Bisakah Seorang Muslim Mengenakan Jilbab dengan Bebas di Rusia?

Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov selama perayaan Hari Perempuan Chechen di Grozny.

Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov selama perayaan Hari Perempuan Chechen di Grozny.

Said Tsarnaev/RIA Novosti
Di Indonesia, negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, tidak ada peraturan yang mewajibkan perempuan muslim mengenakan jilbab, kecuali di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Namun Rusia, negara yang 14 persen penduduknya menganut agama Islam, adalah satu-satunya negara di dunia yang mewajibkan dan sekaligus membatasi penggunaan jilbab.

Saat perempuan muslim di Prancis membela hak mereka untuk mengenakan burkini, perempuan Iran justru meluncurkan kampanye melawan kewajiban mengenakan kerudung dengan slogan “Kemerdekaanku yang dicuri”.

Dalam kedua kasus, perempuan sama-sama mengajukan protes. Kasus pertama adalah protes atas hak mereka untuk mengenakan apa yang mereka inginkan, sedangkan kasus kedua adalah protes untuk tak mengenakan pakaian yang diwajibkan bagi mereka berdasarkan hukum negara.

Meski terdengar paradoks, di Rusia, kedua kampanye tersebut bisa bersatu. Situasi ini, menurut laporan lembaga analisis Amerika Pusat Riset Pew, menjadikan Rusia sebagai satu-satunya negara di dunia yang memiliki peraturan berpakaian bagi perempuan yang sempat mewajibkan, tapi kemudian melarang beberapa jenis pakaian tertentu.

Perempuan-perempuan muslim warga kota Moskow pada perayaan ulang tahun kota di Poklonnaya Gora. Sumber: Yuri Mashkov/TASSPerempuan-perempuan muslim warga kota Moskow pada perayaan ulang tahun kota di Poklonnaya Gora. Sumber: Yuri Mashkov/TASS

Wajib Berjilbab di Chechnya

Republik Chechnya adalah satu-satunya wilayah yang mewajibkan, atau lebih tepatnya mengimbau keras, perempuan untuk mengenakan jilbab. Memang, tak ada peraturan daerah yang menetapkan kewajiban untuk mengenakan kerudung dan, berkaitan dengan hukum, perempuan Chechen bisa mengenakan apa pun yang mereka suka. Namun kenyataannya, selama bertahun-tahun republik yang mayoritas populasinya beragama Islam di Kaukasus Utara Rusia ini telah memaksakan sebuah peraturan berpakaian bagi perempuan.

“Selama sepuluh tahun terakhir, Chechnya secara aktif telah memaksakan norma-norma perilaku dan berpakaian yang konservatif. Awalnya ini dimulai atas inisiatif pemerintah daerah, tapi kemudian mendapat dukungan masyarakat luas,” kata Vladimir Sevrinovsky, seorang pakar Rusia di Kaukasus, penulis buku panduan Grozny.

Peraturan berpakaian pertama kali diterapkan pada 2006. Pada masa itu, Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov yang menjabat sebagai perdana menteri republik, menyatakan di depan umum bahwa perempuan Chechnya tak seharusnya terlihat dengan rambut yang tak ditutupi kerudung. Pada 2008, jilbab menjadi sebuah kewajiban bagi para pegawai pemerintah, pekerja di sektor publik, serta guru. Kemudian, perempuan tak boleh memasuki institusi tersebut tanpa mengenakan kerudung.

Seorang gadis menatap pada bunga-bunga sakura yang bermekaran di Grozny, Chechnya, Rusia. Sumber: Said Tsarnaev/RIA NovostiSeorang gadis menatap pada bunga-bunga sakura yang bermekaran di Grozny, Chechnya, Rusia. Sumber: Said Tsarnaev/RIA Novosti

Kontroversi kemudian muncul ketika terjadi insiden penyerangan dengan menggunakan senapan paintball terhadap perempuan Chechnya yang pakaiannya melanggar aturan berpakaian Islam. Serangan tersebut dilakukan oleh para aktivis dengan dukungan dari para pejabat senior Chechen. Para aktivis ini secara reguler menyisir kota Grozny, ibu kota Chechnya. Ketika mereka menemukan perempuan muda tanpa jilbab atau mengenakan rok pendek, mereka akan menembak para perempuan itu menggunakan senapan paintball dari jendela mobil. 

Selain itu, dari waktu ke waktu, berbagai kampanye digelar di Chechnya, yang mendesak perempuan untuk mematuhi hukum Syariah. Pada awal tahun ini, sebuah organisasi publik bernama Iman menggelar acara di Chechnya dengan slogan “Taat pada Perintah Sang Pencipta”. Dalam acara tersebut, para aktivis membagikan pakaian panjang dan jilbab bagi para pejalan kaki perempuan di Grozny.

Hal itu, menurut para pakar, hanya perlu diterapkan bagi para perempuan paruh baya dan yang lebih tua. "Para remaja dan perempuan muda saat ini tumbuh dengan tradisi Syariah sejak mereka masuk taman kanak-kanak, sehingga kelak penggunaan jilbab, yang tak hanya menyiratkan kerudung, tapi juga pakaian yang layak secara umum, akan semakin menjadi hal yang biasa," kata Sevrinovsky memprediksi.

Dilarang Berjilbab di Stavropol dan Mordovia

Situasi sebaliknya terjadi di dua wilayah lain Rusia, Republik Mordovia dan Stavropol Krai. Di sana, perempuan dilarang mengenakan jilbab di sekolah dan universitas.

“Di Stavropol Krai pada 2013 dan di Republik Mordovia pada 2014 – 2015, terdapat kontroversi terkait penutup kepala di sejumlah institusi pendidikan,” terang Rais Suleymanov, seorang akademisi Islam di Rusia. “Administrasi sekolah setempat melarang para putri datang ke sekolah mengenakan penutup kepala. Para orang tua dan komunitas muslim lokal mengajukan protes, tapi para pejabat kementerian pendidikan dan lembaga hukum menegaskan bahwa peraturan berpakaian di wilayah tersebut harus benar-benar bersifat sekuler.”

Pada 2013, penggunaan jilbab dilarang di Universitas Negeri Ekonomi, Statistika, dan Informatika Moskow. Saat itu, rektor universitas mengambil keputusan tersebut untuk menjamin keamanan para pelajarnya. Tak lama kemudian, tindakan serupa juga diambil oleh beberapa universitas negeri di Volgograd, Astrakhansk, dan Rostov. Bahkan, di Universitas Negeri Mordovia pernah terjadi insiden pengusiran mahasiswi berjilbab pada jam kuliah. Sumber: PhotoXPressPada 2013, penggunaan jilbab dilarang di Universitas Negeri Ekonomi, Statistika, dan Informatika Moskow. Saat itu, rektor universitas mengambil keputusan tersebut untuk menjamin keamanan para pelajarnya. Tak lama kemudian, tindakan serupa juga diambil oleh beberapa universitas negeri di Volgograd, Astrakhansk, dan Rostov. Bahkan, di Universitas Negeri Mordovia pernah terjadi insiden pengusiran mahasiswi berjilbab pada jam kuliah. Sumber: PhotoXPress

Terkait skandal di Stavropol Krai pada 2013, Presiden Putin sempat tampil di saluran televisi Perviy Kanal (Channel One) dan secara terang-terangan mendukung pelarangan jilbab. “Tak ada hal yang baik terkait itu. Memang ada unsur-unsur etnis tertentu yang diterapkan pada republik yang berbasis etnis. Namun, ini (jilbab) bukan fitur etnik melainkan demonstrasi yang berkaitan dengan sikap terhadap agama. Negara kita, bahkan di wilayah muslim, tak pernah punya tradisi ini,” kata Putin. Pada tahun yang sama, Stavropol Krain melarang pakaian yang bersifat keagamaan.

Sementara di Mordovia, kasus ini dibawa hingga ke Mahkamah Agung Rusia, yang pada 2015 menegaskan bahwa pakaian anak sekolah harus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah Republik Mordovia.

Tatarstan yang ‘Bebas’

Republik Tatarstan yang didominasi oleh umat Islam bisa menjadi contoh bagi seluruh Rusia dan dunia.

Keluarg muslim di luar Masjid Qolsharif di Kremlin Kazan, sebelum salat Id pada Hari Raya Idul Fitri yang menandai akhir bulan suci Ramahan. Sumber: Maksim Bogodvid/RIA NovostiKeluarga muslim di luar Masjid Qolsharif di Kremlin Kazan, sebelum salat Id pada Hari Raya Idul Fitri yang menandai akhir bulan suci Ramahan. Sumber: Maksim Bogodvid/RIA Novosti

Tak ada peraturan berpakaian bagi perempuan di sana. Tergantung pandangan agama mereka, perempuan bebas untuk keluar dan memasuki tempat publik baik dengan mengenakan kerudung dan rok panjang atau dengan rambut berkibar bebas dan mengenakan rok pendek. 

Mereka juga bisa mengenakan kerudung untuk foto dokumen resmi. Dengan kata lain, perempuan di Tatarstan menikmati kebebasan untuk memilih yang diinginkan oleh para perempuan Prancis dan Iran.


Masjid-masjid indah ternyata tak hanya ada di Timur Tengah. Rusia juga rumah bagi banyak masjid indah. Jika ke Rusia, jangan lupa juga untuk mengunjungi situs-situs ziarah Islam di negara ini.

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki