SPB Vedomosti (S): Evgeny Pavlovich, kapan sebetulnya Uni Soviet merasa perlu terlibat perang melawan Jepang?
Evgeny Pavlovich (E.P.): Pada tahun 1944 pasukan AS berhadapan dengan kamikaze Jepang dan para pilot bom bunuh diri. Hampir semua kapal besar milik Angkatan Laut AS diserang oleh kamikaze.
Tentu saja serangan ini tidak bisa mengubah gelombang perang, tetapi sebelum mendarat di pulau Jepang, Amerika merasa sangat khawatir. Mereka membayangkan apakah yang akan terjadi di sana, di negara tempat para petani siap memperjuangkan tanah mereka hingga titik darah terakhir? Saat itulah dimulai negosiasi dengan Uni Soviet agar ikut turun dalam perang melawan Jepang.
Sebelumnya pada Konferensi Teheran tahun 1943, telah dibahas semacam alternatif atas permintaan Uni Soviet pada Sekutu mengenai pembukaan front kedua. Hasilnya, pada tanggal 11 Februari 1945 di Konferensi Yalta secara resmi diputuskan bahwa Uni Soviet bergabung dalam perang melawan Jepang setelah tiga bulan berakhirnya perang dengan Nazi Jerman. Pada saat yang sama, Sekutu menyepakati penyerahan Kepulauan Kuril, Sakhalin Selatan, dan Port-Arthur kepada Uni Soviet setelah perang.
S: Namun, Uni Soviet juga terikat pada kesepakatan nonagresi dengan Jepang….
E.P.: Pada 5 April 1945, Uni Soviet secara resmi memecahkan kesepakatan itu. Peristiwa ini menjadi justifikasi bagi Soviet bahwa faktanya Jepang memang sekutu Nazi Jerman dan pada tahun 1941 hingga tahun 1944, kapal perang Jepang telah berkali-kali merebut kapal dagang Soviet.
Sekitar setengah dari partisipan dalam operasi melawan pasukan Jepang dilokasikan di Timur Jauh. Mereka berdiri tegak selama empat tahun lamanya di perbatasan dan bersemangat untuk berperang. Dua pasukan tentara dipindahkan dari Prusia Timur, dan dua lagi dari Praha.
Sejak melanggar perjanjian nonagresi dan hingga awal peperangan, Uni Soviet menyiapkan segalanya secara rahasia. Propaganda dilakukan di tingkat personil. Para tentara dijelaskan bahwa Jepang adalah sekutu Jerman dan mereka tak akan ragu menusuk pasukan Soviet pada keadaan mendesak, dan bahwa Jepang menganut paham fasisme, sama seperti Nazi, mereka dengan kejam menindas saudara-saudara Uni Soviet di Asia (Tiongkok, Korea, Vietnam, dan sebagainya) yang membutuhkan bantuan demi mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan.
S: Apakah sebelumnya Jepang sudah membayangkan pasukan seperti apa yang mereka hadapi?
E.P.: Tidak, Jepang sebelumnya tidak pernah membayangkan akan berhadapan dengan kekuatan seperti itu (Soviet). Amerika yang berjuang bersama-sama dengan mereka di medan perang memiliki kekuatan jauh lebih kecil. Jepang harus berhadapan dengan pengalaman yang Soviet dapatkan selama Perang Patriotik Raya. Itu adalah blitzkrieg klasik (jenderal Jerman adalah guru yang baik!), yaitu operasi terhadap wilayah sekitar dengan serangan dari beberapa arah didukung oleh pasukan angkatan laut dan serangan udara dengan dukungan aviasi yang kuat dan sebuah pasukan.
Meskipun Jepang telah mempersiapkan kemungkinan invasi Uni Soviet dengan membangun benteng pertahanan, perang itu berubah menjadi bencana bagi mereka. Pertahanan Jepang hancur oleh tank dan serangan udara. Selain itu, komando dan pengawasan hilang hanya dalam lima hari sejak dimulainya operasi. Setelah delapan hari, Pemerintah Jepang menyatakan kesiapannya untuk menghentikan peperangan dan pada tanggal 19 Agustus, semua kubu yang bertikai, berada di bawah kendali Tentara Merah. Peperangan ini berlangsung selama 23 hari.
S: Apakah hasil dari peperangan tersebut?
E.P.: Jepang benar-benar berhasil dikalahkan. Dalam beberapa operasi amfibi, Kepulauan Kuril dan bagian Selatan Sakhalin diambil alih dan menjadi milik Uni Soviet. Ekonomi Jepang hancur oleh bom atom pesawat Amerika. Bagaimanapun, setelah perang, Jepang menjadi bagian dari dunia Barat. Jepang menjadi sekutu militer-politik AS, mitra strategis dalam Perang Dingin melawan Uni Soviet. Sejak 1945, Kepulauan Kuril dan bagian selatan Sakhalin merupakan bagian dari Uni Soviet dan kini menjadi bagian dari Rusia sebagai “penerus” Uni Soviet.
Berdasarkan materi wawancara yang dipublikasikan di Sankt Peterburg Vedomosti.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda