Hujan salju turun cukup lebat pada bulan Maret lalu di Moskow. Foto: Artem Zhitenev/RIA Novosti
Moskow memecahkan delapan rekor suhu pada bulan Maret. Temperatur udara Moskow mencapai 18,8 derajat Celcius pada 25 Maret. Saat berita ini ditulis, suhu kembali merosot hingga di bawah nol dan salju masih melapisi jalanan Moskow.
Menurut Alexey Kokori, Direktur Program Iklim dan Energi di WWF Rusia, fenomena ini masih tergolong normal. Namun, dengan terus meningkatnya suhu setiap tahun, Rusia harus bersiap mengalami perubahan yang jauh lebih besar. Perubahan iklim bisa diprediksi, namun sulit menghitung kerugian ekonomi akibat perubahan tersebut.
Perubahan Iklim Dunia
Para ilmuwan sepakat bahwa suhu rata-rata dunia sedang meningkat. Mereka berupaya mencari tahu bagaimana perubahan iklim yang akan terjadi di masa mendatang dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim tersebut.
Dewan Iklim PBB (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) memprediksi bumi akan menghadapi banyak masalah jika suhu laut dan atmosfer terus meningkat seperti saat ini. Hal tersebut disampaikan di Jepang pada akhir Maret lalu. Menurut perhitungan IPCC, bumi akan menghadapi bencana bila suhu naik lebih dari 2,5 persen dari suhu rata-rata selama 35 tahun terakhir. Namun kecil kemungkinan hal tersebut akan terjadi, karena suhu dunia meningkat secara tidak merata.
Suhu di Rusia naik lebih cepat dibanding suhu dunia secara keseluruhan. Menurut data Rosgidromet, temperatur udara Rusia telah meningkat sekitar 1,5 derajat sejak tahun 1975, sementara temperatur dunia meningkat sebanyak 0,8 derajat.
Perubahan suhu akan mengakibatkan tiga masalah utama yakni defisit air tawar, naiknya permukaan laut, dan proporsi karbon dioksida di atmosfer akan tumbuh dengan cepat. Banyak ancaman yang menghadang sebagai konsekuensi tiga masalah tersebut seperti mencairnya gletser, banjir, migrasi, perebutan sumber daya, serta penyebaran penyakit tropis.
Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Rusia
Menurut Alexei Kokorin, tidak ada seorang pakar pun yang dapat memprediksi persentase kerugian akibat perubahan iklim saat ini bagi negara-negara seperti seperti Rusia, Amerika Serikat, atau Tiongkok. Rusia terletak sedemikian rupa sehingga faktor perubahan iklim yang terjadi sulit dihitung.
Kokorin menyatakan lebih mudah menghitung kerugian ekonomi bagi negara-negara yang mengalami fenomena jangka panjang seperti gletser, naiknya permukaan air laut, atau penyusutan permafrost (tanah beku). “Contohnya, dalam kasus negara yang berupa karang atol di Samudera Pasifik, atol itu akan lenyap begitu saja. Penduduknya kelak harus melarikan diri ke tempat lain, misalnya ke Australia,” ujar Kokorin. Menurutnya, konsekuensi perubahan iklim bagi Delta Mekong atau Gangga juga mudah dihitung, sama seperti sebuah resor di Swiss yang kini sudah tidak ada. “Mereka dapat menyelenggarakan olimpiade musim dingin dengan salju buatan, jika beruntung. Namun mereka tak dapat mempertahankan keberadaan sebuah resor dalam jangka waktu lama,” ujar Kokorin
Bagi Rusia, ancaman yang lebih mendesak bukanlah naiknya permukaan laut, melainkan masalah permafrost. Untungnya, meski permafrost mencakup 60 persen dari wilayah Rusia atau hampir 3.861.000 mil persegi, perekonomian Rusia hampir tidak tergantung pada permafrost sama sekali. Kokorin mengatakan, untuk menghitung konsekuensi ekonomi pemanasan global di Rusia sebaiknya memisahkan 3.861.000 mil persegi tersebut.
“Sangat sulit menghitung keseluruhan ‘selimut kain perca’ ini. Untuk melakukannya, setiap potongan wilayah harus diteliti dengan sungguh-sungguh agar dapat memahami proses perubahan iklim yang telah dan akan terjadi,” ujar Kokorin. Ia menambahkan, WWF telah membuat rencana rinci untuk meneliti Vaygach Island, tapi pulau tersebut hanyalah wilayah yang sangat kecil. Penelitian tersebut, menurut Kokorin, akan berlangsung pada periode 10-15 tahun.
Sementara itu, penilaian yang akurat akan dilakukan terkait konsekuensi dari peristiwa iklim yang berbahaya. Jumlah peristiwa iklim berbahaya telah meningkat dua kali lipat dalam 15 tahun, dari 200 setahun menjadi 400-450.
Salah satu contoh peristiwa iklim berbahaya terjadi pada musim panas 2010. Anticyclones (daerah bertekanan tinggi) yang dahsyat berkumpul di utara Rusia bagian Eropa selama beberapa bulan, menyebabkan kekeringan, kebakaran hutan, dan gagal panen. Pada Agustus 2010, Rusia melarang ekspor biji-bijian, dan mengakibatkan Rusia kehilangan jutaan dolar. Peraturan ini baru dicabut setelah 1 Juli 2011.
Pada Desember 2010, hujan es melanda Moskow. Fenomena ini terjadi di musim dingin dalam kondisi suhu udara tertentu. Presipitasi terjadi dalam bentuk hujan tapi berubah menjadi es saat bersentuhan dengan permukaan yang dingin. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan jaringan listrik penutupan bandara. Sebanyak 50.000 batang pohon tumbang. Kerugian kerusakan kabel saja bisa mencapai 230 juta rubel.
Pada antara musim panas hingga musim gugur 2013, Timur Jauh Rusia dilanda banjir. Banjir tersebut merupakan banjir terbesar dalam 155 tahun terakhir. Banjir merendam lebih dari 230 wilayah dan mengaibatkan lebih dari 100.000 orang merugi. Menjelang akhir musim gugur, biaya kerusakan diperkirakan mencapai lebih dari satu miliar dolar.
Memancing di Musim Dingin, Hobi Unik Orang Rusia
Keceriaan Maslenitsa Tomsk 2014
7 Tempat Terbaik untuk Menikmati Musim Dingin Rusia
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda