Kenapa Rusia Tidak Mengembalikan ‘Teritorial Utara’ ke Jepang?

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (kiri) dalam sebuah pertemuan untuk membahas sengketa wilayah pada Desember 2016.

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (kiri) dalam sebuah pertemuan untuk membahas sengketa wilayah pada Desember 2016.

AP
Salah satu pertanyaan yang paling sering dicari netizen Jepang di Google adalah ロシアはなぜ北方領土を返さないのか atau “Kenapa Rusia tidak mengembalikan ‘Teritorial Utara’ ke Jepang”. Berikut penjelasan para pakar politik dan sejarawan yang akrab dengan hubungan Rusia-Jepang terkait posisi Moskow dalam persengketaan ini.

Tak Ada Istilah ‘Mengembalikan’ bagi Rusia

“Kedaulatan Rusia terhadap pulau-pulau ini (Kepulauan Kuril atau yang disebut sebagai ‘Teritorial Utara’ oleh Jepang -red.) tercantum dalam dokumen-dokumen internasional sehingga tidak perlu dipertanyakan,” kata Kepala Pusat Studi Jepang di Institut Studi Timur Tengah Valery Kistanov.

Kistanov menambahkan, “Jepang mendapatkan Sakhalin Selatan sebagai hadiah perang di akhir Perang Rusia-Jepang pada 1904 – 1905. Sementara, Kepulauan Kuril Selatan dapat dianggap hadiah perang Rusia (pada akhir Perang Dunia II -red.).”

Nikolay Murashkin, kandidat doktor di Universitas Cambridge, memiliki pandangan serupa. “Sikap resmi Rusia adalah bahwa pulau-pulau itu menjadi wilayah Rusia karena Jepang kalah di Perang Dunia II. Oleh karena itu, tidak ada kata ‘mengembalikan’.”

“’Pengembalian’ adalah kata yang digunakan Jepang. Secara hukum, satu-satunya dokumen yang disetujui dan diratifikasi oleh pihak Rusia dan Jepang setelah Perang Dunia II adalah Deklarasi Bersama Soviet-Jepang 1956, yang hanya menyebutkan persetujuan Moskow terkait ‘penyerahan’ (bukan ‘pengembalian’) pulau-pulau itu setelah pakta perjanjian perdamaian ditandatangani,” kata Murashkin menambahkan.

Istilah Judo Putin

Menurut Kistanov, negosiasi perjanjian perdamaian akan berlanjut, tapi saat ini “tidak ada alasan pengembalian kepulauan”.

Ketua Presidium Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Fyodor Lukyanov mengatakan, “Setiap masalah kewilayahan diselesaikan dengan negosiasi yang alot, pertukaran kepentingan, dan perjanjian yang akan memenangkan seluruh pihak, tapi dengan kompromi.”

“Dalam hubungan internasional, tidak ada pemindahan wilayah tanpa alasan. Jika sebuah perjanjian dicapai tanpa penelitian mendalam dan tawar-menawar yang baik maka akan muncul rasa ketidakadilan.”

Kistanov mencontohkan istilah judo yang digunakan Presiden Rusia Vladimir Putin.

“Putin bilang bahwa solusi harus dicari supaya tidak ada yang menang dan yang kalah. Ia menggunakan istilah hikiwake dalam judo,” ujar Kistanov. Dalam bahasa Jepang, hikiwake berarti pertandingan judo yang imbang.

“Keputusan akhir harus berdasarkan deklarasi 1956. Putin mengakui keefektifan pertemuannya dengan Perdana Menteri Jepang Yoshiro Mori pada 2001 silam,” ujar Kistanov.

Latar Belakang Historis

Bagian selatan Kepulauan Kuril dan Sakhalin, termasuk pulau-pulau di Pegunungan Kuril Selatan, yang Jepang sebut sebagai “Teritorial Utara” — termasuk Pulau Iturup, Kunashir, Shikotan, dan Habomai — telah menjadi bagian dari Uni Soviet setelah Perang Dunia II.

Pada April 1941, Moskow dan Tokyo menandatangani Pakta Netralitas Soviet-Jepang untuk jangka waktu lima tahun. Uni Soviet kemudian membatalkan perjanjian tersebut pada April 1945, empat bulan sebelum perang dengan Jepang dimulai pada 8 Agustus 1945.

Pemerintah Soviet beralasan bahwa perjanjian itu tak lagi relevan, dan kemudian menyatakan sikap Soviet, “Jerman menyerang Uni Soviet dengan dibantu aliansi mereka, Jepang. Selain itu, Jepang juga berperang dengan Amerika Serikat (AS) dan Britania, yang merupakan sekutu Uni Soviet.”

Perang antara Uni Soviet dengan Jepang ditentukan dalam Konferensi Yalta pada Februari 1945. AS dan Britania setuju bahwa Uni Soviet akan berperang dengan Jepang dua atau tiga bulan setelah Jerman berkapitulasi dengan mengembalikan “hak Rusia yang dirampas oleh Jepang melalui serangan pada 1904”. Ini berarti pengembalian bagian selatan Pulau Sakhalin dan pulau-pulau lain yang berdekatan, termasuk Kepulauan Kuril.

Jepang menyerah pada 2 September 1945, tapi belum menandatangani perjanjian perdamaian dengan Uni Soviet. Setelah negosiasi yang alot, kedua pihak menelurkan deklarasi gabungan pada 19 Oktober 1956 di Moskow.

Pasal 9 dalam deklarasi ini menyatakan, “Uni Republik Sosialis Soviet, dengan tujuan mengabulkan permintaan Jepang dan demi kepentingan Jepang, setuju untuk menyerahkan Kepulauan Habomai dan Pulau Shikotan ke Jepang. Namun, penyerahan ini baru akan terjadi setelah perjanjian perdamaian antara Jepang dan URSS.”

Jepang meratifikasi dokumen pada 12 Desember 1956 di Tokyo, tapi kemudian mengabaikannya dan meminta Rusia “mengembalikan” seluruh Kepulauan Kuril sebelum penandatanganan perjanjian.


Sengketa wilayah antara Rusia dan Jepang

Kenapa Rusia tak mau mengembalikan Iturup dan Kunashir pada Jepang?

Sengketa Kepulauan Kuril antara kedua negara bisa dikompromikan, kata Putin

Rusia menempatkan sistem antimisil di wilayah sengketa

AS kemungkinan akan membangun markas militer di Kepulauan Kuril

Militer Rusia menentang penyerahan Kuril Selatan ke Jepang

Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki