Delapan belas tahun yang lalu, Elon Musk datang ke Moskow untuk membeli roket agar dapat mengirim tikus ke Mars. Namun, Musk pulang dengan tangan hampa karena harga yang diminta Rusia terkait di langit ketujuh. Dua bulan kemudian, Musk yang marah dan kecewa memutuskan untuk mendirikan SpaceX. Sementara Musk berusaha mewujudkan mimpinya, badan antariksa Rusia Roscosmos berulang kali meragukan usahanya dan mengatakan mimpinya tak akan pernah menjadi nyata.
Pesawat ruang angkasa Crew Dragon milik SpaceX saat mendekati Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) pada 31 Mei 2020.
SpaceX/Legion MediaNyatanya, Musk berhasil mewujudkan mimpinya. SpaceX mengirim dua astronaut ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) menggunakan pesawat ruang angkasa Crew Dragon pada 30 Mei 2020. Itu adalah misi pertama yang pernah dilakukan oleh perusahaan swasta. Para ahli di Rusia dan luar negeri bertanya-tanya apa yang akan dilakukan Roscosmos dalam menanggapi "pukulan besar" itu (sebagaimana mereka menggambarkannya).
Jawabannya: tidak banyak dan itu tampaknya baik-baik saja bagi semua orang.
Banyak yang percaya bahwa revolusi SpaceX terletak pada roket yang dapat digunakan kembali, yang kembali ke bumi dan mendarat di kapal drone dengan nama operasional yang unik ‘Just Read the Instructions and Of Course I Still Love You’ (Bacalah Petunjuknya dan Tentu Saja Aku Mencintaimu). Nyatanya, revolusi yang sebenarnya terletak pada roket Amerika Serikat (AS) yang kini lebih murah daripada roket Rusia.
Setelah meluncurkan @AstroBehnken dan @Astro_Doug untuk mengorbit dengan Crew Dragon, Falcon 9 mendarat di kapal 'Of Course I Still Love You' dan kembali ke Pelabuhan Canaveral.
SpaceX/Global Look PressPeluncuran dari Rusia mulai berkurang pada 2012 — tahun yang sama ketika SpaceX meluncurkan roket ‘Falcon 9 Heavy’, pesaing seri roket ‘Proton’ Rusia. Berkat penggunaannya kembali, Musk dapat menggunakan roket itu untuk semua tugas — baik untuk beban ringan maupun berat, yang juga membantu membuatnya sangat hemat biaya.
"Jika satu dekade yang lalu Proton kami mengendalikan 60 persen pasar, kini hampir semua pesanannya dikirim ke Falcon 9," ujar Vitaly Egorov, pendiri proyek Ruang Terbuka dan mantan Juru Bicara Dauria Aerospace, perusahaan ruang angkasa swasta (yang membangun satelit untuk Roscosmos).
Untuk bersaing dengan Falcon, Roscosmos harus menurunkan harga untuk pembeli asing — pertama dari US$100 juta menjadi US$70 juta, dan kemudian menjadi US$65 juta.
Roket 'Proton-M'.
Roscosmos/Global Look PressMengenai penerbangan berawak ke ISS, yang dimonopoli oleh Rusia hingga baru-baru ini, ceritanya pun sama: biaya per awak untuk menaiki Crew Dragon yang baru, lebih luas, dan mampu membawa muatan kargo adalah US$55 juta, sedangkan dengan dengan Soyuz Rusia adalah US$90 juta.
Namun, jurnalis ilmiah Alexander Berezin mengatakan bahwa itu bukan berarti semua orang akan berhenti menggunakan Soyuz, mengingat periode singkat ketika Pesawat Luar Angkasa AS mengirim orang ke ISS dengan biaya yang lebih tinggi daripada Soyuz.
“Hingga 2011, upaya dilakukan untuk memberikan jumlah awak yang sama pada penerbangan Pesawat Luar Angkasa AS dan Soyuz. Hal itu juga akan diterapkan ketika penerbangan Crew Dragon dimulai dengan sungguh-sungguh. Akan ada campuran kru Rusia atau Barat,” terang Berezin meyakini. Akan tetapi dengan satu syarat: ini hanya berlaku untuk waktu dekat, sementara nasib ISS tetap tidak jelas.
Segera setelah peluncuran Crew Dragon yang sukses, selain mengucapkan selamat dan berbagi lelucon dengan Musk, Roscosmos berkicau di Twitter mengenai rencana jangka pendeknya: “Pada awal tahun ini kami akan menguji dua roket baru, dan tahun depan kami akan melanjutkan program bulan kami. Ini akan menarik!" Menanggapi permintaan Rusia Beyond, Roscosmos mengklarifikasi bahwa hanya roket peluncur ‘Angara’ yang akan digunakan, setidaknya dalam satu dari misi tersebut.
Angara adalah salah satu proyek utama Roscosmos dalam beberapa dekade terakhir, yang dikatakan sebagai pengganti roket peluncur Proton yang dikembangkan pada 1967. Anggara dirancang untuk sepenuhnya terdiri dari komponen Rusia dan mengirimkan segala jenis pesawat ruang angkasa atau muatan ke luar angkasa, termasuk membuka jalan untuk ekspedisi bulan berawak pada 2024. Pengerjaan Angara dimulai pada pertengahan 1990-an, tetapi belum juga memulai penerbangan reguler hingga kini.
Roket 'Anggara'.
Roscosmos/Global Look Press"Angara-A5 bahkan bukan roket yang sepenuhnya baru. Roket itu sudah pernah terbang sekali, enam tahun yang lalu," ujar insinyur Alexander Shaenko, salah satu pengembang Angara-A5 dan KSLV, kepada Russia Beyond. Sebagai perbandingan, Rusia sejauh ini menghabiskan lebih dari US$4 miliar untuk Angara (dengan nilai tukar 2014), sepuluh kali lebih mahal dari versi pertama Falcon 9 dan Crew Dragon milik SpaceX. Terlepas dari pembiayaannya, Shaenko yang menjabat sebagai kepala desainer itu masih menyalahkan kekurangan dana sehingga menyebabkan proyek itu terkatung-katung selama 27 tahun.
Perlu diingat, Rusia kini memiliki pesawat ruang angkasa baru bernama ‘Federatsiya’, yang telah berganti nama menjadi 'Orel' (baca: Aryol — Elang) pada tahun lalu (setelah Kepala Roscosmos Dmitry Rogozin bersikeras mengganti namanya). Pesawat yang telah dikembangkan sejak 2009 ini dikatakan memiliki spesifikasi teknis yang lebih unggul daripada Crew Dragon, meskipun belum mulai diuji.
Program bulan Rusia ditunda pada roketnya. “Saya pribadi terlibat dengan itu. Pada 2011, kami menaruh instrumen ilmiah di pesawat ruang angkasa ‘Luna-25’. Pesawat ruang angkasa tak berawak itu diatur untuk menjadi pesawat pertama Rusia yang mendarat di bulan (Luna-24 milik Soviet mendarat pada 1976). Pada awalnya, peluncuran Luna-25 direncanakan berlangsung pada 2013, tetapi hampir sepuluh tahun kemudian pesawat ruang angkasa itu belum pergi ke mana pun. Peluncuran dipindahkan setiap dua tahun, ” keluh Shaenko. Ia menambahkan, batas waktu terakhir adalah Oktober 2021. Luna-25 dan Luna-26 berikutnya mungkin masih akan terbang, tetapi itu akan memerlukan teknologi baru dan hal itu masih "diselimuti kabut."
Wahana antariksa tak berawak Rusia 'Luna 25', saat dipamerkan pada Paris Air Show 2015 , Paris, Prancis.
(CC BY-SA 4.0)Menurut Shaenko, yang patut disalahkan atas semua itu bukanlah pendanaan, tetapi pengorganisasian yang buruk: spesifikasi teknis terus ditinjau, manajemen berubah, kelambanan, dan kurangnya pemahaman, bahkan di dalam biro desain. Menurut surat kabar RBC, Pusat Penelitian dan Produksi Luar Angkasa Negara Khrunichev (yang membuat Proton dan Angara ) berada dalam krisis parah karena penurunan tajam dalam pesanan roketnya. Hal itu berdampak pada penghentian produksi di Moskow, menjual lahannya ke pengembang perumahan, dan memindahkan fasilitas produksinya ke Omsk (2.700 km dari Moskow).
Perusahaan ruang angkasa swasta di Rusia menyumbang kurang dari 1 persen dari permintaan pasar, dan pasar itu tidak menunjukkan dinamika tertentu, kata Shaenko. Selama dekade terakhir, banyak perusahaan telah membuka, menutup, dan membuka kembali dengan nama dan profil yang sedikit berbeda. Namun, secara umum mereka tidak menghasilkan roket berat, tetapi satelit dan teknologi ruang angkasa lainnya. “Bahkan dalam lima tahun, tidak akan ada yang dapat menyamai apa yang telah dicapai perusahaan swasta SpaceX dalam waktu sesingkat itu. Tidak mungkin membayangkan skenario seperti itu di Rusia,” yakinnya.
Banyak ahli Barat yang meyakini, munculnya pesaing yang kuat seperti SpaceX adalah masa sulit bagi Roscosmos,. "Apa yang akan berubah adalah bahwa Rusia kehilangan sumber pendapatan utama untuk industri luar angkasa mereka," tulis The Verge . Semua ini setidaknya harus memotivasi perusahaan untuk mengembangkan proyeknya. Namun, Roscosmos sendiri mengambil pandangan berbeda. Bagaimanapun, badan antariksa negara itu tidak pernah kekurangan "motivasi" dari pesaingnya NASA dan SpaceX (yang sukses melakukan peluncuran pertama mereka, Falcon 1, pada 2018).
“Faktanya adalah, Roscosmos fokus pada pesanan negara, yang merupakan bagian terbesar dari anggarannya. Roscosmos tidak mendapatkan banyak pemasukan dari meluncurkan satelit asing, dan bahkan lebih sedikit lagi dari mengirimkan astronaut. Jadi, kehilangan keduanya adalah bagaikan kehilangan ikan kecil,” kata Shaenko. Secara keseluruhan, peluncuran keduanya hanya setara dengan 10 persen dari anggaran perusahaan negara itu.
Egorov percaya, terlepas dari masalah pengembangan yang baru, Rusia masih menjadi salah satu dari tiga negara luar angkasa. “Rusia dapat melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan di luar angkasa, jika mau mencoba dengan sungguh-sungguh. Hal itu sebagian besar disebabkan oleh warisan Soviet, tetapi tidak ada yang salah dengan itu,” jelasnya.
Selain itu, kosmonautika tidak melulu tentang penerbangan berawak Contoh yang baik dari bidang penelitian lain adalah observatorium ruang angkasa ‘Spektr-RG’, yang menghasilkan peta alam semesta dan akan tetap menjadi salah satu teleskop sinar-X terbaik untuk setidaknya hingga dekade berikutnya. Selain itu, ada juga peralatan DAN Rusia di atas wahana penjelajah AS ‘Curiosity’ , yang mencari air di tanah Mars. Belum lagi roket peluncur ‘Atlas’ milik Boeing yang menggunakan mesin RD-180 Rusia, karena perusahaan AS tidak dapat menggantinya.
Observatorium luar angkasa Spektr-RG.
DLR German Aerospace CenterKepentingan komersial tidak pernah menjadi perhatian utama bagi Roscosmos, yang membuatnya agak tidak efisien dan lamban. Badan antariksa Rusia itu mungkin dapat bersaing dengan SpaceX kemarin, dan bahkan dapat mengembangkan perakitan roket menggunakan "metode Musk" (yaitu, menggunakan suku cadang siap pakai dari kendaraan peluncuran lainnya). Namun, ketika kita membicarakan saat sekarang, tidak ada yang dapat menyaingi kapasitas muatan Falcon 9 . “Saya tidak melihat perubahan dalam kebijakan Roscosmos dalam waktu dekat, karena tidak ada faktor eksternal untuk mewujudkannya. Ia melihat pasar luar angkasa komersial sebagai kacang tanah, karena sumber pendapatan utamanya berasal dari pemerintah Rusia. Bahkan, jika ia kehilangan pasar ini sepenuhnya, tidak ada yang akan berubah. Roscosmos akan terus melakukan apa biasanya mereka lakukan,”simpul Shaenko.
Pesawat ruang angkasa Crew Dragon milik SpaceX yang baru saja diluncurkan terus dibanding-bandingkan dengan pesawat ruang angkasa Rusia Soyuz. Jika Anda bertanya-tanya apa perbedaan di antara kedua wahana antariksa itu, simak penjelasan berikut!
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda