Pakar: Militer Rusia Menentang Penyerahan Kuril Selatan ke Jepang

Tank Jepang Chi-Ha Type 97 yang hancur pada Pertempuran Shumshu, dalam invasi Soviet di Shumshu di Kepulauan Kuril. Sekarang sebagian besar bangkai tank di pulau ini dikirim ke Museum Perang Patriotik Raya, Moskow, dan tengah direstorasi.

Tank Jepang Chi-Ha Type 97 yang hancur pada Pertempuran Shumshu, dalam invasi Soviet di Shumshu di Kepulauan Kuril. Sekarang sebagian besar bangkai tank di pulau ini dikirim ke Museum Perang Patriotik Raya, Moskow, dan tengah direstorasi.

Phil DeFer (Flickr.com)
AS bisa membangun markas militernya di Kuril Selatan jika kepulauan tersebut diserahkan pada Jepang. Selain kekhawatiran dari segi keamanan, pakar militer Rusia juga menyebut sejumlah alasan penting untuk mendorong Moskow tak berkompromi dengan Tokyo dalam sengketa wilayah tersebut.

Pada malam kunjungan Vladimir Putin ke Jepang, media Jepang melaporkan bahwa Tokyo tak menutup kemungkinan penempatan markas militer AS di Kuril Selatan jika kepulauan tesebut diserahkan pada Jepang.

Mengutip narasumber anonim, media Asahi Shimbunmelaporkan pada 14 Desember lalu bahwa Sekretaris Jenderal Dewan Keamanan Nasional Jepang telah menyampaikan pada pihak Rusia mengenai skenario tersebut dalam pertemuan yang digelar di Moskow dengan Sekretaris Dewan Keamanan Secretary Rusia.

Penempatan markas militer AS di Kepulauan Kuril Selatan akan menciptakan ancaman nyata bagi kemampuan pertahanan Rusia, terang pakar militer Rusia. Bahkan jika pihak Rusia mendapat jaminan dari Tokyo untuk menyingkirkan kemungkinan tersebut, kehilangan sebagian Kepulauan Kuril bertentangan dengan kepentingan Rusia, tambah sang pakar.

Posisi resmi Moskow ialah Rusia tak akan menyerahkan wilayah apa pun pada Jepang. Hal ini telah berulang kali disampaikan Presiden Vladimir Putin.

Pintu Gerbang ke Pasifik

Karena lokasinya yang unik, Kepulauan Kuril memungkinkan Rusia dapat mengendalikan jalur masuk laut menuju Samudra Pasifik dari Laut Okhotsk sepenuhnya, terang pakar dari Departemen Kebijakan Militer dan Ekonomi Institut Rusia untuk Strategi Ivan Konovalov pada RBTH.

Namun, mengingat kapal selam nuklir Rusia berbasis di Kamchatka, penyerahan sejumlah pulau dari kepulauan tersebut tak akan memengaruhi akses AL Rusia menuju Samudra Pasifik, terang Dmitry Safonov, pengamat militer dari surat kabar Izvestia.  

Akan tetapi, potensi penyerahan pulau-pulau itu akan menciptakan masalah bagi kapal militer yang berbasis di Vladivostok. “Dalam skenario terburuk, Jepang bisa melarang kapal perang Rusia melewati selat-selat itu,” kata penelit rekanan dari Pusat Kebijakan Pertahanan dan Internasional dari Universitas Queen, Ontario, Kanada Maxim Starchak pada RBTH

“Hal ini tentu tak bersifat genting. Terdapat pelabuhan-pelabuhan lain. Namun ini butuh perubahan navigasi serta investasi infrastruktur baru. Tentu militer Rusia ingin menghindarinya.”

Menurut Starchak, jika pulau-pulau itu diserahkan ke Jepang, Kementerian Pertahanan Rusia harus berhadapan dengan kebijakan baru terkait rute kapal melalui sejumlah selat.

“(Sekalipun) penutupan selat-selat itu tak akan memotong akses Rusia menuju samudra secara keseluruhan, tapi mengubah regulasi akan terlalu rumit dan memberi beban secara finansial," tambah Starchak.

Infrastruktur Militer

Salah satu masalah utama yang akan terjadi jika sebagian pulau diserahkan pada Jepang adalah kedekatan ekstrem antara infrastruktur militer Rusia dan Jepang.

“Jarak antara pulau-pulau tersebut hanyalah beberapa kilometer. Jika pulau diserahkan pada Jepang dan mereka mendirikan infrastruktur militer di sana, kedua pihak dapat saling menembak dari jarak dekat,” kata Starchak.

Rusia mulai mengembangkan infrastruktur militer di Kepulauan Kuril sejak tahun 2000-an. Kini, teradapat kontingen militer yang terdiri dari beberapa ribu tentara di kepulauan tersebut.

Pada November lalu, Rusia menempatkan kompleks misil pesisir Bastion dan Ball di Pulau Kunashir dan Iturup. Pakar menyebut langkah tersebut sebagai penegasan kembali dari Moskow bahwa mereka tak berencana memberikan kembali pulau-pulau itu pada Jepang.

Pertemuan Putin dan Abe

Rusia dan Jepang masih terlibat dalam persengketaan wilayah yang bermula sejak Perang Dunia II, yang membuat kedua negara belum menandatangani perjanjian perdamaian untuk mengakhiri perang secara resmi.

Saat berada di Jepang beberapa hari lalu, Putin menyatakan bahwa penandatanganan perjanjian perdamaian tersebut masih menjadi prioritas bagi Moskow. 

“Jika ada yang mengira bahwa kami hanya tertarik mengembangkan hubungan ekonomi, sedangkan perjanjian perdamaian adalah kepentingan sekunder — itu adalah sebuah kesalahan,” kata Putin saat menggelar konferensi pers bersama Abe. “Bagi saya, hal terpenting adalah menandatangani perjanjian perdamaian karena itu dapat menciptakan kondisi yang kondusif untuk kerja sama jangka panjang.”

Selain itu presiden Rusia menuturkan bahwa Abe dan dirinya mendukung inisiatif untuk menetapkan kegiatan ekonomi bersama di Kuril Selatan. “Kami berharap kerja sama macam ini akan memberi kontribusi untuk menciptakan atmosfer yang mendukung kelanjutan negosiasi keputusan perjanjian perdamaian.”

Hubungan antara Moskow dan Tokyo diliputi ketegangan selama puluhan tahun karena stauts empat pulau paling selatan yang berada di rantai Kuril, yang dianggap sebagai Wilayah Utara oleh Jepang.

Sekitar 19 ribu warga negara Rusia tinggal di pulau terpencil tersebut, yang direbut oleh pasukan Soviet pada hari-hari menjelang berakhirnya Perang Dunia II.

Kedua negara tersebut tak pernah secara resmi menyepakati traktat untuk menyelesaikan isu sengketa wilayah yang menghambat hubungan perdagangan selama berdekade-dekade.

 

Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.

Situs ini menggunakan kuki. Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

Terima kuki