Raja Saudi Seimbangkan Hubungan dengan Obama dan Putin

Presiden Barack Obama (kanan) bertemu dengan Raja Salman dari Arab Saudi di Ruangan Oval Gedung Putih di Washington, AS. Pertemuan tersebut berlangsung saat Arab Saudi meminta jaminan dari AS bahwa kesepakatan nuklir Iran dilengkapi dengan sumber daya yang diperlukan untuk membantu memeriksa ambisi regional Iran.

Presiden Barack Obama (kanan) bertemu dengan Raja Salman dari Arab Saudi di Ruangan Oval Gedung Putih di Washington, AS. Pertemuan tersebut berlangsung saat Arab Saudi meminta jaminan dari AS bahwa kesepakatan nuklir Iran dilengkapi dengan sumber daya yang diperlukan untuk membantu memeriksa ambisi regional Iran.

Moskow kehilangan kesempatan untuk menyambut raja baru Arab Saudi, Raja Salman, pada Agustus lalu sebelum kunjungan resmi pertamanya ke Washington pada akhir Agustus lalu. Namun, hal tersebut menciptakan sedikit perbedaan karena kebijakan luar negeri kerajaan padang gurun kini lebih seimbang dibanding sebelumnya, yang terlalu condong terhadap Barat.

Tak diragukan, selama berpuluh-puluh tahun Arab Saudi memiliki ‘hubungan khusus’ dengan bekas penyokong utama keamanan wilayah tersebut, Amerika Serikat. Drama 9/11 menjadi titik balik: tuduhan kedekatan teroris dengan Arab Saudi mengacaukan segalanya. Tuduhan di media Amerika membuat Saudi menarik investasi senilai sekitar 200 miliar dolar dari pasar saham AS.

Hal tersebut segera diatasi, dan beberapa hal kembali ke jalannya untuk sementara, hingga strategi AS, dengan antusiasme untuk menjadi mandiri dalam konteks energi dan mengurangi ketergantungan terhadap minyak Timur Tengah, mengubah kebijakan luar negeri mereka dan fokus untuk menarik perhatian Iran. Kesepakatan Wina terkait program nuklir Iran mengarah pada peristiwa pencabutan sanksi Teheran, yang dilihat oleh Riyadh sebagai musuh bebuyutan dalam hubungan regional.

Merasa dikhianati, kerajaan berlimpah minyak tersebut kemudian memilih untuk ‘mendiversifikasi’ mitra kebijakan luar negerinya dan mulai mendekati Rusia. Apakah kita menyaksikan keseimbangan yang diupayakan oleh diplomasi Saudi? Sergei Filatov, pengulas jurnal International Affairs yang berbasis di Moskow, menyampaikan hal ini pada Troika Report:

“Arab Saudi sedang mencoba mencari jalan baru untuk menangani politik internasional. Selama berpuluh-puluh tahun Riyadh adalah teman dekat Washington. Kini kedua pihak menghadapi ‘kesalahpahaman’ serius, dan Saudi mencari mitra internasional baru, termasuk Rusia."

“Setelah pelantikannya, Raja Salman memilih untuk tidak pergi ke AS, karena kebijakannya terhadap Saudi telah berubah. Mengapa? Ini adalah pertanyaan lain. Kini Raja Salman pergi menemui Presiden Obama setelah menerima undangan untuk datang ke Moskow. Kunjungannya akan dilakukan musim gugur ini. Pertemuan dengan Obama membuat Raja Salman dapat mengetahui apa yang ditawarkan oleh AS. Ini adalah persiapan untuk mengunjungi Moskow.”

“Kami adalah negara yang sangat berbeda, dengan kontradiksi, terutama, terkait kejadian masa lalu di wilayah Kaukasus. Namun, Moskow paham bahwa Arab Saudi bisa menjadi teman, atau setidaknya mitra yang baik.”

“Rusia dapat menyelesaikan masalah karena Moskow bisa bicara pada siapa saja: pada Israel, Palestina, Iran, Arab Saudi, Qatar, dan lain-lain. Kami terbuka untuk dialog semacam itu. Di wilayah ini, terdapat sejumlah kebencian. Oleh karena itu Rusia memiliki peran untuk dimainkan.”

“Kami dapat membantu mereka menyelesaikan masalah mereka dan mencari konsensus baru di Timur Tengah.”

Sesungguhnya, Raja Salman diharapkan menghadiri MAKS, pameran aviasi dan antariksa internasional yang digelar setiap tahun di kota Zhukovsky, dekat Moskow. Namun, sang raja melewatkan kesempatan tersebut. Malah, ia pergi ke Washington. Apakah ini semacam percaturan politik yang dimainkan oleh Riyadh? Maxim Suchkov, pakar Dewan Hubungan Internasional Rusia, berbagi pandangannya mengenai intrik mentalitas dan perilaku wilayah tersebut pada Troika Report:

“Ada elemen permainan dalam perilaku Saudi, dalam bagaimana mereka menyeimbangkan hubungan dengan Moskow dan Washington. Namun, konteksnya adalah mereka sangat khawatir terhadap tantangan yang mereka hadapi di sekitar wilayah mereka. Hal itu memaksa mereka bertindak lebih pragmatis dari sebelumnya.”

“Untuk Washington, kedua pihak akan mencakup lima wilayah yang bermasalah: Suriah, Yaman, Mesir, isu energi, dan tentu saja kesepakatan Iran. Dalam semua isu Riyadh dan Washington memiliki beberapa perselisihan serius. Namun kesepakatan dengan Iran akan mendominasi agenda. Obama ingin meredakan kekhawatiran Saudi terkait kesepakatan tersebut, dan akan bersikap non-resisten terhadap implementasinya."

“Sementara Saudi lebih menginginkan jamiman fisik dari AS untuk mengamankan posisi regional mereka dan menghindari Iran tumbuh mendominasi wilayah. Saya tak mengharapkan terobosan, setidaknya dalam saat ini. Kedua pihak sepertinya akan menegaskan kembali posisi mereka dan memastikan bahwa mereka tak akan merusak hubungan mereka lebih jauh.”

— Apa yang tersisa untuk Rusia jika, atau ketika, Raja Salman akhirnya memenuhi janjinya untuk mengunjungi Moskow?

“Saudi mencoba mendiversifikasi kontak mereka dengan Moskow dan Washington. Seperti kita tahu, Pangeran Mohammed bin Salman menghadiri Forum Ekonomi Internasional Sankt Petersburg musim panas lalu, dan kedua pihak diduga mencapai kesepakatan transaksi senjata yang sangat menguntungkan.”

“Ini mungkin menjadi alasan mengapa Raja Salman melewatkan MAKS: Saudi tak ingin menunjukan mereka terlalu kooperatif dengan memiliki dua kunjungan sekaligus, satu pada bulan Juni, kemudian segera setelah itu, pada Agustus. Jika Raja Salman muncul di MAKS, itu akan menjadi terlalu banyak: Ia tak mau Washington membencinya. Lalu, mereka akan datang ke Moskow kemudian dan bicara mengenai agenda yang sama, namun mungkin lebih tentang Suriah daripada Iran.”

Terlalu dini untuk mengharapkan kerja sama skala penuh antara Moskow dan Riyadh, karena terdapat sejumlah pandangan dan kepentingan yang berbeda. Rumah Saudi terlalu berhati-hati dan pragmatis untuk tak memutuskan hubungan dekatnya dengan Washington.

Namun, restrukturisasi yang terjadi saat ini di seluruh wilayah Timur Tengah, didorong oleh menguatnya Iran secara perlahan dan kehadiran ISIS, yang telah mengontrol sekitar 70 persen Suriah dan sejumlah wilayah besar Irak, memaksa Saudi untuk mencari, jika bukan sekutu baru, setidaknya mitra baru yang nyaman diajak bekerja sama menghadapi tantangan bersama.

 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki