Pada dahulu kala, ada sekelompok orang Rusia yang memilih kematian daripada melepaskan keyakinannya. Tradisi bunuh diri kolektif dengan membakar diri hidup-hidup lahir di antara Pemercaya Lama Ortodoks Rusia pada abad ke-17 dan berlanjut hingga abad ke-19.
“Dengan suara ledakan yang keras dan tanah bergetar semua orang merasakan hembusan udara ke dada mereka. Asap menyeruak di antara celah-celah atap dan kian menebal. Ketika sejumlah tentara mendobrak pintu, sesosok tubuh yang dijilati api merangsek keluar dan berguling-guling di atas salju seperti cacing kepanasan. Di dalam gubuk yang disebut sebagai ‘rumah doa’, asap dan api mengamuk, sementara orang-orang yang dijilati api terhuyung kesana kemari. Api itu berasal dari ruang bawah tanah ... Para prajurit mundur beberapa langkah karena hawa panas yang tak tertahankan. Ternyata, tidak ada yang bisa diselamatkan. Para tentara itu membuat tanda salib dengan tangan mereka dan beberapa dari mereka tak kuasa menahan air mata sembari melepaskan topi tiga sudut mereka ... Tak ada tempat untuk bersembunyi dari bau daging yang hangus terbakar"
Begitulah Aleksei Tolstoy menggambarkan episode bakar diri dalam novelnya "Pyotr I." Ritual bakar diri yang dilakukan Pemercaya Lama Ortodoks Rusia dimulai pada masa pemerintahan ayah Pyotr, Tsar Aleksei Mikhailovich (1629—1676), hasil dari gerakan reformasi agama yang diprakarsai sang tsar dan Patriark Nikon (1605—1681). Bakar diri segera mendapatkan nama yang unik, гари (‘gari’ [bentuk jamak], гарь, 'gar' [bentuk tunggal]), yang jika diterjemahkan secara kasar berarti ‘bakar'.
Raskol
Pada 1596, Kekievan Metropolis memutuskan hubungan dengan Gereja Ortodoks Rusia dan mengadakan persekutuan dengan Paus Roma. Gereja Ortodoks Persemakmuran Polandia-Lituania menjadi gereja Katolik Yunani. Ini merupakan pukulan telak bagi gereja Ortodoks Rusia yang kehilangan paroki, wilayah, dan kekayaannya. Pada pertengahan abad ke-17, patriark Rusia Nikon memutuskan untuk mereformasi gereja Ortodoks Rusia.
Patriark Nikon mengundang para sarjana Katolik dari Kiev untuk mengoreksi buku-buku liturgi Rusia yang memiliki banyak kesalahan dibandingkan dengan aslinya dalam bahasa Yunani. Buku-buku itu disalin dan disalin ulang oleh para biarawan Rusia selama berabad-abad dan memerlukan pembaharuan. Sejarawan tidak yakin apa tujuan akhir Nikon. Mungkin dia juga menginginkan agar gereja Ortodoks Rusia masuk ke dalam persekutuan dengan Paus. Yang penting adalah reformasi ini mengarah pada raskol ‘perpecahan’ di Gereja Ortodoks Rusia. Dua jari terangkat sebelum membuat tanda salib menjadi lambang raskol. Mengapa demikian?
Pada 1653, surat dari Patriark dikirim ke semua gereja di Moskow, dan kemudian, ke semua eparki (cabang gereja provinsi) dari Ketsaran Moskow. Surat-surat ini memperkenalkan aturan baru tentang layanan liturgi dan buku-buku liturgi baru yang dikoreksi, dicetak, dan dibagikan di negara itu. Nikon menggunakan reformasi untuk memperkuat otoritasnya sebagai kepala gereja yang telah diperbarui Rusia.
Di antara perubahan liturgi yang paling penting, tanda salib dengan dua jari diubah menjadi tanda tiga jari, nama Yesus diubah ejaannya pada ikon (lukisan atau gambar pada panel kayu yang digunakan dalam kebaktian gereja Kristen Ortodoks), dan seterusnya. Bagi orang-orang kontemporer, perubahan ini mungkin tampak kecil, tetapi pada abad ke-17, perubahan ini sangat penting.
Orang-orang Kristen Ortodoks Rusia yang dulu disebut ‘Ritualis Lama’ atau yang dikenal secara luas sebagai ‘Pemercaya Lama Ortodoks Rusia’ penentang reformasi menyebutnya sebagai "iblis", karena menilai perubahan yang diterapkan Nikon telah mengacaukan simbol-simbol paling sakral agama mereka. Mereka dikutuk di Sinode Besar Moskow pada 1666, yang artinya mereka tidak dapat lagi mengambil bagian dalam sakramen resmi Ortodoks Rusia. Selain itu, mereka juga dikenakan pajak ganda, dilarang berkumpul dan mengatur kapel. Tindakan gereja resmi ini ditanggapi oleh Pemercaya Lama Ortodoks Rusia dengan penentangan paling keras dengan membakar diri secara kolektif.
Akhir Zaman
Bagi Pemercaya Lama Ortodoks Rusia, bukanlah sebuah kebetulan bahwa mereka dikutuk pada 1666. Meskipun mereka menghitung tahun mereka sejak penciptaan dunia, mereka menyadari fakta bahwa dalam kalender Julian, tahun ini ditandai dengan ‘Angka Iblis’. Mereka melihat ini sebagai pertanda buruk. Namun, itu bukanlah satu-satunya.
‘Buku Kiril’ adalah ringkasan teks religius populer pada abad ke-17. Isinya ramalan tentang “Akhir Zaman” yang akan terjadi "selama milenium ke-8 sejak turunnya Adam ke bumi" (6999/7000 dari waktu kedatangan Adam ke bumi pada 1492 M; 1666 M adalah 7173/7174 sejak kedatangan Adam). Dalam buku itu sebutkan juga bahwa Paus adalah pendahulu Antikristus yang akan memerintah di Yerusalem dan dengan tepat, Nikon menyebut halaman gereja barunya di dekat Moskow sebagai "Yerusalem Baru".
Pada 1654, wabah-wabah mematikan melanda Rusia dan menewaskan hingga 800.000 orang. Pada pertengahan tahun, terjadi gerhana matahari, tepatnya pada Agustus 1654, yang semakin membuktikan bahwa “Akhir Zaman” sudah dekat. Akhirnya, Komet Besar muncul di langit pada 1860, seolah-olah mengutip Wahyu 9: 1: “Malaikat kelima membunyikan terompetnya, dan aku melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit ke bumi. Bintang itu diberi kunci poros Abyss. " Itu tetap di langit dari November 1680 hingga Februari 1681. Dapatkah Anda membayangkan betapa ketakutannya para Pemercaya Lama Ortodoks Rusia (serta semua orang Rusia lainnya)? Patriark Nikon sendiri bahkan kemudian mengenang gerhana matahari di tengah-tengah wabah itu telah menghantamnya sampai ke tulang sumsum. Orang-orang yakin bahwa dunia akan segera berakhir. Pada 1666, ritual bakar diri dilakukan pertama kali oleh Pemercaya Lama Ortodoks Rusia di wilayah Nizhny Novgorod dan diikuti dengan Pemercaya Lama Ortodoks Rusia di puluhan daerah lainnya.
'Pembaptisan dengan Api'
Pada Maret 1666, 17 orang Pemercaya Lama Ortodoks Rusia di wilayah Vologda; pada 1672, 2000 orang di Nizhny Novgorod; pada 1675, 2000 orang lainnya kembali membakar diri di wilayah Vologda; dan pada 1678, salah satu ritual bakar diri terbesar terjadi Paleostrov, dengan memakan korban lebih dari 2.700 di hadapan para tentara dan pejabat yang dikirim untuk menghentikan pembakaran itu. Secara total, dalam sejarah Rusia ada lebih dari seratus ritual bakar diri yang terdaftar secara resmi oleh Pemercaya Lama Ortodoks Rusia.
Selain itu, pada 1685, pemerintah Moskow yang dipimpin oleh Sophia Alekseyevna (1657—1704) melakukan eksekusi dengan cara membakar Pemercaya Lama Ortodoks Rusia yang menolak melepaskan keyakinan mereka. Sebelumnya, pada 1682, pemimpin pnganut Kepercayaan Lama Rusia Avvakum Petrov (1620—1682) dan orang-orang suci yang mereka hormati dibakar hidup-hidup di sebuah gubuk kayu di Pustozersk, wilayah Arkhangelsk. Undang-undang dan perbuatan mengerikan ini secara tak langsung telah mengukuhkan ritual bakar diri yang memang “lumrah” ketika itu.
Pemercaya Lama Ortodoks Rusia tidak menganggap itu sebagai bunuh diri, melainkan aksi protes terhadap kekuatan sipil anti-Kristen dan gereja yang korup. Aksi tersebut sebagian besar dilakukan sebagai reaksi terhadap konversi paksa ke dalam kepercayaan Ortodoks Rusia (sekarang, Nikonian), yang oleh Pemercaya Lama Ortodoks Rusia dianggap tidak suci dan cabul.
Pembakaran diri dipersiapkan secara menyeluruh di bawah pengawasan salah satu pemuka Pemercaya Lama Ortodoks Rusia (mereka tidak memiliki pendeta). Sebelum ritual, ‘rumah pembakaran’—sebuah bangunan kayu besar yang berisi alat bakar diri—dibangun. Misalnya, ‘rumah pembakaran’ yang dibangun di wilayah Arkhangelsk dibangun pada 1685, berisi 230 jenazah. Biasanya rumah itu bukan berupa rumah satu kamar, lebih seperti beberapa kabin kayu yang disatukan dan sering kali memiliki dua lantai atau lebih. 'Rumah pembakaran' biasanya dimaksudkan untuk menampung beberapa lusin orang.
Rumah itu kemudian dipenuhi dengan jerami, deretan lilin, dan bahan-bahan mudah terbakar lainnya, termasuk sering kali satu atau dua barel mesiu. Jendela dan pintu disegel dari luar oleh Pemercaya Lama Ortodoks Rusia lainnya yang akan membantu para pelaku bakar diri. Begitu para mereka mengetahui tentang barisan militer apa pun yang menuju ke arah mereka, mereka mengunci diri di dalam rumah, menunggu kedatangan tentara, dan kemudian membakar diri.
Sebelum membakar diri, mereka dan anak-anak mereka dibaptis lagi secara simbolis, karena mereka akan menghadapi 'pembaptisan dengan api'. Banyak juga dari mereka yang takut akan ritual tersebut akhirnya memutuskan untuk mengambil sumpah biara. Di dalam 'rumah yang terbakar', orang-orang yang tertentu yang dipercaya (yang juga akan dibakar bersama yang lain) dipersenjatai dengan senapan dan kapak untuk membunuh mereka yang mencoba melarikan diri—seseorang harus menerima 'pembaptisan api' dengan kerendahan hati, karena itu adalah pintu menuju kehidupan kekal di Kerajaan Allah, seperti yang diyakini Pemercaya Lama Ortodoks Rusia. Bagaimanapun, ajal menjemput orang-orang malang itu dengan cepat, bukan karena luka bakar, tetapi keracunan karbon monoksida.
Seringkali, saat bakar diri dimulai, seorang pemuka naik ke atap gubuk dan membaca khotbah sebelum akhirnya atap itu runtuh dijilat api. Khotbah tertulis juga sering dibuang ke dalam rumah yang terbakar. Bagi Pemercaya Lama Ortodoks Rusia, ini adalah satu-satunya cara untuk berkomunikasi dengan pihak berwenang.
Kebanyakan ritual bakar diri tidak bisa dihentikan bahkan oleh tentara. Ritual ini terus berlanjut hingga abad ke-18 dan tidak berhenti bahkan setelah penganiayaan terhadap Pemercaya Lama Ortodoks Rusia telah dilarang oleh Ekaterina yang Agung pada 1762. Pada kurun waktu 1762—1825, ada 23 ritual bakar diri yang terdaftar. Salah satu ritual terakhir terjadi hingga akhir 1941 di wilayah Tuva, tempat Pemercaya Lama Ortodoks Rusia ikut ambil bagian dalam Perang Dunia II, menuju Akhir Dunia yang lain.
Artikel ini ditulis dengan rasa hormat mendalam terhadap kode moral dan sejarah Pemercaya Lama Ortodoks Rusia dan dimaksudkan untuk tujuan informasi saja.