Kembali menguatnya hubungan militer Rusia-Indonesia sangat dipengaruhi oleh perpecahan antara Indonesia dan AS.
ReutersPada awal 1990-an, kedua pihak berusaha untuk melanjutkan hubungan yang sempat merenggang. Namun, sejumlah faktor membuat keduanya tak dapat membangun kembali hubungan yang dekat hingga tahun 2000-an.
Sebagai contoh, pembicaraan mengenai pengiriman pesawat tempur Rusia Sukhoi Su-30 ke Indonesia telah dilakukan beberapa sejak 1997. Namun, contoh pertama tipe ini baru berhasil dikirimkan pada 2003.
Kembali menguatnya hubungan militer Rusia-Indonesia sangat dipengaruhi oleh perpecahan antara Indonesia dan AS.
Washington memberlakukan embargo yang berlarut-larut terhadap penjualan senjata ke Jakarta, dengan menuduh Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Timor Timur.
Larangan penuh penjualan senjata, termasuk suku cadang, berlangsung sejak 1999 hingga 2005.
AS kini telah memperbaiki hubungan dengan Indonesia. Namun, Jakarta sudah belajar untuk tidak menaruh semua telurnya dalam satu keranjang saja. Indonesia kini mendiversifikasi impor senjatanya dengan membeli baik dari AS maupun Rusia.
Pada 2011, AS setuju mengirimkan 24 jet tempur bekas Lockheed Martin F-16 C/D Block 25 ke Indonesia, secara gratis.
Pada akhir 2012, kedua negara membuka pembicaraan mengenai pengiriman helikopter multiguna Sikorsky UH-60 Black Hawk dan helikopter serang Boeing AH-64D Apache.
Pendekatan pragmatik ini memungkinkan Jakarta untuk melindungi impornya, sambil menjaga kenetralanannya dalam urusan militer di kawasan Asia Tenggara.
Rusia telah mengirimkan 16 unit pesawat tempur Sukhoi ke Indonesia sejak 2003. Sementara, masih ada empat pengiriman lagi yang ditangguhkan.
Moskow juga telah menjual helikopter Mil Mi-35 dan Mi-17, kendaraan tempur infanteri BMP-3F, pengangkut personil lapis baja BTR-80A, dan senapan serbu AK-102 kepada Jakarta.
Sebuah komisi antarpemerintah untuk kerja sama teknis militer dibentuk pada 2005. Pada 2007, Moskow memberikan pinjaman sebesar satu miliar dolar AS kepada Jakarta guna membeli berbagai perangkat keras militer Rusia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kerja sama militer antara Rusia dan Indonesia telah berkembang hingga ke luar perdagangan senjata.
Pada 2011 lalu, Angkatan Laut Rusia dan Indonesia berlatih tindakan pencegahan bajak laut dalam latihan bersama mereka yang pertama sepanjang sejarah. Rusia dan Indonesia juga melanjutkan kerja sama multilateral dalam format ASEAN. Pada Juli 2004, Rusia dan ASEAN menandatangani sebuah deklarasi terkait tindakan pencegahan bersama melawan terorisme.
Pertemuan Menteri-menteri Pertahanan ASEAN dan Latihan Kontraterorisme dilakukan di Indonesia pada tanggal 9 – 13 September.
ASEAN dan Rusia pun menyelenggarakan pertemuan tahunan dan sesi-sesi kelompok kerja menyangkut keamanan maritim, bantuan kemanusiaan dan bantuan bencana, obat-obatan militer, operasi penjagaan kedamaian, dan aksi kemanusiaan pembersihan ranjau.
Dalam Indo Defence Expo & Forum yang diadakan di Indonesia pada 2012 lalu, Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro meminta agar Rusia melibatkan diri secara langsung dalam mengembangkan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Permohonan ini membuka lebih banyak kesempatan untuk bekerja sama. Moskow pun sudah menawarkan Jakarta bantuan untuk mengembangkan pertahanan udaranya.
Saat ini, pasukan pertahanan udara Indonesia hanya memiliki sistem misil darat-ke-udara (SAM) jarak dekat.
Viktor Komardin, wakil kepala eksportir senjata pemerintah Rusia Rosoboronexport, berkata Moskow dapat menjual sistem SAM baik secara satuan kepada Jakarta maupun membantunya membangun jaringan pertahanan udara yang komprehensif.
Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia Edy Prasetyono mengatakan, "Kerja sama militer Indonesia-Rusia belum mencapai kemajuan yang signifikan, tak hanya dalam penjualan militer, melainkan juga dalam bidang-bidang kerja sama militer lain, seperti praktik, latihan, dan pendidikan militer. Terdapat banyak bidang yang dapat dikembangkan lebih lanjut oleh kedua negara, seperti kerja sama antiteror, operasi bantuan bencana, dan pertukaran personil."
"Kedua kedutaan di masing-masing ibu kota perlu berinteraksi lebih intensif untuk mengidentifikasi apa saja kepentingan yang beririsan antara kedua negara dan merumuskan kebijakan operasional apa saja yang harus diterapkan demi mencapai target-target tersebut. Indonesia kini memiliki anggaran industri pertahanan yang akan digunakan untuk mengembangkan industri pertahanan melalui kerja sama internasional. Maka dari itu, masih ada ruang bagi Rusia untuk bekerja sama dengan Indonesia, terutama dalam mengembangkan platform senjata tertentu. Kedua negara perlu bernegosiasi tentang bidang yang satu ini," kata Prasetyono menyarankan.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda