Empat Hal Menarik dari Team Spirit, Pemenang Turnamen Internasional Dota 2 Asal Rusia

Discover Russia
VIKTORIA RYABIKOVA
Seorang pelayan, model, dan calon dokter berhenti dari pekerjaan dan studi mereka karena kecintaan mereka pada gim. Tentu untuk alasan yang bagus. Pertama kalinya, tim atlet olahraga elektronik (e-sports) Rusia memenangkan Turnamen Internasional Dota 2, mereka menerima hadiah uang lebih dari 18 juta dolar (sekitar Rp 255 miliar).

"Cerita, permainan, dan mimpi yang luar biasa!" teriak pembawa acara ke mikrofon, di tengah confetti yang meledak, saat lima orang muda mengambil piala Aegis of Champions berbentuk perisai perunggu dan perak dengan nama mereka tertulis di atasnya. Salah satu pria mengangkat perisai penghargaan itu di atas kepalanya, sementara yang lain duduk, tangannya menutup wajahnya, masih tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi.

Seperti inilah upacara penghargaan untuk ‘Team Spirit’, tim atlet e-sports Rusia yang meraih juara pertama di 'The International', turnamen global utama yang didedikasikan untuk gim Dota 2. Tim Rusia harus melawan tim PSG.LGS dari Tiongkok, dan menang dengan skor 3-2. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah bahwa tim Rusia telah memenangkan turnamen.

Hadiah Uang dan Ucapan Selamat dari Presiden Putin

Susunan akhir tim yang bertanding baru diputuskan pada awal 2021, mengakibatkan sangat sedikit orang yang mempercayainya. Namun, persiapan yang matang menguntungkan mereka. Itu menurut Pavel Golubev, Direktur Asosiasi Pengembangan Olahraga Elektronik Rusia.

“Ini seperti memenangkan kejuaraan sepak bola atau jenis olahraga bergengsi lainnya. Berpartisipasi dalam turnamen adalah impian setiap pemain dan atlet olahraga dunia maya. Ini tidak hanya bermakna, tetapi kejadian yang sangat menakjubkan,” jelas Golubev.

Mayoritas anggota tim akan membelanjakan uang hadiah mereka untuk real estat. Warganet Rusia langsung bereaksi dengan meme di media sosial.

“Lima orang baru saja mendapat 18,2 juta dolar bermain Dota 2. Bagaimana keadaan di kantor, kawan?” seorang pengguna berkomentar.

Spanduk selamat datang dan ucapan selamat menunggu para pemain saat tiba di Bandara Vnukovo Moskow.

Akhirnya, orang besar negara, Presiden Vladimir Putin, memberi selamat kepada tim.

“Dalam perjalanan ke final, Anda menunjukkan kualitas kepemimpinan dan kekompakan yang kuat, sementara di pertempuran terakhir — yang menjadi ujian nyata penguasaan dan kekuatan karakter — Anda berhasil fokus dan membalikkan keunggulan menandingi lawan yang kuat di saat yang menentukan,” kata Presiden Putin.

Memvisualisasikan Kemenangan dan Mendapatkan Burger

Yaroslav 'Miposhka' Naydenov, kapten dan anggota tertua tim, sudah berkompetisi di kejuaraan 2017 dengan tim yang berbeda. Dia kemudian berhasil masuk ke 10 besar pemain terbaik dan dianggap sebagai kapten yang menjanjikan, tetapi ketenaran itu hanya berumur pendek. Pada 2019, dia dilanda depresi.

“Pada satu titik, saya sedang duduk di sebuah apartemen sewaan kosong di Sankt Peterburg. Ada suasana aneh yang menggerogoti di sekeliling saya. Kasur, meja dengan komputer, dan wastafel di dapur yang perlu direnovasi. Saya akan bangun dan hanya duduk, tidak melakukan apa-apa selama empat jam. Lalu saya bermain dengan hasil yang bervariasi, selalu mengalami perasaan bersalah. Itu adalah periode terberat dalam hidup saya,” kenang Naydenov.

Setahun kemudian, dia berhasil masuk ke Team Spirit dan membagikan video di Twitter, di mana dia dengan penuh semangat melahap burger dan berbicara tentang rahasia kesuksesannya.

“Ini bukan hanya tentang burger…. Setiap kali sebelum tidur, saya membayangkan diri saya menang dan mencoba membayangkan emosi saya … seperti, benar-benar memvisualisasikannya terus-menerus. Mungkin, itulah yang membuat perbedaan,” kata Yaroslav.

Bekerja di Usia 13 Tahun dan Berkorban untuk Menjadi Dewa Dota

Anggota termuda tim, Ilya ‘Yatoro’ Mulyarchik, baru berusia 18 tahun. Dia mulai bermain Dota pada tahun 2013, dan segera mulai bolos kelas demi permainan.

Dia tidak bisa bangun jam 7 pagi karena dia akan bermain sampai jam 4 pagi. Dia menangani keluhan orang tuanya dengan cukup berani: "Setidaknya saya duduk di rumah bermain komputer, daripada berkeliaran di jalanan dan merokok." Menurut Ilya, alasan itu membuat orang tuanya cukup merasa puas.

Demi menabung mendapatkan komputer yang memiliki spesifikasi bagus untuk gim, Ilya bekerja sebagai pedagang di usia 13 tahun yang dia lakukan selama enam bulan. Dia bermimpi menjadi seorang jurnalis atau kriminolog, sebelum "mendaftar di beberapa perguruan tinggi untuk belajar geologi". Pada akhirnya, dia bahkan tidak pergi ke perguruan tinggi sama sekali.

Selama kejuaraan, Ilya mencukur rambutnya, mengumumkan bahwa itu semua atas nama gelar “dewa Dota”, dan tentu untuk membantunya mengamankan kemenangan.

Memilih Dota 2 daripada Karir di Bidang Kedokteran dan Pemodelan

Anggota tim lainnya juga membuat keputusan secara sadar untuk berhenti dari studi dan pekerjaan mereka untuk berlatih demi turnamen ini.

Aleksandr 'Torontotokyo' Khertek dari Tuva (20), mengklaim bahwa dia adalah segelintir bukti nyata sebagai seorang anak dan hanya anime Jepang yang membantunya menjadi agak "lebih baik". Setelah menyelesaikan sekolah, ia mendaftar di fakultas matematika komputasi dan teknologi di Moscow State University (MSU), keluar selama semester kedua untuk mendedikasikan lebih banyak waktu untuk permainan sembari bekerja sebagai administrator sistem dan pelayan. Dia percaya bahwa profesi ini membantunya mewujudkan ambisinya.

“Bekerja sebagai staf layanan membantu saya memahami orang dan pengembanganidentitas diri…. Saya mengerti bahwa pelayan, koki, dan petugas kebersihan adalah orang dengan masalah mereka sendiri, kehidupan mereka sendiri. Sejak saat itu, saya selalu mencoba meninggalkan tip,” kenang atlet e-sports itu.

Magomed ‘Collapse’ Khalilov (19) dari Makhachkala, Dagestan, telah bermain sejak 2017 dan ingin menjadi dokter.

Dia akhirnya mendaftar di perguruan tinggi, tetapi mengambil cuti panjang untuk dapat mendedikasikan lebih banyak waktu untuk olahraga elektronik.

Miroslav Kolpakov (21) biasa melakukan pekerjaan secara sporadis sebagai model.

“Itu adalah perasaan yang paling menyenangkan dalam hidup saya, tetapi bukan karena saya berhasil masuk ke tiga besar, tetapi karena saya meraih kemenangan bersama dengan rekan satu tim saya. Kami adalah lima teman yang suka bermain Dota bersama. Saya dulunya adalah pemain yang buruk, tetapi orang-orang memberi saya kesempatan dan akhirnya saya mengerti bagaimana bermain setelah dua bulan,” kata Miroslav.

Selanjutnya, bagaimana mahasiswa Rusia menciptakan komunitas catur global? Simak selengkapnya.