Satu-satunya Perbatasan Soviet yang Tak Bisa Diterobos Nazi

Evgeny Khaldey/Sputnik
Ketika Perang Soviet dengan NAZI berlangsung pada 1941, pasukan Jerman dengan mudahnya menginvasi wilayah Soviet dengan menembus pertahanan di sepanjang area perbatasan Soviet. Namun, ada satu area di perbatasan sebelah Utara Soviet yang tak bisa mereka tembus selama periode perang dan tak menghasilan kemajuan apapun untuk misi perang mereka.

Awal periode perang melawan Nazi Jerman berubah menjadi mimpi buruk bagi Uni Soviet. Seperti pisau menembus mentega, Tentara Wehrmacht Jerman dengan mudahnya menembus pertahanan Tentara Merah Rusia dalam hitungan minggu dan menduduki seluruh wilayah negara-negara Baltik, Belarusia yelorusia, dan sebagian besar Ukraina. Seluruh divisi militer Soviet terbunuh dalam pertempuran sengit itu.

Ratusan ribu tentara terkepung dan mati-matian berusaha melawan dan merapatkan kembali regu mereka. Jerman menang, namun kemenangan itu tak sepenuhnya mutlak. Musta-Tunturi, sebuah area yang terletak perbatasan utara Soviet dengan negara bagian yang dijaga oleh Tentara Merah Rusia, tidak berhasil Jerman tembus hingga akhir perang.

Serangan ke perbatasan 

Pasukan Jerman maju menuju  Murmansk.

Di wilayah Arktik Soviet, perang dimulai seminggu lebih lambat dari perang di wilayah Uni Soviet lainnya. Baru pada 29 Juni 1941, pasukan Jerman dan Finlandia menyeberangi perbatasan dan melancarkan serangan ke arah Murmansk dan Kandalaksha.

Unit-unit Korps Senapan Gunung Norwegia di bawah pimpinan Jenderal Eduard Dietl bergerak maju ke sepanjang pesisir Samudra Arktik. Tujuan mereka, merebut Sredny khususnya Semenanjung Rybachy, yang memiliki posisi strategis. Saking strategis dan pentingnya area itu, Semenjanung Rybachy mendapat julukan 'Kapal Perang Kutub Utara yang Tidak Bisa Tenggelam'.

"Siapa pun yang menguasai Rybachy dan Sredniy berarti menguasai Teluk Kola. Tanpa Teluk Kola, Armada Utara tidak akan ada," kata Laksamana Arseny Golovko.

Pasukan Soviet di punggung bukit Musta-Tunturi.

Setelah menghancurkan beberapa pos perbatasan dan memukul mundur unit-unit Resimen Infanteri ke-95, pasukan Jerman mencapai wilayah perbukitan Musta-Tunturi yang berjarak 6 kilometer dari perbatasan. Dibelakang bukit ini, terdapat sebidang daratan tanah sempit yang menghubungkan dua daratan yang terpisah oleh pantao. Dekat tanah sempit ini juga terdapat sebuah rute yang langsung mengarah ke semenanjung. Jerman berharap dapat menguasai area perbukitan gunung itu dengan mudah, tetapi, hal itu tidak pernah terjadi.

Komando Soviet percaya bahwa musuh akan menyerang semenanjung dari arah laut, bukan dari darat, sehingga pasukan utama mereka dikumpulkan di Rybachy untuk mengantisipasi pendaratan Wehrmacht Jerman. Ketika mereka menyerang ke arah punggungan bukit itu, pasukan Soviet kalah jumlah, dengan proporsi kekalahannya lima berbanding satu.

Meski demikian, sebelum bala bantuan tiba di Musta-Tunturi, Tentara Soviet berhasil memberikan perlawanan sengit kepada tim militer penyerang Jerman. Mereka mendirikan titik-titik tembak tepat di atas bebatuan, memasang kawat berduri, dan menanam ranjau. Mereka bertempur di setiap meter daratan, dan di setiap lapis bebatuan yang arena perang. 

Ketika pasukan Jerman berhasil mendaki punggung bukit dan mulai menuruni lereng menuju daratan tanah sempit di bawah punggungan bukit, mereka dihantam oleh artileri Soviet dan Kapal Perusak 'Uritsky' dan 'Kuibyshev' yang tengah mendekati pantai.

"Kami berada di bawah tembakan artileri Angkatan Laut Rusia. Ada banyak korban jiwa di batalion, para mantri tak punya waktu untuk mengevakuasi semua orang...," komandan Resimen Senapan Gunung Jerman ke-136 melaporkan. "Kami sudah dekat dengan Kutovaya dan sedang menuruni lereng timur yang curam di ketinggian 122 meter. Kami sudah dekat dengan Kutovaya. Lalu, hujan peluru jatuh ke arah kami. Saya tidak punya apa-apa untuk menangkisnya. Jika mereka tidak berhenti menembak, saya harus menarik mundur resimen kembali."

Prajurit Korps Senapan Gunung 'Norwegia'.

Pertempuran sengit di Musta-Tunturi berlanjut hingga pertengahan September 1941. Setelah mengalami kegagalan demi kegagalan, Jerman menghentikan upaya mereka untuk merebut area pegunungan itu dan fokus kepada area-area di sepajang jalur yang telah mereka duduki. 

Benteng yang tak tertembus

“Di lereng utara pegunungan yang bagian tengahnya curam, namun tidak di bagian barat dan timur, di situlah terletak di tujuh benteng pos pertahanan kami. Musuh berada di lereng selatan, yang posisinya tidak terlalu dan lebih menguntungkan untuk kami. Di antara posisi musuh dan posisi benteng kami, ada sebidang jalur tanah selebar 50-60 meter, di beberapa tempat lainnya daratan tanah sempit itu hanya selebar hanya 25-30 meter - tidak lebih dari jarak lemparan granat yang dilempar dalam posisi tiarap! Pertempuran granat terjadi setiap hari. Semua yang terjadi terdengar dari segala sisi,” kenang Letnan Jenderal Sergei Kabanov.

Tentara Soviet di semenanjung Rybachy.

Pada posisinya yang lebih tinggi saat ini, Jerman memiliki penilaian baik terhadap tentara Soviet yang menjaga pertahanan di area belakang. Pengiriman makanan, amunisi, dan bahan bangunan ke untuk membangun benteng-benteng pertahanan Jerman harus dilakukan (hati-hati) di bawah tembakan musuh. "Untuk setiap batang kayu yang dikirim ke Musta-Tunturi, harganya adalah nyawa atau cedera," kenang penebang kayu Nikolai Abramov. "Bagaimana Anda bisa membangun benteng yang berjarak 50 meter dari garis pertahanan musuh? Sedikit saja ada ketukan, sebuah peluru bisa menghantam kepala Anda." 

Jerman sangat jengkel dengan adanya tanda batas negara Soviet A-36 yang terletak di punggungan bukit. Sebelum perang Soviet-Finlandia (Perang Musim Dingin), area tersebut merupakan lokasi perbatasan negara berdasarkan Perjanjian Perdamaian Moskow 1940 (sudah) dipindahkan sedikit lebih jauh ke arah barat.

“Dengan bangga saya mengenang betapa gigihnya kami mempertahankan tanda perbatasan Soviet yang masih ada di Musta-Tunturi. Mungkin, itu adalah satu-satunya tanda perbatasan yang tak direbut Nazi. Jerman melakukan banyak upaya untuk merebutnya, tetapi selalu gagal. Merasa kecewa dengan kegagalan mereka, mereka menembaki regu pertahanan musuh tanpa ampun. Kadang-kadang musuh berhasil menembak jatuh rambu-rambu itu, tetapi para pelaut akan memperbaikinya lagi," tulis Kapten Korps Marinir Vasily Kislyakov dalam memoarnya, "Di Luar Lingkaran Arktik”. 

Marinir Soviet menyeberangi punggung bukit Musta-Tunturi, 1944.

Hingga pada saat Tentara Merah berhasil mengusir Jerman dari Lingkaran Arktik di akhir 1944, wilayah pegunungan Musta-Tunturi tetap menjadi momok bagi Nazi. Semua upaya mereka untuk menerobos pertahanan Soviet berakhir sia-sia. Sementara di sektor garda depan lain, Wehrmacht maju ribuan kilometer masuk sampai ke Volga dan Kaukasus. Di Musta-Tunturi, mereka terjebak tepar di perbatasan Uni Soviet.

 

Pembaca yang budiman,

Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:

  • ikutilah saluran Telegram kami;
  • berlanggananlah pada newsletter mingguan kami; dan
  • aktifkan push notifications pada situs web kami.

 

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Baca selanjutnya

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki