelijen Soviet — lencana ‘Pekerja Kehormatan Cheka-GPU’ (dia dikenal sebagai ‘Anggota Kehormatan Chekis’).
Namun, pada 1938, pada puncak Teror Besar, Serebryansky dipanggil kembali ke Moskow dan dibawa langsung dari pesawat ke penjara. Di balik jeruji besi, dia disiksa untuk memberikan kesaksian palsu dan dijatuhi hukuman mati karena diduga menjadi mata-mata Inggris dan Prancis, serta dituduh tengah mempersiapkan aksi teror di Uni Soviet. Akan tetapi, hukuman mati itu tidak jadi dilakukan. PD II sudah di depan mata dan petugas sekaliber Serebryansky kekurangan pasokan. Dia pun akhirnya mendapat amnesti dan kembali bertugas.
Selama perang, Serebryansky mengkhususkan diri dalam operasi sabotase di seluruh Eropa. Akan tetapi, pada 1953, bahkan setelah kematian Stalin, dia ditangkap kembali dan kali ini dijatuhi hukuman 25 tahun penjara atas tuduhan yang sama seperti sebelumnya. Tiga tahun kemudian, sang mata-mata Andal Soviet yang telah berusia 65 tahun itu meninggal karena serangan jantung ketika menjalani interogasi lainnya.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda