Karena Cinta hingga Balas Dendam: Di Balik Motif Para Pelaku Teror di Rusia

Aparat kepolisian dan tim unit layanan darurat berjaga di di luar stasiun metro Sennaya Ploshchad, Sankt Peterburg, yang ditutup menyusul ditemukannya objek mencurigakan, Selasa (4/4).

Aparat kepolisian dan tim unit layanan darurat berjaga di di luar stasiun metro Sennaya Ploshchad, Sankt Peterburg, yang ditutup menyusul ditemukannya objek mencurigakan, Selasa (4/4).

ZUMA Press/Global Look Press
Cinta, kekerabatan dengan para militan, rasa dendam, dan agama adalah motif yang kerap menggerakkan para teroris melancarkan aksinya di Rusia.

Janet Abdurakhmanova dan Mariam Sharipova — ledakan di metro Moskow, 29 Maret 2010

Pelaku bom bunuh diri Maryam Sharipova meledakkan dirinya di stasiun metro Lubyanka, Moskow, pada 29 Maret 2010. Sumber: RIA NovostiPelaku bom bunuh diri Maryam Sharipova meledakkan dirinya di stasiun metro Lubyanka, Moskow, pada 29 Maret 2010. Sumber: RIA Novosti

Pada pagi hari 29 Maret 2010, Janet Abdurakhmanova (17) meledakkan bom saat keluar dari kereta di stasiun metro Park Kultury. Ledakan itu menewaskan 12 orang.

Abdurakhmanova diketahui berasal dari salah satu desa di Degastan, Rusia. Ia tumbuh dewasa tanpa ayah. Pada usia 16 tahun, ia kabur dari rumah setelah bertemu dengan seorang pria teroris berusia 30 tahun bernama Umalat Magomedov — yang kemudian menjadi suaminya — melalui internet. Setelah FSB berhasil menyingkirkan Magomedov pada Desember 2009, Abdurakhmanova yang gemar berfoto sambil memegang senjata, meledakkan dirinya di metro Moskow.

Rekan Abdurahmanova, Mariam Sharipova, berusia lebih tua. Sharipova berusia 28 tahun saat ia meledakkan dirinya di stasiun Lubyanka. Ledakan itu menewaskan 24 orang.

Berdasarkan laporan media, Sharipova tinggal di Balakhani, sebuah pedesaan di pegunungan yang dikenal sebagai ‘sarang pemberontak’. Meskipun dikenal sebagai sosok yang tertutup dan sangat religius, ia dipercaya menempati posisi wakil direktur di sebuah sekolah menengah.

Berdasarkan penyelidikan aparat penegak hukum, Sharipova diketahui memiiki hubungan keluarga dengan pelaku teroris. Ia diketahui sebagai istri dari seorang militan asal Dagestan, Magomedali Vagabov. Sementara, sumber lain menyebutkan bahwa dia adalah istri dari teroris bernama Dr. Muhammad. Sharipova juga merupakan saudara perempuan Ilyas Sharipov, pelaku kriminal yang ditahan pada 2008 atas dakwaan kepemilikan bahan peledak, penculikan, dan koneksi dengan para militan.

Magomed Yevloyev — ledakan di Bandara Domodedovo, 24 Januari 2011

Pengadilan daerah Moskow memulai sesi dengar pendapat terkaat kasus serangan teroris di Bandara Domodedovo. Menurut para penyelidik, ledakan berasa dari alat peledak buatan rumahan yang diledakkan oleh pelaku bom bunuh diri bernama Magomed Yevloyev. Saudaranya, Akhmed Yevloyev, Bashir Khamkhoyev, Islam dan Ilez Yandiyev, dan komplotan teroris lainnya, kini tengah menjalani proses hukum. Sumber: RIA NovostiPengadilan daerah Moskow memulai sesi dengar pendapat terkait kasus serangan teroris di Bandara Domodedovo. Menurut para penyelidik, ledakan berasa dari alat peledak buatan rumahan yang diledakkan oleh pelaku bom bunuh diri bernama Magomed Yevloyev. Saudaranya, Akhmed Yevloyev, Bashir Khamkhoyev, Islam dan Ilez Yandiyev, dan komplotan teroris lainnya, kini tengah menjalani proses hukum. Sumber: RIA Novosti

Pada 24 Januari 2011, seorang warga Rusia berusia 20 tahun asal Ingushetia bernama Magomed Yevloyev meledakkan dirinya di terminal kedatangan Bandara Domodedovo, Moskow. Beberapa saudara Yevloyev juga diketahui sebagai teroris. Adiknya, Fatima Yevloyev, menikah dengan seorang teroris bernama Bekkhan Bogatyrev, yang berhasil disingkirkan aparat FSB pada pertengahan tahun 2010.

Menurut keterangan kedua orangtua Yevloyev, anak laki-laki mereka pergi meninggalkan rumah dua minggu setelah kematian Bogatyrev. Kepada orangtuanya, Yevloyev mengaku pergi untuk bekerja. Menurut laporan media, sebenarnya saat itu ia bergabung dengan kelompok teroris.

Media RBCmelaporkan bahwa sang teroris sempat mengikuti wajib militer dan melayani Angkatan Laut Rusia di Vladivostok sampai akhirnya ia terpaksa keluar karena menderita ulkus peptikum (kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktivitas pepsin dan asam lambung yang berlebihan -red.). Berdasarkan laporan media, motif ledakan yang dilakukan Yevloyev didorong atas rasa dendam untuk membalas kematian suami adiknya.

Naida Asiyalova — ledakan bus di Volgograd, 21 Oktober 2013

Naida Asiyalova. Sumber: RTNaida Asiyalova. Sumber: RT

Serangan bom di sebuah bus di Volgograd pada 21 Oktober 2013 menewaskan delapan orang. Naida Asiyalova, sang pelaku ledakan, membawa alat peledak yang dibuat oleh suaminya, Dmitry Sokolov, seorang muala yang pertama kali ia kenal saat mengikuti kursus Bahasa Arab. Setelah berkenalan dan merasa cocok, keduanya pindah ke Dagestan. Di sana, Sokolov mulai membuat alat-alat peledak untuk para militan. Sokolov pun tewas di tangan aparat FSB tak lama setelah ledakan.

Menurut laporanRBC, Asiyalova, yang memutuskan hubungannya dengan seluruh keluarganya, ternyata menderita penyakit serius yang menghancurkan tulang rahangnya. Sebuah aksi sosial penggalangan dana sempat dikampenyekan di media sosial VKontakte untuk membantu pengobatannya.

Asker Samedov dan Suleiman Magomedov — ledakan di stasiun kereta api dan bus listrik di Volgograd, 29 dan 30 Desember 2013

Asker Samedov dan Magomed Isayev. Sumber: RTAsker Samedov dan Magomed Isayev. Sumber: RT

Meskipun ibu Asker Samedov tinggal di Moskow, ia dibesarkan oleh bibinya yang tinggal di Dasgestan. Setelah lulus sekolah, Samedov masuk ke akademi kedokteran. Namun pada tahun kedua, ia keluar dari kampus karena bergabung dalam aktivitas masjid wahabi. Menurut bibinya, ia menghilang pada 30 Mei 2013. Pada Desember 2013, ia dan rekannya, Suleiman Magomedov, melancarkan serangan bom di Volgograd. Serangan itu menewaskan 25 orang.

Sementara, media tak banyak memberikan informasi terkait Magomedov, yang meledakkan dirinya di bus sehari setelah ledakan di stasiun kereta, selain fakta bahwa dirinya adalah bagian dari kelompok teroris Buynaksk.

Akbarjon Djalilov — ledakan di metro Sankt Peterburg, 3 April 2017

Akbarjon Djalilov (22), warga Rusia kelahiran Kirgizstan. Sumber: Russian Archives/Global Look PressAkbarjon Djalilov (22), warga Rusia kelahiran Kirgizstan. Sumber: Russian Archives/Global Look Press

Pemuda 22 tahun asal Kirgizstan ini menerima kewarganergaraan Rusia setelah ia pindah ke Sankt Peterburg pada 2011, meninggalkan bangku pendidikan di kelas VIII. RBCmelaporkan, selama di Sankt Peterburg, Djalilov diketahui pernah bekerja di sebuah bengkel mobil, dan kemudian pindah ke sebuah bar sushi. Keluarga Djalilov mengatakan bahwa sang pemuda bukanlah seorang muslim yang taat dan hanya sesekali menjalankan ibadah salat.

“Bocah pendiam,” demikian kesan yang diingat wali kelas Djalilov mengenai pribadi sang pemuda yang meledakkan gerbong metro yang tengah melaju di antara Stasiun Sennaya Ploshchad dan Tekhnologichesky Institut dan menewaskan 14 orang pada awal bulan ini.


Teror di Sankt Peterburg

Investigasi awal dan reaksi masyarakat

Pria terduga pelaku teror nyatakan dirinya tak bersalah

Fakta, teori, dan opini seputar ledakan di metro

Moskow bisa jadi target teror selanjutnya

Kisah orang-orang tak berdosa yang jadi korban

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki