Keberadaan sektor energi nuklir sipil yang kuat memastikan efektivitas pengoperasian kompleks senjata nuklir. Foto: Reuters
Pada periode 1970 – 1980-an, sektor nuklir berkembang sangat pesat. Perkembangan tersebut terhenti saat bencana Chernobyl terjadi pada 1986 dan Uni Soviet mengalami perpecahan tak lama setelah itu. Akibatnya, pada tahun 1990-an hingga awal 2000, pengembangan nuklir pun macet. Di periode pasca-Soviet, hanya empat unit pembangkit nuklir yang beroperasi, hampir keempatnya dibuat pada masa Soviet.
Saat ini, terdapat 33 buah pembangkit listrik tenaga nuklir di Rusia. Dengan kapasitas 24,25 GW, pembangkit tersebut memasok sekitar 16 persen listrik nasional. Angka tersebut masih jauh dari target. Kini, Rusia tengah membangun sepuluh pembangkit listrik tenaga nuklir tambahan, termasuk dua reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir mengambang Akademik Lomonosov yang berkapasitas 9,2 GW.
Rusia berencana meningkatkan pasokan listrik tenaga nuklir menjadi 25 hinga 30 persen pada 2030 dan 45 hingga 50 persen pada 2050. Rusia akan membangun beberapa pembangkit baru berkapasitas total sekitar 32 GW pada 2030, dan pada saat itu beberapa pembangkit listrik yang sudah ada sekarang akan berhenti dioperasikan.
Rencana ambisius tersebut didasari oleh beberapa alasan.
Pertama, sektor nuklir Rusia terdiri dari 500 perusahaan yang mempekerjakan sekitar 200.000 orang. Industri ini terdiri dari empat unit struktur besar, yakni pengelola siklus bahan bakar nuklir, pembangkit tenaga nuklir, kompleks senjata nuklir, dan lembaga penelitian. Program skala besar untuk membangun sejumlah pembangkit di wilayah Rusia memastikan sektor ini akan terus berkembang dan membuka lapangan kerja bagi para ahli yang kompeten, tidak hanya di perusahaan nuklir negara Rosatom tetapi juga di sektor lain seperti teknik dan pembangunan mesin.
Alasan kedua adalah perhitungan ekonomi. Dalam mengembangkan sektor energi nuklir, pemerintah Rusia menangani beberapa pekerjaan sekaligus. Dengan meningkatkan pangsa tenaga nuklir dalam neraca energi negara, Rusia dapat menjaga pertumbuhan ekonominya tanpa meningkatkan emisi karbondioksida dan melanggar kuota Rusia menurut Protokol Kyoto, karena kelebihannya dapat dijual ke negara lain.
Selain itu, penekanan pada tenaga nuklir membuat Rusia dapat mengurangi konsumsi minyak dan gas domestik serta menjaga ekspor kedua sumber energi tersebut, yang lebih menguntungkan dari sudut pandang ekonomi daripada didistribusikan di pasar domestik.
Alasan ketiga adalah prospek untuk ekspor teknologi nuklir. Kemajuan sektor energi nuklir akan mengurangi biaya pengembangan teknologi Rusia yang akan dilempar ke pasar internasional. Penggunaan nuklir membuat teknologi-teknologi tersebut lebih menarik bagi klien. Apalagi ada referensi berupa contoh kerja teknologi spesifik yang digunakan di Rusia, salah satunya kesuksesan Rosatom dalam mengekspor pembangkit listrik Rusia.
Saat ini, terdapat lima pembangkit listrik Rusia yang tengah dibangun di luar negeri, dan 13 pembangkit lain akan segera dibangun dalam beberapa tahun mendatang. Rusia juga sedang mendiskusikan pembangunan sepuluh pembangkit listrik tambahan.
Aspek penting lain ialah terkait keamanan negara. Keberadaan sektor energi nuklir sipil yang kuat memastikan efektivitas pengoperasian kompleks senjata nuklir. Di samping itu, tertib sipil yang ada akan terus menyibukkan perusahaan-perusahaan “bertujuan ganda” di sektor ini. Misalnya, sekarang orang dapat dengan percaya diri berkata bahwa program yang didanai Rosatom untuk membangun sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir mengambang, yang sebelumnya dihujani kritik, telah memungkinkan Rusia mempertahankan teknologi reaktor kapal. Kerja sama produksi ternyata cukup relevan mengingat meningkatnya jumlah kapal selam nuklir yang dibangun dan dimulainya pembangunan kapal pemecah es bertenaga nuklir generasi baru dengan reaktor baru.
Tampaknya, dengan tidak adanya tekanan oportunis dari “lobi hijau” dan berkat keselamatan dan efektivitas teknologi nuklir Rusia yang terus meningkat, pangsa tenaga nuklir dalam neraca energi negara ini akan terus meningkat dalam waktu dekat.
Sementara, jika Rusia menelantarkan teknologi nuklirnya, perekonomian negara tersebut akan memburuk dan sektor teknik mesin nuklir canggih yang mempekerjakan puluhan ribu ahli kompetan akan terancam.
Andrei Frolov, pemimpin redaksi majalah Eksport Vooruzheny
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda