Perang Semua Melawan Semua: Kapan ISIS Akan Kalah di Suriah?

Anggota tentara Irak memegang bendera ISIS yang mereka ambil dalam sebuah pertempuran dengan para teroris itu pada 12 Februari 2017.

Anggota tentara Irak memegang bendera ISIS yang mereka ambil dalam sebuah pertempuran dengan para teroris itu pada 12 Februari 2017.

Reuters
Meskipun ISIS sudah dikalahkan, para pakar memprediksi bahwa perang di Suriah masih akan terjadi untuk waktu yang lama.

Menurut saluran TV Irak Al Sumaria, pemimpin ISIS Abū Bakr al-Baghdadi baru-baru ini mengucapkan “salam perpisahan”. Dalam ucapannya, al-Bahgdadi diduga mengakui kekalahan ISIS di Mosul (di mana ISIS ditumpas tentara Irak, yang didukung AS) dan menyerukan kepada pendukungnya untuk minggat dari kota itu atau melakukan serangan bunuh diri.

Pernyataan al-Baghdadi itu cukup mencurigakan. ISIS dikenal tidak pernah mengakui kekalahannya, ujar para ahli. Oleh karena itu, pemerintah Irak menyebarkan informasi yang tidak benar ini untuk merusak moral para teroris. Dengan adanya “salam perpisahan itu” para teroris akan berpikir bahwa mereka tidak berhasil dan kontrol mereka berkurang.

Namun begitu, masih terlalu dini untuk menilai bahwa ISIS sudah benar-benar kalah. Hal ini salah satunya dikarenakan tentara yang menumpas ISIS di Suriah tidak bisa setuju satu sama lain dan hampir berkonflik. Dengan ini, Rusia sedang mencoba melakukan persetujuan dengan AS, Turki, dan para Kurdistan dalam rangka menentukan garis besar perlawanan terhadap ISIS.

Perang di dua lini depan

Tentara Irak, bersama aliansi Baratnya, sedang menekan teroris supaya mereka keluar dari “ibu kota” mereka, Mosul. Pada Januari, pemerintah Irak mengambil alih sisi timur kota itu. Saat ini sedang ada pertempuran di Mosul Barat, di mana tentara pemerintah secara perlahan mengendalikan distrik demi distrik.

Pada saat yang bersamaan, ISIS juga mengalami kekalahan di Suriah. Pada 23 Februari, tentara Turki menendang para militan keluar dari Al-Bab di utara Suriah, dan pada 2 Maret, seperti yang dilaporkan Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu kepada Presieden Rusia Vladimir Putin, tentara Suriah dan Pasukan Kedirgantaraan Rusia mengambil alih Palmyra (kota yang sudah dikontrol ISIS sejak Desember 2016).

Seorang tentara khusus Irak berjalan melalui sebuah rumah yang hancur karena serangan udara, dalam sebuah pertempuran dengan militan ISIS di Mosul pada 2 Maret 2017. Sumber: Reuters

Bagaimana pun juga, meskipun ISIS mengalami banyak kekalahan di Suriah dan Irak, masih terlalu cepat untuk mengatakan bahwa mereka sudah dibasmi secara keseluruhan, ujar para pakar dan pejabat terkait. Sebagai contoh, Letjen Stephen Townsend, komandan operasi militer AS terhadap ISIS di Irak dan Suriah, mengatakan bahwa di Mosul sendiri masih ada 2.000 teroris, dan masih akan ada perlawanan besar dari mereka nantinya.

Asap hasil serangan udara dalam perang tentara Irak melawan ISIS di al-Mamoun, Mosul, pada 1 Maret 2017. Sumber: Reuters

“Saya tidak percaya dengan laporan (dari media Irak) bahwa anggota ISIS meninggalkan posisi mereka,” ujar Grigory Kosach, profesor di Departemen Studi Oriental Kontemporer di Universitas Kemanusiaan Negara Rusia. Menurutnya, para militan masih akan menggunakan strategi yang sama untuk berperang di kota: beroperasi di terowongan bawah tanah, lalu menyerang para tentara secara tiba-tiba, bahkan di area yang sudah diambil alih pemerintah. “Masih ada pertempuran hebat di Mosul, dan nantinya hal yang sama terjadi di Raqqa (“ibu kota” ISIS di Suriah) ketika tentara mulai membombardir kota itu,” ujar Kosach memprediksi.

Kebingungan di utara Suriah

Raqqa, berlokasi di timur Suriah, saat ini menjadi markas para militan setelah mereka minggat dari Mosul. Untuk mengalahkan ISIS, Raqqa harus dibombardir, tapi saat ini belum ada tentara yang beroperasi di sana. Posisi terbaik untuk menyerang Raqqa bisa ditemukan di utara Suriah, di mana ISIS ditentang oleh kelompok Turk dan unit pro-Kurdistan di Tentara Demokratis Suriah (SDF). Namun begitu, saat ini kedua pihak masih bertikai satu sama lain.

Tentara Turki masuk ke Suriah pada Agustus 2016, resminya untuk melawan ISIS, tapi para pakar berkali-kali mengatakan bahwa tujuan utama Turki adalah untuk mencegah adanya otonomi Kurdistan di utara Suriah. Saat ISIS sudah minggat dari utara Suriah, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berjanji bahwa target tentara selanjutnya bukanlah Raqqa dan Manbij, kota yang berada di bawah kendali SDF. Kurdistan melihat kelompok Turk sebagai bagian dari teroris dan siap berperang dengan mereka.

Pada saat yang bersamaan, Kurdistan Suriah, yang memainkan peran penting di SDF, didukung oleh AS: pada 28 Februari, dilaporkan bahwa pasukan khusus AS sudah dikerahkan di dekat Manbij, sehingga muncul ketegangan yang membuat Turki di ujung konfrontasi tidak hanya dengan para Kurdistan, tapi juga dengan AS.

Rusia ingin mendamaikan pihak yang bertikai

Anton Mardasov, kepala studi konflik Timur Tengah di Institut Inovasi Pembangunan, mengatakan bahwa Rusia berada di situasi yang sangat sulit: “di antara tiga api”. Pada saat yang bersamaan, Rusia mendukung Bashar al-Assad, menjaga hubungan baik dengan Turki, dan mencoba mencegah perang antara kelompok Turk dan Kurdistan di utara Suriah.

Mengutip pernyatan SDF pada 2 Maret, Mardasov mengatakan Kurdistan sudah menyetujui dengan Rusia bahwa unit tentara al-Assad akan bertindak sebagai “penyangga” antara Manbij dan tentara Turki. Sehingga, menurut Mardasov, Russia – dan AS – akan mencoba memisahkan Turk dan Kurdistan dalam upaya menyetujui status Manbij dan kemudian mengarahkan upaya para tentara Turki untuk membombardir Raqqa.

Situasinya saat ini samar, ujar sang pakar kepada RBTH: “Suriah, tentu saja, akan didiskusikan dalam pertemuan Putin dan Erdogan di Moskow pada 9 Maret. Sampai ada hasil dari pembicaraan ini, sulit untuk menyimpulkan.”

Posisi pemerintahan AS saat ini juga belum jelas, ujar Mardasov. Sejauh ini, Presiden AS Donald Trump belum membuat pernyataan apa pun terkait laporan Pentagon menyoal strategi melawan ISIS. Seseorang baru bisa mengatakan bahwa para teroris sudah dikalahkan apa bila para musuhnya sudah mengatasi konflik internal mereka dan berkonsentrasi dalam perang terhadap terorisme.

 

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki