Latihan Militer Rusia-Mesir: Apakah Moskow Mencoba Merebut Sekutu AS?

Pasukan penerjun payung Rusia untuk pertama kalinya menjalankan latihan di Benua Afrika.

Pasukan penerjun payung Rusia untuk pertama kalinya menjalankan latihan di Benua Afrika.

Evgeny Karmaev / TASS
Pasukan penerjun payung Rusia dan Mesir telah memulai latihan gabungan untuk menyerang pasukan militan di medan padang pasir. Latihan ini telah dimulai sejak Sabtu (15/10) dan akan berlangsung hingga Rabu (26/10) mendatang.

Di tengah kisruh konflik Suriah, latihan militer gabungan yang untuk pertama kalinya dilakukan oleh kedua negara ini, yang diyakini para pakar sebagai uji coba operasi antiteroris di tengah padang pasir, dapat menjadi ajang demonstrasi kemampuan pasukan cepat tanggap Rusia. Para pakar juga berpendapat, latihan ini bisa menjadi bukti bahwa jika situasi memburuk, Kairo tidak hanya dapat mengandalkan Washington, tetapi juga bisa memasukkan Moskow ke dalam daftar negara yang bisa mereka andalkan untuk dimintai bantuan.

Latihan gabungan pasukan penerjun payung di Mesir ini akan melibatkan enam lapangan udara dan 15 unit helikopter dan pesawat untuk berbagai keperluan, serta sepuluh unit kendaraan tempur, demikian dilaporkan Kementerian Pertahanan Rusia. Pada pertengahan bulan ini, pasukan Rusia di Afrika utara dikabarkan akan menerima sejumlah unit pesawat Il-76.

Pasukan militer Rusia berangkat ke Mesir dengan seragam baru yang dirancang khusus untuk iklim panas. Sebelum diturunkan ke Mesir, para personel militer Rusia telah terlebih dulu mengikuti kelas persiapan bahasa, taktik, dan orientasi.

“Perhatian khusus diberikan pada pengetahuan seputar adat dan tradisi masyarakat Mesir,” terang Kementerian Pertahanan Rusia. Latihan militer gabungan antara Rusia dan Mesir di wilayah Mesir ini praktis tercatat sebagai yang pertama kali dilakukan dalam sejarah kedua negara.

Selama latihan, para pasukan akan mengembangkan pendekatan umum mengenai cara pengepungan dan menghancurkan formasi bersenjata ilegal di medan gurun pasir.

Bagi Mesir, skenario semacam ini sangat relevan, kata Profesor dari Institut Asia dan Afrika Universitas Negeri Moskow Vladimir  Isayev. Sebagian besar wilayah Mesir, tepatnya di sebelah utara Semenanjung Sinai, tak lagi dikendalikan oleh pasukan pemerintah, dan dalam hal ini Kairo tidak lagi dapat mengandalkan dukungan Washington, kata Vladimir Isayev menekankan.

Menurutnya, jika organisasi teroris yang beroperasi di Sinai mencoba untuk memperluas wilayah kendali mereka, tentara Mesir akan mengandalkan dukungan dari Moskow.

“Masih diragukan apakah pasukan penerjun payung benar-benar akan berpartisipasi, tetapi bagi Pasukan Kedirgantaraan Rusia, kemungkinan ini sangat besar,” kata Isayev.

Tak Ada Motif Politik

Setahun lalu di atas langit Semenanjung Sinai, pesawat A321 Rusia yang terbang dari Bandara Sharm el-Sheikh di Mesir menuju Sankt Peterburg jatuh. Pesawat nahas itu mengangkut 224 orang yang seluruhnya dilaporkan tewas. Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB) menyebut insiden tersebut sebagai serangan teroris. Segera setelah keputusan Moskow, hubungan udara antara Rusia dan Mesir pun ditangguhkan. Saat ini, negosiasi terkait pemulihan jalur penerbangan masih terus dijalankan secara bertahap.

Kepada Gazeta.ru, Kementerian Luar Negeri Rusia menolak untuk mengomentari latihan gabungan antara Rusia-Mesir dalam konteks ini, dan menyatakan bahwa “tidak ada motivasi politik dalam hal ini”.

Moskow dan Kairo belakangan ini memiliki hubungan yang dekat dan terdapat peningkatan kepercayaan. Hal ini dibuktikan dengan pembelian yang dilakukan Mesir atas pengangkut helikopter buatan Perancis “Mistral” dengan komponen buatan Rusia di dalamnya, kata pensiunan Kolonel Viktor Murakhovski.

Selain itu, menurut sang ahli, Moskow menunjukkan kemampuannya dalam pembentukan kelompok ekspedisi jangka pendek dan mengirimkan mereka ke daerah-daerah yang membutuhkan.

“Kini kedekatan Mesir dan Suriah harus diperhitungkan. Rusia menunjukkan kesanggupannya mengirimkan sejumlah pasukan yang cukup untuk Komando Agung dan berhubungan dengan pasukan cepat tanggap jika dibutuhkan,” kata Murakhovski.

Apa Tanggapan AS?

Mesir merupakan sekutu utama AS di luar NATO yang setiap tahunnya dipersenjatai oleh Washington hingga senilai ratusan juta dolar. Karena itu, pengiriman bantuan sebesar 1,3 miliar dolar AS untuk Mesir sudah dianggarkan pada 2017 mendatang. 

AS memasok tank Abrams, pesawat tempur F-16, helikopter, serta melakukan pemeliharan perangkat-perangkat militer tersebut untuk Mesir.

Namun, kecil kemungkinan Washington akan menanggapi latihan gabungan antara Moskow dan Kairo, kata Direktur Pusat Studi Timur Tengah dan Asia Tengah Semyon Bagdasarov.

“Bagi AS, Mesir adalah negara strategis yang sangat penting. Hubungan Amerika Serikat dengan Israel dan bagaiamana AS secara umum diperlakukan di Timur Tengah tergantung pada pemerintah Mesir. Ditambah, Mesir mengendalikan Terusan Suez,” kata Bagdasarov.

Selain itu, ini bukanlah latihan pertama Rusia dengan salah satu mitra AS. Sebagai contoh, saat ini Rusia dan Pakistan tengah melakukan manuver bersama di wilayah pedesaan Pakistan, tepatnya di wilayah Cherat. Aksi manuver bersama ini melibatkan 200 pasukan tentara yang akan bertukar pengalaman mengenai pemberantasan teroris dan kelompok bersenjata di pegunungan.

Pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Rusia oleh Gazeta.ru.

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki