Pada abad ke-13, berbagai kerajaan Rusia diserang dan ditaklukkan oleh sebuah negara terbesar dalam sejarah umat manusia, yang luas wilayahnya mencapai 24 – 33 juta kilometer persegi. Sang penakluk itu adalah Kekaisaran Mongol, yang didirikan oleh Jenghis Khan (1165 – 1227) dan diwarikan kepada keturunannya.
Invasi Mongol adalah mimpi buruk bagi kerajaan Rusia. Para prajurit Rusia yang kurang berpengalaman dalam seni perang dan kota-kota dengan benteng kayu dihancurkan oleh pasukan tempur paling tangguh di dunia pada saat itu, yang meliputi kavaleri ringan dan berat, pemanah, infanteri bersenjata berat dan kendaraan pengepungan.
Tidak lama setelah penaklukan Rusia, Kekaisaran Mongol pecah menjadi kekhanan terpisah. Salah satunya adalah Gerombolan Emas (Golden Horde), yang mengambil kendali atas tanah Rusia. Bangsa Mongol tidak ingin menaklukkan Rusia sepenuhnya, hanya mengumpulkan upeti sehingga para pangeran Rusia terpaksa melakukan perjalanan ke ibu kota Gerombolan Emas di Sarai (dekat dengan Volgograd modern) untuk menerima yarlyk (kata dalam bahasa Tatar, yang berarti "label" dalam bahasa Rusia modern), dokumen resmi yang menegaskan hak pangeran untuk memerintah tanah mereka sendiri. Penghinaan besar bagi para prajurit Rusia yang gagah berani itu menjadi pelecut bersatunya seluruh kerajaan Rusia.
Rusia menyadari bahwa cengkeraman kekuasaan Mongol hanya dapat dilepaskan dengan mengadopsi taktik penindas mereka, baik secara administrasi maupun militer. Pada 1380, para pangeran Rusia berhasil mengalahkan pasukan Gerombolan Emas untuk pertama kalinya dalam Pertempuran Kulikovo. Kemudian, seabad kemudian, Pangeran Besar Ivan III dari Moskow mempertahankan keutuhan kerjaan yang telah ia ciptakan dengan menghadang bangsa Mongol dalam pertempuran yang kemudian dikenal sebagai Perlawanan Besar di Sungai Ugra. Setelah itu, ketergantungan tanah Rusia pada sisa-sisa Gerombolan Emas sebagian besar menjadi formal.
”Moskow berhutang budi kepada para khan,” tulis sejarawan terkenal Rusia Nikolai Karamzin. Semua keberhasilan militer dan politik negara Moskow berikutnya di panggung internasional sebagian besar merupakan konsekuensi dari “pelatihan” paksa yang dijalani Rusia ketika berada di bawah kekuasaan Gerombolan Emas.
Kami telah menyusun daftar hal-hal dan konsep paling penting yang dipinjam Rusia dari bangsa Tatar-Mongol.
Pengorganisasian militer, kata bogatyr, dan teriakan perang
Terlepas dari jumlah yang lebih sedikit, pasukan infanteri Rusia kuat dan tidak takut dalam mempertahankan tanah kelahiran mereka. Keterampilan menyerang dan bertahan Rusia dikenal di seluruh Eropa, tetapi jumlah pejuang bersenjata berat sangat sedikit. Meskipun mampu mengusir serangan singkat dan melindungi kota dari serangan sporadis, pasukan Rusia yang bersenjatakan tombak dan kapak sangat kewalahan ketika berhadapan dengan tentara Mongolia yang disiplin di lapangan terbuka. Akan tetapi, itu pun bukan alasan utama kekalahan mereka.
Rusia kalah dari bangsa Mongol karena mereka terpecah belah. Para pangeran dan druzhiny (pasukan kerajaan) mereka tidak hanya tersebar secara geografis, tetapi mereka juga tidak tahu bagaimana saling bernegosiasi dengan satu sama lain. Masalah sosial dan militer di Rusia Kuno diselesaikan di veche, atau pertemuan rakyat. Untuk sebuah tindakan tegas, metode ini sangat lambat dan tidak efektif. Dalam pertempuran besar pertama melawan bangsa Mongol di Sungai Kalka, para pangeran Rusia tidak bisa menyetujui strategi yang terkoordinasi sehingga pasukan mereka benar-benar luluh lantak oleh musuh.
Memang, tradisi Rusia mengharuskan seorang pangeran memimpin pasukannya ke medan perang. Hal itu tampak tidak masuk akal saat ini, karena dengan memimpin serangan terhadap musuh, itu akan memperbesar peluang sang pangeran untuk tersingkir lebih dini dan tentara yang kehilangan pemimpin akan cepat patah semangat.
Bangsa Mongol beroperasi dengan cara berbeda. Para khan tidak terlibat ke dalam pertempuran, sementara para pemimpin militer dan jenderal mereka mengamati pertempuran dari posisi yang lebih tinggi dan memandu pasukan mereka menggunakan bendera, sinyal asap, cahaya, terompet dan drum. Jika pasukan mereka terpukul mundur, merekalah yang akan memikul tanggung jawab, bukan para prajurit rendahan.
Untuk memperbesar peluang kemenangan, Rusia harus belajar dari orang-orang Mongol, mulai dari dasar-dasarnya. Misalnya, menurut sebuah teori teriakan perang "ura!" ditiru dari kata dalam bahasa Mongolia uragshaa ‘maju’, atau bahasa Tatar ura (serangan). Awalnya, kata bogatyr yang berasal dari bahasa Turk dan berarti ‘pahlawan’ atau ‘berani’ sangat populer di Rusia. Sebelum invasi Mongol, orang-orang seperti itu di Rusia disebut horobor ‘jago bertempur’ atau udalets ‘pemberani’.
Hasilnya, kemenangan Rusia dalam Pertempuran Kulikovo atas Komandan Gerombolan Emas Mamai diraih dengan memiliki pusat komando yang jelas dan resimen penyergapan kavaleri berat, yang menghantam orang-orang Mongol bukan secara acak, tetapi atas komando terstruktur. Omong-omong, Rusia juga mengadopsi teknik tempur kavaleri dari sang penjajah.
Kavaleri
Sebelum Mongol memerintah, kuda adalah barang mewah di Rusia. Pangeran-pangeran muda didudukkan ke punggung kuda secara seremonial ketika berusia tiga tahun, mengikuti tradisi kuno Indo-Eropa untuk mengawali seni menunggang kuda bagi keturunan bangsawan. Namun, setelah kavaleri (pasukan berkuda) Mongol menunjukkan keunggulan mereka di medan perang, Rusia yang ditaklukkan menyadari bahwa mereka juga membutuhkan unit kavaleri sendiri. Satu-satunya pangeran yang menunggang kuda, terbebani oleh baju zirah rantai sehingga menjadi sasaran empuk bagi para pemanah musuh.
Pada abad 13 -- 15, pasukan kavaleri yang terlatih secara profesional mulai muncul di tanah Rusia. Mereka adalah keturunan dari pasukan kerajaan atau keluarga bangsawan dan kaya, yang memang mampu membeli kuda dan pakaian yang sesuai yang dibutuhkan oleh kavaleri.
Pakaian
Sebelum penaklukan Mongol, orang-orang dari berbagai suku yang mendiami tanah Rusia cenderung mengenakan celana longgar dan kemeja yang diikat di pinggang dengan kain atau sabuk kulit. Pakaian luar terdiri dari jubah atau jubah yang diikat dengan tali. Status seseorang ditunjukkan oleh dekorasi sabuk, harga kain jubah, dan pewarnaannya (warna biru tua dianggap sebagai warna yang paling mahal).
Untuk menunggang kuda dengan kencang, terutama dalam pertempuran, pakaian seperti itu sangat tidak cocok. Jubah yang berkibar bisa melilit kepala penunggang dan menghalangi pandangan. Jadi kaftan, pakaian luar tebal dua lapis yang diikat dengan kait pun akhirnya dipinjam dari bangsa Mongol. Bagian atasnya diikat untuk menjaga kehangatan, sementara bagian bawah dibiarkan terbuka untuk memudahkan duduk di pelana tanpa berkibar saat tertiup angin.
Tidak hanya itu, banyak juga jenis pakaian lainnya yang diadopsi dari suku Tatar yang hidup di berbagai kekhanan, sisa-sisa Gerombolan Emas. Orang-orang itu tidak hanya berkelahi dengan orang-orang Rusia, tetapi juga berdagang dengan mereka. Ketika orang-orang Rusia mulai mengenakan pakaian baru, nama Tatarnya pun mulai berakar dalam bahasa Rusia, seperti kolpak ‘topi’, kushak ‘selempang’, shtany ‘celana panjang’, bashmak ‘sepatu bot’, kumach ‘belacu merah’, zipun ‘mantel kerah rumahan’, dan banyak lainnya. Ada juga pinjaman yang lebih eksotis. Orang Tatar mengolah kulit domba dan kambing dengan cara yang istimewa, yang kemudian kemudian ditiru oleh orang Rusia sehingga menghasilkan kulit morocco, bahan baru yang tergolong mewah untuk pada saat itu. Rusia juga mengadopsi kebiasaan mengenakan tafya, sejenis kopiah yang dikenakan oleh bangsawan Tatar.
Salah satu pemakai tafya yang terkenal adalah Tsar Ivan yang Mengerikan, yang mencukur licin rambutnya seperti orang Tatar. Secara umum, jubah resmi dan sehari-hari, mantel upacara, dan kaftan yang dihiasi dengan emas dan batu berharga sang tsar Rusia, yang biasa terlihat dalam potret dinasti Romanov pertama, dibuat dengan memperhatikan pakaian para penguasa Mongol dan Tatar.
Pos Persinggahan
Untuk mengelola wilayahnya yang sangat luas, Jenghis Khan (atau keturunannya) menciptakan pos-pos persinggahan yang disebut 'stasiun yamskaya', tempat para kurir dan pembawa pesan bermalam dan mendapatkan kuda baru. Prajurit Mongol benar-benar dibesarkan di pelana. Orang dewasa dilatih untuk menunggang kuda lebih dari 48 jam tanpa istirahat. Setelah penaklukan tanah Rusia, pos-pos persinggahan didirikan di seluruh wilayah. Penduduk setempat diwajibkan untuk menjaga pos, memperbaiki gerobak, dan memasok kuda baru. Kata yamschik yang berarti "kusir" dalam bahasa Rusia berasal dari periode ini.
Layanan pos persinggahan tetap digunakan di Rusia dalam berbagai bentuk hingga awal abad ke-18. Sistem yang diperkenalkan Mongol juga membantu Rusia dalam memecahkan masalah pengaturan negara dengan ukuran wilayah sangat besar dan menjadi salah satu pilar bentuk pemerintahan Rusia, yang juga diadopsi dari Tatar- Mongol.
Administrasi Negara
Invasi Tatar-Mongol mengakhiri veche yang telah disinggung sebelumnya di atas. Demi kepentingannya, bangsa Mongol ingin tetap menjaga agar Rusia tetap diperintah oleh pangeran-pangeran boneka mereka. Bangsa Mongol dengan lihai mengadu domba para pangeran, untuh mencegah mereka bersatu. Setelah beberapa dekade, barulah para pangeran mulai memahami apa yang terjadi dan mulai menyatukan wilayah kekuasaan mereka, yang akhirnya menjadi Moskow.
Mekanisme pemerintahan juga diambil dari bangsa Mongol: dokumen resmi yang menegaskan hak-hak pangeran dan biara untuk memerintah wilayah kekuasaan dan para petani, sistem moneter dan bea cukai (kata Rusia denggi ‘uang’ berasal dari bahasa Turk tenge ‘koin, dan kata tamozhnya ‘bea cukai’ berasal dari kata Turk damya ‘segel’, warisan kekuasaan, inventarisasi pasukan dan pemimpin militer yang terpusat, serta administrasi sipil dan militer. Singkatnya, pengaruh praktik Tatar-Mongol pada sistem kekuasaan Rusia mencakup semuanya.
Namun, terutama ketika sebelum Mongol menyerbu, Rusia telah diperintah oleh banyak pangeran yang menyelesaikan masalah secara kolektif. Pada 1480, tahun terjadinya Perlawanan Besar di Sungai Ugra, Rusia memiliki satu-satunya penguasa yang berdaulat, yakni Pangeran Besar Moskow Ivan yang Agung. Ia menyelamatkan Rusia sekaligus menandai dimulainya era baru dalam sejarahnya.