Adakah ‘Political Correctness’ di Rusia?

Natalya Nosova
Seorang Amerika yang tinggal di Sankt Peterburg menemukan alasan mengapa kebanyakan orang Rusia tak mudah tersinggung dan tidak takut menyinggung orang lain.

Saya punya kawan orang Inggris yang juga tinggal di Sankt Peterburg. Suatu hari, dia mengeluh bahwa dia tak tahan dengan rasisme orang Rusia. Ketika saya bertanya kepadanya apa yang terjadi, dia berkata, “Dia (teman kencan si orang Inggris -red.) bilang, Paris sekarang jadi payah karena kaum imigran.”

Enam bulan kemudian, saya menonton pidato Presiden AS Donald Trump. Dalam pidatonya, Trump berkata, “Paris kini bukan lagi (kota) Paris.” Trump kemudian mengangkat bahu seolah-olah mengisyaratkan sesuatu.

Trump berusaha bersikap sopan atau politically correct, sedangkan teman kencan kawan saya tidak. Keduanya sebetulnya sama-sama menyebalkan, tetapi dari segi kesopansantunan Rusia, teman kencan kawan saya itu semata-mata berterus terang.

Ketika saya membahas mengenai political correctness dengan orang Rusia, banyak yang tidak mengerti apa yang saya maksud. Saya malah mendapat pertanyaan-pertanyaan, seperti, “Maksudmu ketika politisi berbohong?” Atau, “Maksudmu sesuatu tentang korupsi?”

Apa yang Dimaksud Political Correctness?

“Upaya menghindari, sering kali dianggap terlalu ekstrem, segala bentuk tindakan atau ekspresi yang dapat mengucilkan, memarginalkan, atau menghina suatu kelompok tertentu yang secara sosial kurang beruntung atau terdiskriminasi.” Begitulah definisi political correctness menurut Kamus Oxford.

Frasa ‘dianggap terlalu ekstrem’ dalam definisi di atas seharusnya memberikan sedikit gambaran terhadap istilah tersebut.

Hingga kini, istilah itu belum punya padanan dan masukan di Wikipedia bahasa Indonesia. Menerjemahkan istilah ini memang tidak mudah. Political correctness lebih dari sekadar kepantasan bersikap (yang menuntut kita menurut pada tata krama). Political correctness ini lebih mengandaikan kebenaran sikap mental, yaitu tidak bias, tidak rasis, tidak membenci, atau merendahkan kelompok tertentu.

Jadi, mengapa kita memiliki political correctness?

Saya bertemu dengan seorang teman yang mengelola toko buku di pusat kota Sankt Peterburg. Ketika saya membahas mengenai political correctness dan menanyakan pendangannya, dia berkata, “Political correctness itu penting dan, di Rusia, sikap semacam itu sering kali bersinggungan dengan ranah feminisme dan homofobia. Contoh, seorang lelaki homoseksual dianggap tak perlu tersinggung ketika melihat kaus yang bertuliskan ‘f*ggot’ (kata kasar dalam bahasa Inggris yang berarti homo). Kalau kita memiliki undang-undang untuk melindungi institusi/lembaga keagamaan — yang sebetulnya memang ada — dari persekusi verbal, lantas kenapa kita membiarkan orang-orang secara terang-terangan mengutuk orang lain hanya karena ia seorang homoseksual. Dan sebagai perempuan gemuk, kenapa orang-orang bisa mengatur apa yang seharusnya saya lakukan dan pikirkan dengan diri saya sendiri? Kita tak seharusnya berperilaku seperti itu terhadap satu sama lain.”

Saya lalu membalas bertanya, “Apakah menurutmu banyak orang Rusia merasakan hal ini?”

“Tidak, banyak orang tidak berpikir seperti itu di Rusia. Mereka tak merasa membutuhkannya, atau memang tidak peduli,” ujarnya menimpali.

Setelah duduk dengan lebih banyak orang Rusia untuk membahas topik tersebut, saya mendengar sentimen serupa: orang Rusia tak merasa membutuhkan political correctness.

Saya berbicara dengan seorang perempuan berinisial Z. Dia mengatakan kepada saya, “Saya pikir kebanyakan orang di sini tak terlalu memikirkan untuk bersikap politically correct, kecuali Anda sendiri menunjukkan sikap semacam itu. Setelah itu, Anda bisa mendapatkan respons, ‘Oke sobat, tidak masalah,’ dan semua baik-baik saja — obrolan akan berlanjut, atau tanggapan seperti, ‘Kenapa pula Anda mempermasalahkannya?’”

Lantas, saya bertanya, “Bagaimana kalau seseorang benar-benar tersinggung oleh sesuatu yang Anda katakan?”

“Kalau orang itu adalah bagian dari kelompok minoritas yang Anda hina, kebanyakan orang Rusia akan berusaha mengalihkan topik pembicaraan begitu saja. Kecuali dia seorang pria setengah baya yang mabuk. Kalau begitu keadaannya, tamatlah Anda!”

Political Correctness Barat Terlalu Lunak dan Hampa’

Banyak dari mereka yang saya ajak bicara menekankan bahwa orang Rusia sangat sensitif terhadap kebebasan berbicara. Orang Rusia tak mau dibatasi mengekspresikan hal-hal yang boleh mereka ucapkan. Dalam hal ini, political correctness dipandang sebagai alat yang membatasi, bukan melindungi.

C, seorang warga Moskow, mengatakan kepada saya, “Ada beberapa cara orang Rusia memandang political correctness ‘Barat’. Yang pertama, banyak orang Rusia skeptis, mereka pikir itu terlalu lunak dan hampa. Terlalu toleran.”

Saya lalu menimpali, “Apakah ada orang Rusia yang tidak termasuk dalam kategori ini?”

“Tentu saja. Sebenarnya, banyak ‘elite liberal’ Rusia menganggap model political correctness Barat sebagai penahan yang memungkinkan kekuatan Barat untuk mengurangi ketegangan dan meningkatkan posisi ekonomi mereka. Pada dasarnya, tidak ada yang mau bekerja dengan Anda kalau Anda orang yang kasar. Apakah yang dikatakan itu benar atau salah, bukan itu intinya. Intinya, supaya maju dan berkembang, seseorang perlu berkompromi. Perkataan yang kita ucapkan sama sekali tidak meninggalkan rasa tidak enak di mulut, itu cuma kata-kata. Jadi, apa salahnya menelan mereka mulai sekarang dan seterusnya kalau itu bisa mengarah pada kemajuan? Saya pikir, begitulah pemikiran mereka, tetapi hal semacam itu berjalan di Barat dan political correctness tergantung pada siapa Anda menghabiskan waktu bersama.”

Anda Benar Bersama Mereka yang Benar

Sementara banyak orang Rusia tidak merasa tersinggung karena pada akhirnya semua adalah dosa bersosialisasi, mereka mengakui pentingnya untuk tidak menjadi seorang yang berengsek.

Political correctness sering kali bermuara pada teman-teman dekat, komunitas tempat Anda tinggal, dan ketebalan dinding yang mengelilingi Anda.

Political correctness dapat digunakan sebagai cara untuk membuka dialog antara orang-orang yang dalam keadaan lain akan saling terpisah. Namun, pertanyaannya adalah apakah orang yang menggunakan political correctness untuk perubahan positif menggunakannya dengan cara yang benar?

Dalam berbicara dengan orang Rusia, yang secara keseluruhan kurang menganggap penting topik tersebut, political correctness tampaknya merupakan alat bermanfaat yang digunakan dengan cara yang salah, seperti pensil. Anda bisa menggunakan pensil untuk menuliskan kata-kata yang mengubah hati dan pikiran seluruh generasi, tapi Anda bisa juga berlarian menggunakannya untuk menusuk wajah orang yang tidak sopan.

Tanggapan (Lainnya) dari Pembaca

“Sikap saya terhadap political correctness? Saya pikir kami tidak membutuhkannya karena tidak pernah ada masalah riil yang berkaitan dengan rasisme, diskriminasi, atau sesuatu semacam ini. Saya bisa bilang bahwa sebagian besar orang Rusia toleran ‘sejak lahir’. Alasan kedua mengapa kami tidak membutuhkan political correctness adalah karena kami bangsa yang jujur. Kami terbiasa mengatakan semuanya apa adanya. Namun, kami memang memiliki beberapa masalah yang bisa dikaitkan dengan political correctness.” kata Clemente

“Dalam bahasa Rusia, kata Negro (atau N-word dalam bahasa Inggris) tidak mengandung konotasi negatif dan hanya dihindari oleh orang Rusia yang berbahasa Inggris, yang baru terbiasa dengan political correctness Amerika. Itu sama sekali bukan sesuatu yang menyangkut kedaerahan,” kata Igor dari Sankt Peterburg.

“Saya tidak tahu bagaimana orang Rusia memandang political correctness Barat. Saya pikir, itu sesuatu yang tidak kami pahami. Maksud saya, apa gunanya memanggil seseorang dengan sebutan yang lebih baik kalau Anda membenci mereka?” kata Daria.

Benjamin Davis, penulis Amerika yang tinggal di Rusia, mengeksplorasi berbagai topik melalui percakapan dengan orang Rusia. Terakhir, dia mencari tahu seperti apa model pendidikan di Rusia. Jika Anda mau supaya Benjamin mengulas topik tertentu, silakan tulis di bagian komentar di bawah ini atau di Facebook kami!

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki