Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS).
ISS/NASAKomando Ruang Angkasa Amerika Serikat (AS) mengutuk Rusia karena telah menembak jatuh salah satu satelitnya sendiri, Senin (15/11).
Menurut AS, Moskow menggunakan rudal anti satelit pendakian langsung (DA-ASAT) dan menciptakan 1.500 keping puing di ruang angkasa yang dapat membahayakan satelit lain yang ada di orbit Bumi.
Moskow menjelaskan, langkah tersebut perlu dilakukan agar tetap sejalan dengan aktivitas militer AS di ruang angkasa.
Media Rusia menerima pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Rusia bahwa mereka telah berhasil melakukan uji coba rudal yang menembak jatuh sebuah satelit yang sudah tidak beroperasi bernama 'Celina-D'.
Menurut Kemenhan, uji coba tersebut merupakan jawaban atas strategi ruang angkasa AS yang baru dan uji coba modifikasi terbaru pesawat ruang angkasa tak berawak AS Boeing X-37.
“AS membentuk komando ruang angkasa pada 2020 dan resmi mengadopsi strategi ruang angkasa yang baru. Salah satu tujuan utamanya adalah 'menciptakan keunggulan militer yang komprehensif di ruang angkasa',” kata komando militer Rusia, Selasa (16/11).
Kemenhan juga mengeklaim, pihak AS aktif mengembangkan dan menguji kemampuan berbagai serangan terbaru di orbit, termasuk modifikasi terbaru dari pesawat ruang angkasa tak berawak X-37.
Komando militer Rusia menambahkan, mereka menganggap tindakan tersebut sebagai ancaman dan tidak sesuai dengan tujuan penggunaan ruang angkasa secara damai.
“Dengan pemikiran itu, Kemenhan sedang melaksanakan kegiatan yang direncanakan untuk memperkuat kemampuan pertahanan yang mengecualikan kemungkinan kerusakan mendadak pada keamanan negara di ruang angkasa dan di darat, di tangan teknologi ruang angkasa yang ada dan yang prospektif,” ujar komando militer Rusia.
Kemenhan Rusia tidak mengungkapkan senjata apa yang digunakan untuk menembak jatuh satelit lama Soviet yang disebut 'Cosmos-1408' oleh AS itu. Saat ini, hanya ada dua sistem senjata Rusia yang mampu menghancurkan objek di ruang angkasa, yaitu sistem pertahanan udara S-500 dan S-550 yang belum lama ini baru diungkap.
“Kita dapat berasumsi bahwa itu adalah peluncuran tempur nyata dari sistem rudal permukaan ke udara generasi kelima S-500 yang mampu memilih dan menembak jatuh target-target spesifik di dekat ruang angkasa,” kata Pemimpin Redaksi Natsional'naya oborona Igor Korotchenko.
Menurutnya, data uji menunjukkan bahwa S-500 akan menetralisasi ancaman senjata orbit baru yang memiliki kemampuan bermanuver, dapat digunakan kembali, dan mampu membawa semua jenis senjata, termasuk senjata nuklir.
“Rusia ingin menunjukkan bahwa mereka mampu menghilangkan ancaman yang datang dari ruang angkasa. Perlu disebutkan, S-500 dan S-550 adalah senjata pertahanan yang eksklusif. Tugas kedua senjata itu adalah menanggapi jenis ancaman militer baru yang akan terwujud dalam lima tahun ke depan di orbit Bumi, ” tegas Korotchenko.
Sebelum Rusia, AS dan Tiongkok telah melakukan hal serupa dalam beberapa dekade terakhir.
"Uji coba seperti ini telah dilakukan oleh Angkatan Laut AS yang menembak jatuh salah satu satelitnya dengan rudal anti orbit mereka dan juga oleh tentara Tiongkok yang menggunakan rudal di darat untuk menghancurkan salah satu satelit mereka', kata mantan Wakil Direktur Institut Analisis Politik dan Militer Aleksandr Hramchihin kepada Russia Beyond.
Uji coba semacam itu dilakukan pertama kali oleh pasukan Tiongkok pada 2007, untuk menghancurkan satelit cuaca tua Feng Yun-1C yang mengorbit pada ketinggian sekitar 850 kilometer. Penghancuran itu menghasilkan lebih dari tiga ribu potongan puing yang dapat dilacak dan banyak di antaranya masih mengorbit hingga saat ini.
Pada 2008, AS menembak jatuh satelit pengintai USA-193 yang sudah tidak berfungsi. Berbeda dengan yang dilakukan Tiongkok, uji coba yang ini agak lebih terorganisasi. Faktanya, satelit itu berada di orbit rendah dan segera memasuki atmosfer. Jadi, sebagian besar puingnya keluar dari orbit relatif cepat. Namun, sebagian besar tidak berarti semuanya.
Meski demikian, para ahli tidak menyarankan hal berbahaya itu karena karena puing-puingnya dapat melukai stasiun ruang angkasa dan satelit lain yang terbang di orbit.
'Ketika sebuah negara ingin menyingkirkan satelit dari orbit, itu harus diturunkan secara manual dan menenggelamkannya di Pasifik tenggara bersama satelit usang lainnya' kata Hramchihin.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda