Putin terakhir kali berbicara dengan Trump pada 9 November, yaitu setelah ia dipastikan memenangkan pilpres AS.
AFPKemarin, Juru Bicara Presiden Rusia Dmitry Peskov mengonfirmasi bahwa Vladimir Putin akan berbicara dengan Donald Trump melalui telepon pada Sabtu (28/1). Pembicaraan ini akan menjadi pembicaraan pertama antara kedua pemimpin sejak Trump resmi dilantik sebagai presiden AS ke-45 minggu lalu. Putin terakhir kali berbicara dengan Trump pada 9 November, yaitu setelah ia dipastikan memenangkan pilpres AS.
Para pakar Rusia telah menyusun daftar isu-isu penting terkait kebijakan internasional yang kemungkinan akan dibahas oleh kedua presiden. Meski keduanya belum tentu dan tak harus mencapai kata sepakat pada pembicaraan awal, kelima topik ini berpotensi disepakati di masa mendatang.
Donald Trump telah sering berbicara tentang tekadnya untuk bekerja sama dengan Rusia demi melawan ISIS di Irak dan Suriah. Pada 24 Januari, Juru Bicara Gedung Putih Sean Spicer mengonfirmasi kesediaan pemerintahan Trump untuk bekerja sama dengan negara mana pun dalam memerangi ISIS, termasuk Rusia. Para ahli memprediksi bahwa kerja sama melawan terorisme di Suriah kemungkinan besar menjadi salah satu isu utama yang dibahas oleh kedua pemimpin.
Leonid Isaev, seorang profesor senior di Departemen Ilmu Politik Sekolah Tinggi Ekonomi (HSE), mengatakan bahwa dilihat dari pernyataan Trump, ia berencana untuk bersikap pragmatis di Suriah.
“Pernyataan Trump untuk menciptakan zona aman di Suriah pada dasarnya berkorelasi dengan pembagian negara ke dalam wilayah pengaruh untuk Rusia, Turki, dan Iran yang dirumuskan pada Desember lalu,” kata Isaev. Sang profesor menambahkan, kemungkinan besar AS akan mempertahankan pengaruhnya di kawasan yang dikendalikan Kurdistan. Isaev juga meyakini bahwa AS tidak akan mencoba untuk menggulingkan Assad atau meminta Iran menarik pasukannya.
Trump telah membahas isu seputar pencabutan sanksi terhadap Rusia. Presiden AS bahkan memberi kesan dengan menghubungkan pembatalan sanksi dengan perlucutan senjata nuklir. Namun, Rusia skeptis terhadap ide ini. Juru bicara kepresidenan Rusia bahkan mengatakan, “Itu tidak mungkin.”
Namun demikian, cara Trump membuat orang berspekulasi cukup menarik, kata Profesor Andrei Sushentsov, direktur program Klub Diskusi Valdai Internasional dan MGIMO.
“Pemerintahan AS yang baru tidak mangaitkan sanksi dengan krisis Ukraina atau status Krimea,” kata Sushentsov. “Ini jelas sesuatu yang positif bagi hubungan bilateral.”
Belum lama ini, ada rumor yang menyebutkan bahwa Trump telah bersiap mencabut sanksi terhadap Rusia. Namun, Kremlin secara resmi menyatakan tak tahu-menahu mengenai hal ini.
Pemeliharaan objek-objek strategis, termasuk di bidang senjata nuklir, adalah topik penting lainnya yang menarik bagi Putin dan Trump, kata Sergei Karaganov, ketua kehormatan Dewan Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan. Dalam pandangannya, Rusia dan AS, bersama dengan negara-negara pemilik senjata nuklir lainnya, harus menemukan pendekatan baru di bidang keamanan nuklir, “yang perlu didasari bukan pada pengurangan atau peningkatan persenjataan nuklir, melainkan pada pemeliharaan status quo secara global.”
Pendekatan semacam ini diyakini akan mampu menstabilkan dunia daripada bersikeras melakukan upaya untuk menandatangani perjanjian perlucutan senjata baru, yang ketika perundingan itu tak berhasil hanya memperburuk hubungan, seperti yang terjadi selama pemerintahan Obama.
Sergei Karaganov juga percaya bahwa Putin dan Trump bisa satu suara untuk mengakhiri ketegangan Rusia-NATO di Eropa Timur. Hal ini dimungkinkan karena Trump — tidak seperti pendahulunya — bukanlah suporter utama Ukraina dalam konflik dengan Rusia.
“Kita bisa mengakhiri pembahasan isu tertentu, termasuk soal Ukraina, dalam topik diskusi bilateral dan bisa menyetujui kontak antara militer NATO dan Rusia demi membebaskan diri dari konfrontasi buatan yang sama sekali tak berguna ini,” kata Karaganov menggambarkan skenario paling optimis. Namun, sang ahli mengakui bahwa masalah ini tak bisa diselesaikan begitu saja secara instan. Menurutnya, isu ini tidak akan cukup dibahas hanya dalam satu kali pembicaraan.
Isu lain yang mungkin dapat dikompromikan antara Rusia dan AS adalah terkait warga Rusia Viktor Bout dan Konstantin Yaroshenko yang kini mendekam di penjara Amerika.
Bout dijatuhi hukuman penjara setelah penangkapannya di Bangkok pada 2008, dan didakwa karena melakukan perdagangan senjata secara ilegal. Sementera, Yaroshenko ditahan oleh pasukan khusus AS di Liberia pada 2010 dan didakwa karena menyelundupkan obat-obatan terlarang.
Rusia telah berulang kali menuntut ekstradisi warganya dalam berbagai kesempatan, tapi tak pernah berhasil. Andrei Sushentsov mengatakan bahwa Trump, setelah mendiskusikan masalah ini dengan Putin, bisa saja mengirim kedua warga Rusia ini kembali ke negaranya — hal semacam ini hanya membutuhkan perintah presiden.
“Gestur ke arah ini sudah dimulai oleh Obama dan saya pikir reputasi Trump tidak akan anjlok jika kebijakan ini diteruskan,” kata Sushentsov.
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda