Padatnya traffic di Bandara Internasional Soekarno-Hatta membuat pesawat terbang yang telah dipenuhi penumpang harus menunggu untuk lepas landas selama setengah jam bahkan sampai satu setengah jam. Kredit: Mikhail Tsyganov
Orang yang sering melakukan perjalanan udara beberapa tahun terakhir dari Jakarta tentu sudah tak asing dengan keadaan di Bandara Soekarno-Hatta. Padatnya traffic membuat pesawat terbang yang telah dipenuhi penumpang harus menunggu untuk lepas landas selama setengah jam bahkan sampai satu setengah jam. Hal tersebut karena “gerbang udara” utama Jakarta itu telah kelebihan kapasitas. Pada 1985, Bandara Soekarno-Hatta dibangun untuk melayani 25 juta penumpang pertahunnya, sedangkan saat ini bandara tersebut harus melayani dua kali lipat lebih besar.
Hal tersebut menarik perhatian perusahaan Rusia. Direktur Departemen Strategi Pengembangan JSC “Azimut” dan anggota grup keamanan penerbangan ICAO (International Civil Aviation Organization), Oleg Nazimov, bercerita kepada RBTH Indonesia bahwa masalah antrian panjang di Soekarno-Hatta dapat diatasi tanpa harus membangun jalur lepas landas yang baru.
“Kami ingin menawarkan solusi untuk Indonesia, yakni melengkapi seluruh negeri dengan sistem Galaxy sepenuhnya. Italia merupakan contoh negara yang sukses menggunakan sistem ini. Italia tidak memiliki lahan yang luas. Saat arus penerbangan di atas wilayah Italia naik sebesar 12 persen, pengembang tunggal mengadakan modernisasi termasuk pengambilan keputusan penyeragaman teknis dan interface. Setelah itu hambatan udara malah berkurang sebesar sepuluh persen,” kata Nazimov.
Menurut Nazimov, semua sistem pengendalian tersebut dikembangkan oleh Azimut. Selain itu Azimut juga mengembangkan sistem navigasi dan muatan penumpang, sistem radio, serta radiolokator. “Jadi kami dapat dengan cepat melakukan kompleks modernisasi pada zona apapun, untuk hangar jenis apapun,” ungkap Nazimov.
Selain itu, sistem tersebut juga dapat meningkatkan keamanan. Dengan sistem kontrol udara generasi baru itu, kecelakaan pesawat seperti yang yang menimpa Sukhoi Superjet-100 dua tahun lalu di Jawa Barat dipastikan tidak mungkin lagi terjadi.
Nazimov menjelaskan sistem yang mereka tawarkan memiliki pilihan fungsi yang lengkap yang dapat memberi peringatan pelanggaran norma flight level (ketinggian pesawat) dan kemungkinan munculnya situasi konflik di udara. Sistem itu dibuat berdasarkan rekomendasi ICAOdanEurocontrol.
Di dalam Galaxy sendiri juga terdapat sistem safety nets, yakni suatu perangkat yang menyelesaikan semua masalah yang berhubungan dengan jaminan keamanan dan bila dibutuhkan dapat segera memberi informasi kepada dispatcher. Safety nets akan mengontrol keamanan mulai dari tahap perencanaan saat pesawat terbang belum mengudara.
Pada tahap lepas landas, sistem ini memberi informasi tentang keberadaan dan kesesuaian dengan rencana penerbangan seperti “medium term conflict alert”. Sistem akan memberi peringatan terakhir yaitu “short term conflict alert” jika pesawat mendekati atau berada di bawah ketinggian aman minimum. “Semua itu berhubungan dengan posisi konkretnya dan di sistem tersimpan peta ketinggian yang detail,” ujar Nazimov.
Direktur Departemen Strategi Pengembangan JSC “Azimut” dan anggota grup keamanan penerbangan ICAO (International Civil Aviation Organization) Oleg Nazimov.
Biasanya ancaman utama keamanan pesawat terbang dan penumpangnya adalah kesalahpahaman antara kru pesawat dengan dispatcher: misalnya saat dispatcher lengah dan memberi komando yang dapat menyebabkan kecelakaan. Hal tersebut, menurut Nazimov, dapat diantisipasi jika menggunakan sistem Galaxy. Bila menggunakan sistem Galaxy, dispatcher dapat memperoleh informasi lebih awal dibanding pilot. Dispatcher-lah yang menentukan jalur penerbangan banyak pesawat terbang sehingga mereka tidak bertabrakan satu sama lain.
“Berkat adanya peralatan yang lebih kuat dan handal di permukaan tanah, kami mendapat informasi yang jauh lebih pasti dan terpercaya. Bila ada potensi ancaman, peringatan akan diberikan dalam kurun waktu 15 – 20 menit. Bila peringatan tersebut terlewatkan, maka dalam jangka waktu 1,5 – 2 menit akan masuk peringatan baru, tetapi di saat yang bersamaan sistem khusus di kabin pesawat sudah diaktifkan,” cerita Nazimov.
Pada 2008, pemerintah Rusia melakukan modernisasi kompleks pergerakan udara yang membuat angka pusat pengendalian regional berkurang dari 82 menjadi 13. Jumlah tersebut lebih sedikit dibanding 15 pusat pengendalian yang sebelumnya dibutuhkan untuk melayani zona Rusia yang sangat besar, mencapai 25 juta kilometer persegi dengan 1,2 juta penerbangan tiap tahunnya.
Pekerjaan yang dimulai enam tahun lalu tersebut dilakukan langsung di ibukota. Penyatuan dan pembesaran pusat pengendalian di Moskow telah dilaksanakan pada 1981. Pusat tersebut demikian besar, hingga pada waktu itu tidak ada satupun pusat pengendalian lain di dunia yang memiliki kemampuan seperti pusat pengendalian udara di Moskow. Saat ini, intensitas pergerakan udara di Moskow mencapai 700 ribu penerbangan pertahunnya.
Hal yang tak kalah penting, Azimut bukan hanya bekerja di Rusia, melainkan telah bekerja di kancah internasional. Hingga saat ini, perangkat Azimut digunakan di lebih dari 150 bandara di puluhan negara dunia.
“Kami memiliki pengalaman serupa di negara Armenia yang masuk ke dalam zona “Eurocontrol Standard”. Pada tahap tender, perusahaan Thalesdari Perancis, Indra Sistemas dari Spanyol dan Aerotekhnika dari Ukraina juga ikut serta. Namun akhirnya kami yang memenangkan proyek tersebut. Yang patut dibanggakan dari situ adalah kami memenangkan tender walau harga penawaran sistem kami bukanlah yang terendah. Armenia memilih Galaxy karena sistem tersebut memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh para pesaing lainnya,” jelas Nazimov.
Dengan demikian, Nazimov menilai bahwa sistem Galaxy cocok untuk mengatasi masalah penerbangan di bandara Indonesia, terutama Soekarno-Hatta.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda