Kenapa Uni Soviet Gagal Mengirim Manusia ke Bulan?

Meskipun Uni Soviet berada di atas angin dalam kompetisi antariksa setelah keberhasilan Gagarin, terungkap informasi bahwa Washington memiliki 20 kali lebih banyak senjata daripada Uni Soviet.

Meskipun Uni Soviet berada di atas angin dalam kompetisi antariksa setelah keberhasilan Gagarin, terungkap informasi bahwa Washington memiliki 20 kali lebih banyak senjata daripada Uni Soviet.

Varvara Grankova
“Satu langkah kecil bagi (seorang) manusia, satu lompatan besar bagi umat manusia,” begitulah ungkapan legendaris yang dicetuskan Neil Armstrong hampir 50 tahun lalu. Pada 1969, Amerika Serikat memenangkan perlombaan pendaratan di Bulan. Uni Soviet dikalahkan karena keterbatasan pembiayaan dan perbedaan pendapat antara para perancang utama pesawat ruang angkasa.

Pada awal 1960-an, Uni Soviet dianggap sebagai jawara eksplorasi luar angkasa. Dimulai dengan kesuksesan peluncuran Sputnik (satelit buatan pertama di dunia) pada 1957, Uni Soviet memperkokoh posisinya di bidang antariksa dengan mengirim manusia pertama ke luar angkasa (Yuri Gagarin dengan roket Vostok) pada 12 April 1961.

Nyaris putus asa untuk mengejar ketertinggalan, 43 hari setelah penerbangan Gagarin, Presiden AS John F. Kennedy menyatakan bahwa tujuan utama negaranya adalah meluncurkan penerbangan antariksa berawak ke Bulan dalam tempo sepuluh tahun. Sejak saat itu, kedua negara memasuki babak baru perlombaan antariksa, yang akhirnya dimenangkan Washington pada 1969. Namun, mengapa Soviet bisa kalah?

Manajemen yang Berantakan

Nikita Khrushchev, yang memimpin Partai Komunis dan Uni Soviet dari tahun 1953 sampai 1964, dikenal sebagai sosok yang emosional dan sulit diprediksi, tak terkecuali pada pendekatannya terhadap program pendaratan Bulan. Saat bertemu dengan Sergei Korolev — insinyur dan perancang pesawat antariksa Soviet yang terkemuka, yang memainkan peran penting dalam peluncuran Sputnik dan Vostok — Khrushchev mengatakan kepadanya bahwa uang negara untuk program Bulan telah habis.

Namun, setahun kemudian dia mengatakan kepada Korolev sebaliknya. “Kita tidak akan menyerahkan Bulan kepada orang Amerika! Ambil semua dana yang Anda butuhkan!”

Namun, alih-alih mengatur alur komando langsung antara pemerintah dan ilmuwan, pemerintah malah meluncurkan dua program saingan, yaitu pengembangan roket untuk misi penerbangan dan pendaratan Bulan. Satu dipimpin oleh Korolev, sedangkan yang satu lagi dikepalai seorang akademisi lainnya, Valery Chelomei.

Pendekatan itu pasti gagal menurut Alexey Leonov, seorang kosmonaut yang bekerja dengan Korolev dan sekaligus manusia pertama yang melakukan spacewalk atau aktivitas di luar wahana ruang angkasa. “Hubungan yang sangat rumit antara Korolev dan Chelomei dan persaingan antara keduanya merugikan kepentingan bersama kita,” katanya kepada Komsomolskaya Pravda pada 2010 silam.

Boris Chertok, perancang roket yang juga bekerja dengan Korolev, sependapat. Sebagaimana yang ia tulis dalam memoarnya, “Roket dan Rakyat”, di tengah hujan kritikan dari sesama rekan ilmuwan, Korolev terpaksa menyederhanakan proyeknya (roket N-1) dan mengencangkan anggaran. Keputusan itu ternyata menjadi sebuah kesalahan.

Situasi terus memburuk. Dengan didepaknya Khrushchev dari kursi kekuasaan pada 1964, tokoh-tokoh kunci yang bekerja dalam proyek Bulan pun disingkirkan dan diganti. Namun yang paling berpengaruh terhadap ini semua adalah meninggalnya Korolev pada 1966. “Bagi kami kosmonaut, ini semua hampir tamat,” kenang Leonov. Menurutnya, setelah kematian Korolev, pemerintah mulai mengabaikan program Bulan.

Ada Tujuan Lain

Sebagaimana yang ditulis Chertok dalam bukunya, tahun '60-an adalah masa penuh ketegangan antara AS dan Uni Soviet. Ia menggambarkan, saat itu dunia seperti berada di jurang peperangan nuklir. Meskipun Uni Soviet berada di atas angin dalam kompetisi antariksa setelah keberhasilan Gagarin, terungkap informasi bahwa Washington memiliki 20 kali lebih banyak senjata daripada Uni Soviet. Merasa terancam, pemerintah terpaksa mengambil tindakan dan mulai mengalokasikan lebih banyak uang untuk memperkuat gudang persenjataannya (baik di bawah pimpinan Khrushchev maupun para pemimpin setelahnya) dengan mengorbankan program eksplorasi luar angkasa.

Keputusan ini terbukti membuat Uni Soviet tertinggal setelah teknologi ruang angkasa AS berhasil menyalip dan memimpin perlombaan. Roket Saturn V yang meluncurkan Apollo 11 ke luar angkasa pada 1969 mampu membawa muatan hingga 140 ton, sedangkan N-1, analog Soviet terdekatnya yang diciptakan Korolev dan penerusnya, hanya mampu membawa 75 ton. Selain itu, roket Amerika menggunakan hidrogen cair yang jauh lebih hemat energi daripada bahan bakar minyak tanah yang digunakan Soviet.

Uni Soviet berusaha mengejar ketertinggalan, tapi keempat roket yang berusaha diluncurkan berakhir gagal. Sementara bagi Amerika, mereka berhasil mendarat di Bulan pada 20 Juli 1969. Neil Armstrong dan Buzz Aldrin menjadi manusia pertama yang menginjak permukaan Bulan. Setelah itu, Kremlin memutuskan bahwa tak ada gunanya lagi menghabiskan uang untuk program Bulan yang telah dimenangkan Washington

Di sisi lain, seperti yang Chertok ungkapkan dalam bukunya, penghematan ini ternyata membantu Soviet mencapai keseimbangan nuklir strategis pada 1980. Namun, ini akan menjadi kisah lain untuk lain waktu.

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki