Kenapa Rusia dan Amerika Sulit Akur?

Konstantin Chalabov/Sputnik
Kami sering membicarakan satu sama lain, tetapi kami tak saling mengenal, kata Mikhail Taratuta, seorang jurnalis yang selama 40 tahun perjalanan kariernya telah berurusan dengan AS, meyakini.

Setelah bekerja sebagai koresponden di AS selama 12 tahun, Mikhail Taratuta menyadari bahwa orang Rusia secara bersamaan memandang Amerika jauh lebih buruk dan jauh lebih baik daripada Amerika sesungguhnya. Begitulah yang ia tulis dalam bukunya, America and Russia. We are so different. (Alpina Publisher, 2019).

Surga dan Neraka

Berdasarkan hasil jajak pendapat, hanya enam persen orang Rusia yang memiliki pandangan negatif terhadap Amerika pada 1990, sedangkan saat ini angkanya mencapai 75 persen. “Amerika menempati tempat yang istimewa dalam kesadaran kolektif kami (orang Rusia). Negara itu adalah contoh kejahatan mutlak dan teladan yang ideal, tapi sering kali menjadi keduanya sekaligus.”

Amerika dianggap sebagai bagian penting, bahkan sebagai tolok ukur, dalam kesadaran orang Rusia. Jika Amerika tiba-tiba menghilang, itu akan menciptakan kekosongan besar dalam kesadaran orang Rusia. “Dengan hilangnya Amerika, kami akan kehilangan tolok ukur yang sebelumnya telah memungkinkan kami berani mengutuk pemerintah karena ketiadaan demokrasi dan kehancuran negara. Eropa tak akan terpengaruh, tentu saja. Namun, betapa menyedihkan dan tak signifikannya itu (Eropa) dibandingkan dengan Amerika yang adikuasa!” tulis Taratuta.

Selama puluhan tahun, Uni Soviet menggambarkan Amerika sebagai musuh, dan — sampai tingkat tertentu — citra ini menggerakkan orang-orang dan mengalihkan perhatian mereka dari pemikiran betapa buruknya kehidupan mereka. “Tapi kami membuat roket, dan kami telah membendung Sungai Yenisei, sementara balet kami memukau seluruh dunia,” begitulah bunyi sepenggal lirik lagu populer Soviet yang dibawakan penyanyi bard Yuri Vizbor.

Awal Hubungan yang Rumit

Semua ini sebetulnya dimulai dengan persahabatan. Rusia dan AS memiliki sejarah hubungan perdagangan yang panjang. Selama Perang Sipil Amerika, Rusia mendukung Abraham Lincoln dan Negara Utara (sekelompok negara bagian yang terletak di utara Garis Mason-Dixon, yang bergabung untuk berperang melawan Negara Konfederasi Amerika selama Perang Sipil Amerika atas masalah perbudakan -red.).

“Kami tak membutuhkan Negara Utara dan Negara Selatan. Kami hanya menginginkan Amerika Serikat,” tulis menteri luar negeri Rusia kepada Amerika, seraya mengingatkan bahwa negara itu telah menjadi malaikat pelindung mereka sejak era kepemimpinan presiden AS yang pertama.

“Tentara Merah bersama pasukan sekutu akan mematahkan tulang monster Nazi,” Josef Stalin.

Perselisihan pertama muncul ketika lebih dari 1,5 juta orang Yahudi yang ditindas di Rusia pindah ke Amerika. Pada awal abad ke-20, orang Rusia pada umumnya mengasosiasikan Amerika dengan kebebasan, mimpi yang menjadi kenyataan, dan kemajuan teknologi. Meski demikian, penulis-penulis Rusia yang yang melakukan perjalanan keliling Amerika cenderung mengkritik negara itu, terutama terkait New York dan sifat dagang orang Amerika.

Selama Perang Dunia II, Uni Soviet dan AS bersekutu. Namun, ketika tiba saatnya untuk berbagi hadiah utama (Eropa), propaganda kedua negara langsung mengubah satu sama lain menjadi musuh utama.

“Tapi ketika seluruh Soviet, bisa dibilang, runtuh dalam semalam, kami secara serentak, tanpa basa-basi, langsung mencintai Amerika.”

Perbedaan Utama

Sebetulnya, orang Rusia dan orang Amerika bukan hanya dua bangsa yang berbeda, tetapi juga dua kebudayaan yang berbeda dan bahkan peradaban yang berbeda. Masyarakat kedua negara tak hanya memiliki pola pikir yang berbeda, tetapi juga mentalitas yang sangat berbeda.

“Secara historis, nasib rakyat kedua negara hampir tak pernah bersinggungan. Budaya sosial kedua negara berevolusi dalam kondisi yang sama sekali berbeda dan dari komponen serta latar belakang yang sangat berbeda pula. Akibatnya, mentalitas orang-orang dari kedua negara pun mencerminkan nilai-nilai yang berbeda. Pada dasarnya, dinding-dinding kesalahpahaman yang tumbuh di antara kami berpangkal pada segala perbedaan tersebut.”

Amerika dikenal karena kebutuhan mereka akan ruang pribadi. Senyum orang Amerika yang sangat mengganggu orang Rusia sebenarnya adalah sejenis baju besi yang membuat orang lain tak bisa melihat emosi mereka yang sebenarnya. Bagi Amerika, kepentingan individu adalah yang terpenting, sementara bagi orang Rusia, kepentingan publik adalah yang utama.

Hidup dalam sistem komunal selama berabad-abad, sistem yang hanya dikonsolidasikan Uni Soviet, orang Rusia tak bisa menerima perbedaan pendapat. Rusia selalu mencari kebenaran tunggal dan mutlak. Dalam perdebatan sehari-hari pun, orang Rusia merasa perlu meyakinkan lawan bicaranya bahwa dialah yang benar. Sementara, orang Amerika hanya akan mengungkapkan pandangannya dan berhenti sampai situ.

“Dosa terbesar di Rusia adalah tetap netral di tengah perdebatan yang panas. Mentalitas orang Rusia tidak menoleransi ‘sentrisme’ — mereka yang tidak mendukung kami berarti menentang kami karena kebenaran adalah hal mutlak bagi kami.”

Keamanan dan kemakmuran adalah nilai-nilai terpenting bagi orang Rusia, sedangkan hak sipil dan kebebasan individu bukanlah yang terpenting. Bertolak belakang dengan Rusia, hak sipil dan kebebasan individu justru merupakan dua nilai yang sangat dijunjung orang Amerika. Negara AS sendiri dibangun berdasakan nilai-nilai tersebut.

“Kami masih tak percaya bahwa ‘hanya karena’ orang-orang Yahudi tidak diizinkan meninggalkan Uni Soviet, Kongres AS menjatuhkan pembatasan perdagangan dengan negara kami melalui amandemen Jackson-Vanik. Meski 40 tahun telah berlalu, ketika penyebabnya sudah larut ke dalam sejarah, dan setiap orang Yahudi terakhir yang ingin meninggalkan Rusia telah menetap dengan nyaman di Amerika, peraturan tersebut masih belum dicabut, tapi itu cerita lain.”

Pada 1867, Rusia menjual Alaska pada Amerika Serikat senilai 7,2 juta dolar AS. Kali ini, kami akan meluruskan ketidakjelasan sejarah penjualan wilayah tersebut

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki