Sebanyak 68 persen warga Rusia tak menginginkan presiden perempuan. Hal ini didapat dari hasil studi bersama yang dilakukan Pusat Penelitian Opini Publik Rusia (VTsIOM) dan Pusat Konjungsi Politik (CPC), sebagaimana dilaporkan oleh kantor berita Rusia TASS, Jumat (6/3).
Angka tersebut mengalami peningkatan dari 61 persen pada 2016, sementara persentase warga yang mendukung gagasan presiden perempuan turun 10 persen, dari 31 persen pada 2016, menjadi 21 persen pada tahun ini.
Hal ini berbanding terbalik dengan posisi perdana menteri. Jika pada 2016 sebanyak 55 persen responden menentang gagasan perdana menteri perempuan, tahun ini hanya 31 persen yang menolak ide tersebut.
Dukungan untuk menempati posisi kepala instansi juga berkurang, dari awalnya sebanyak 66 persen pada 2016, turun menjadi 51 persen tahun ini. Pada saat yang sama, jumlah responden yang menentang naik dari 26 persen menjadi 35 persen.
Menurut penelitian tersebut, baik responden perempuan maupun lelaki tidak ingin seorang perempuan menempati posisi yang bertanggung jawab dalam membuat keputusan-keputusan penting. Namun, 82 persen lelaki dan 83 persen perempuan ingin melihat perempuan menempati posisi sebagai menteri pertahanan, jaksa agung dan menteri dalam negeri. Sementara untuk posisi kepala departemen kesehatan, jaminan sosial, atau pendidikan, 72 persen perempuan dan 69 persen lelaki yang mendukung gagasan itu.
Gagasan presiden perempuan sebagian besar didukung oleh kaum muda — sebanyak 43 persen dari 21 persen total responden yang mendukung berada dalam dalam kelompok usia 18 – 24 tahun. Sedangkan 78 persen dari total 68 persen yang menolak, berada dalam kelompok usia 60 tahun lebih.
Survei inisiatif seluruh Rusia "VTsIOM-Sputnik" ini dilakukan pada 1 Maret 2020, dengan melibatkan 1.600 orang Rusia berusia di atas 18 tahun.
Orang Rusia kerap bersumpah serapah di tempat kerja sepanjang hari. Menurut penelitian, inilah orang-orang yang paling sering menyumpah di tempat kerja.