Bagaimana Proses Vaksinasi COVID-19 di Rusia?

A. Novoderezhkin; S. Savostyanov/TASS
Pada 4 Desember 2020, Rusia meluncurkan vaksinasi COVID-19 secara massal. Atas perintah Presiden Vladimir Putin, kampanye vaksinasi massal dimulai di seluruh negeri mulai Senin (18/1).

“Cepat atau lambat, semua orang akan terinfeksi, sementara efek samping dan risiko vaksin lebih kecil daripada (ancaman) virus corona itu sendiri," kata Dmitry Lushnikov, direktur humas jejaring sosial Rusia VKontakte, menjelaskan keputusannya disuntik vaksin COVID-19.

Ketika ia mengunjungi klinik setempat pada pertengahan Desember lalu demi mendapatkan dosis pertama vaksin Sputnik V (vaksin buatan Rusia diberikan dalam dua dosis), hanya ada dua orang lain di sana selain dirinya. Namun, selang tiga minggu kemudian, ketika dia kembali ke klinik tersebut untuk mendapatkan suntikan kedua, orang-orang mulai mengantre, katanya.

“Di klinik, mereka (para petugas medis) membawa saya menemui semua (dokter) spesialis yang diperlukan dan memeriksa kondisi saya secara menyeluruh. Setiap orang yang mengalami gejala pilek atau flu dibawa melalui pintu masuk lain yang mengarah ke lantai lain. Dengan demikian, siapa pun yang datang untuk melakukan vaksinasi tidak bersinggungan dengan mereka,” kenang Lushnikov.

Begitulah vaksinasi di Moskow pada Desember 2020 bermula. Selama rapat dengan para menteri, Presiden Rusia Vladimir Putin menyebutkan bahwa pemerintah akan melakukan vaksinasi besar-besaran. Presiden memerintahkan, vaksinasi massal harus dimulai per 18 Januari 2021.

“Saya ingin Anda semua menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan. Untunglah, vaksin kita (Sputnik V) tidak memerlukan kondisi khusus untuk pengiriman atau pengangkutan, seperti suhu minus 50 atau 70 derajat. Segalanya jauh lebih sederhana dan lebih efisien bagi kita,” kata Putin.

Vaksinasi COVID-19 di Moskow, Rusia.

Sejauh ini, menurut situs wali kota Moskow, vaksinasi COVID-19 di ibu kota terbuka untuk warga berusia di atas 60 tahun, penderita penyakit kronis, mahasiswa berusia di atas 18 tahun, serta orang-orang yang pekerjaannya melibatkan interaksi dengan banyak orang, seperti pegawai rumah sakit, sekolah, dinas layanan sosial, hotel, restoran, penata rambut, pegawai bank, pengurus gereja, pegawai bioskop, dan wartawan.

Kriteria serupa pun berlaku di Sankt Peterburg meskipun dokter, pekerja sosial, dan orang dengan kondisi kronis lebih diprioritaskan. Sementara itu, di Moskovskaya oblast, vaksinasi terbuka bagi warga berusia di atas 18 tahun tanpa potensi komplikasi, sedangkan di wilayah lain, vaksinasi diprioritaskan untuk dokter dan para pekerja sosial. Di semua klinik pemerintah, vaksinasi virus corona sama sekali tak dipungut biaya alias gratis.

Vaksinasi juga tersedia di klinik-klinik swasta di ibu kota. Misalnya, jaringan klinik Medsi menawarkan layanan penyuntikan vaksin kepada warga Moskow dengan pemeriksaan medis wajib sebelum vaksinasi seharga 1.850 rubel (sekitar 353 ribu rupiah). Namun, vaksin itu sendiri gratis. Selain itu, vaksin tersedia di lebih dari 15 klinik swasta lainnya. Pemerintah juga berencana memasok vaksin ke 34 fasilitas medis lainnya, kata Wakil Wali Kota Moskow Anastasia Rakova, Kamis (14/1).

Efek Samping

Untuk sementara, vaksin tidak diberikan kepada warga berusia di bawah 18 tahun yang menderita ISPA, ibu hamil atau menyusui, pasien yang penyakit kronisnya tengah memasuki fase akut, atau orang-orang yang mengikuti uji klinis vaksin COVID-19 supaya tidak merusak hasil pengujian.

“Saya mendapat suntikan pertama pada Desember. Pada hari pertama, saya merasa mengantuk dan pada malam hari saya merasa seperti jatuh sakit … pada hari kedua, pada malam hari, bahu (bagian tubuh yang disuntik) mulai sakit dan saya merasa sakit kepala, tetapi tidak demam … sepanjang malam, saya tak bisa bergolek ke arah lengan yang disuntik karena sakit. Sejak hari ketiga, semua gejala tersebut hilang,” kata Dmitry Lushnikov menjelaskan efek samping yang ia rasakan di Facebook.

Setelah suntikan kedua, Lushnikov mengaku tak bisa tidur semalaman, merasa panas dan dingin, dan keesokan harinya merasa mengantuk, sementara bahunya sakit. Namun setelah itu, semua efek samping menghilang.

Dmitry Pesterev, seorang pegawai di sebuah organisasi nirlaba di Moskow, melaporkan efek samping yang jauh lebih serius setelah suntikan pertama.

“Selama dua hari, saya demam, suhu (tubuh) mencapai 39 derajat, seluruh tubuh saya sakit, luka lama akibat cedera olahraga bahkan mulai terasa sakit. Saya merasakan sakit dan nyeri di sekujur tubuh saya, kedinginan, dan sakit kepala yang parah. Kemudian, semuanya tiba-tiba menghilang. Saya berharap ini tidak akan terjadi dengan suntikan kedua,” kata Pesterev kepada Russia Beyond.

Orang-orang menunggu untuk menerima vaksin COVID-19 di pusat vaksinasi poliklinik diagnostik No.121, Moskow, Rusia, Kamis (14/1).

Alexander Kostyukov, seorang kepala kantor komunikasi, juga disuntik, tetapi dia tidak merasakan efek samping apa pun.

“Sebelum Tahun Baru, jadwal (vaksinasi) saya dibatalkan beberapa kali karena pihak klinik tidak dapat mengumpulkan lima pasien sekaligus — vaksin didistribusikan dalam ampul beku berisi lima dosis sehingga ia hanya dicairkan jika ada cukup orang (untuk disuntik). Sekarang, ada lebih banyak orang yang ingin mendapatkan vaksin. Ketika saya di sana, kebanyakan dari mereka adalah pensiunan,” kata Kostyukov.

“Insentif” dan “Bonus”

Pada musim gugur, ketika gelombang kedua virus corona menyerang, kartu perjalanan warga Moskow berusia di atas 65 tahun, pelajar berusia di atas 18 tahun, serta orang-orang dengan kondisi kronis diblokir sehingga mereka tak dapat lagi menggunakan transportasi umum secara gratis atau dengan potongan harga, melainkan dengan harga penuh. Pada 29 Desember 2020, Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin mengumumkan bahwa semua warga dapat menikmati kembali manfaat tersebut jika mereka divaksinasi COVID-19.

Di Sakhalin, Timur Jauh, orang-orang yang telah divaksinasi akan diberikan semacam lencana sebagai penanda bahwa mereka tidak perlu memakai masker di tempat umum, laporRIA Novosti, mengutip Kepala Humas Gubernur Sakhalin Valery Limarenko.

Namun, hanya 38 persen orang Rusia saja yang berencana mendapatkan suntikan (93 persen di antaranya berusia 45 tahun ke atas), menurut jajak pendapat VTsIOM pada 23 Desember 2020.

Berdasarkan hasil temuan, sekitar 52 persen responden tak mau divaksinasi. Angka tersebut bahkan lebih tinggi di antara golongan muda pada kelompok usia 25—34 tahun (70 persen). Sebagian besar orang yang menentang vaksinasi menyebutkan rasa takut dan ketidakpercayaan sebagai alasan utama yang membuat mereka enggan disuntik. Selain itu, banyak juga yang menyebutkan bahwa vaksin yang digunakan belum cukup dipelajari dan dikembangkan terlalu cepat.

Lebih lanjut, akhir tahun lalu, Reutersmelaporkan bahwa pegawai negeri, pegawai sektor publik, dan staf dinas layanan perkotaan di Rusia terpaksa disuntik supaya tidak dipecat. Russia Beyond berbicara dengan beberapa karyawan di sejumlah dinas layanan perkotaan di ibu kota. Seorang karyawan di Mosvodokanal, perusahaan air minum kota, mengeluhkan tekanan vaksinasi dari manajemen.

“Semua itu terjadi antara September dan Desember. Pertama, kami ditawarkan uang, lalu cuti, lalu mereka (manajemen) mulai mengawasi kami sambil mengatakan, ‘Anda pikir, kami tak bisa mecari alasan untuk memecat Anda?’” Kata narasumber kami di Mosvodokanal yang tak ingin disebutkan namanya.

Karyawan-karyawan Mosvodokanal di Jalan Pleteshkovsky, Moskow.

Pada akhir Desember 2020, jurnalis Anna Shafran memublikasikan rekaman audio kepala Mosvodokanal sehingga mengonfirmasi isu tersebut. Menurut narasumber kami, setelah itu ancaman berhenti tetapi permohonan vaksinasi terus dilakukan.

“Misalnya, hari ini, 14 Januari, adalah hari libur saya, tapi saya sudah mendapat lima panggilan telepon dari kantor. Ketika saya mengangkat telepon, saya diceramahi panjang lebar tentang betapa pentingnya mendapatkan vaksinasi, mereka bilang vaksin itu bagus dan aman. Selain itu, mereka memberi tahu saya bahwa saya tidak perlu melakukan tes darah untuk memastikan antibodi saya dan bahwa vaksinasi akan diberikan di kantor, bukan di klinik. Saya tidak percaya,” kata pegawai Mosvodokanal.

Laporan ancaman pemecatan dan tuntutan dari manajemen juga dikonfirmasi oleh seorang karyawan dari dinas layanan perkotaan Moskow lainnya (yang meminta nama organisasi dan identitasnya tidak dipublikasikan) kepada Russia Beyond.

“Mereka mengancam saya dengan pemecatan. Saya sempat berpikir akan mengadu ke kantor kejaksaan, tapi kemudian saya terinfeksi virus corona. Belum jelas apa yang akan terjadi selanjutnya. Suasana setelah liburan Tahun Baru lumayan tenang, dan saya ‘beruntung’ sakit,” kata narasumber kami.

Sputnik Lite dan Tes Vaksin Tiongkok

Sputnik V bukan satu-satunya vaksin yang disiapkan untuk vaksinasi massal. Pada 11 Januari 2021, Kementerian Kesehatan Rusia mengizinkan Pusat Gamaleya untuk memulai uji klinis vaksin Sputnik Lite. Ini adalah komponen pertama Sputnik V yang menawarkan kekebalan untuk jangka waktu tiga sampai empat bulan dan memiliki efikasi sekitar 85 persen, menurut Alexander Gintsburg, Direktur Pusat Gamaleya. Penggunaan Sputnik Lite memungkinkan Rusia untuk memvaksinasi puluhan juta orang sekaligus, kata Presiden Vladimir Putin. Efikasi vaksin dua komponen ini mencapai 93 persen dan menciptakan kekebalan terhadap virus corona selama tiga tahun.

Botol-botol kandidat vaksin COVID-19, vaksin berbasis vektor adenovirus rekombinan Ad5-nCoV, dikembangkan oleh perusahaan biofarmasi Tiongkok CanSino Biologics Inc. dan tim yang dipimpin oleh pakar penyakit menular militer Tiongkok.

Selain itu, pada musim gugur lalu, Rusia turut menguji klinis vaksin Tiongkok Ad5-nCov yang juga menunjukkan efikasi tinggi, lapor surat kabar Rossiyskaya Gazeta, mengutip perusahaan farmasi Petrovax, yang melakukan pengujian. Salah satu peserta uji klinis, Anastasia Uglik, editor Harper's Bazaar Rusia, menceritakan pengalamannya di Facebook.

“Efek sampingnya sama persis dengan yang dialami oleh mereka (tidak semua) yang divaksinasi Sputnik V: demam selama satu setengah hari, pegal-pegal, lemas, kelelahan, sementara lengan yang disuntik agak bengkak dan sakit … perbedaan utamanya, vaksin itu adalah vaksin dosis tunggal. Jadi, hanya ada satu suntikan,” tulis Uglik di Facebook.

Namun, hingga kini belum jelas apakah vaksin Tiongkok akan didaftarkan di Rusia.

“Secara teori, kami tentu saja bisa mendapatkan vaksin impor untuk melawan virus corona. Namun, vaksin impor baru bisa tersedia di sini setelah didaftarkan,” kata Alla Samoilova, Kepala Pengawas Kesehatan Roszdravnadzor kepada kantor berita TASS di sela-sela Forum Gaidar, Kamis (14/1).

Statistik dan Rencana Pasokan Vaksin

Pada 14 Januari 2021, jumlah warga yang telah divaksinasi di Moskow mencapai 140.000 orang dan 22.000—24.000 lainnya menunggu suntikan pertama mereka, kata Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin kepada saluran TV Rossiya-24.

Pengiriman vaksin virus corona ke poliklinik kota No. 2.

Namun, jumlah orang yang telah divaksinasi di seluruh Rusia tidak diketahui secara pasti.

  • Di Sankt Peterburg, hanya 17.000 orang,
  • di Moskovskaya oblast, hampir 21.000 orang,
  • di Krasnodarsky krai, 9.800 orang,
  • di Samarskaya oblast dan Bashkortostan, masing-masing sekitar 6.000 orang,
  • di 33 wilayah lain, jumlahnya bervariasi antara 1.000 hingga 5.000 orang,
  • di wilayah lain yang tersisa, jumlah yang divaksinasi di bawah 1.000 orang.

Wakil Perdana Menteri Tatyana Golikova mengatakan bahwa badan-badan pemerintah siap meningkatkan skala vaksinasi.

“Sebelum akhir Januari, sekitar 2.1 juta dosis vaksin akan diberikan (ke daerah) dan kami harus meningkatkan kampanye vaksinasi secara signifikan,” katanya.

Aturan swakarantina memengaruhi kehidupan setiap warga Rusia, termasuk Presiden Putin. Lantas, seperti apa kehidupan pemimpin Rusia akhir-akhir ini?

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki