Emblem Angkatan Laut Ukraina ditemukan di sebuah apartemen Dmytro Shtyblikov, anggota kelompok sabotase Kementerian Pertahanan Ukraina. Shtyblikov ditahan oleh petugas FSB karena dicurigai merencanakan serangan terhadap fasilitas militer di Krimea.
Video screen grab/Federal Security Service Public Relations Center/TASSFSB mengumumkan pihaknya berhasil menahan sekelompok penyabot Ukraina di Sevastopol pada Kamis (10/11). Menurut informasi FSB, kelompok ini berencana melakukan aksi sabotase terhadap objek militer dan sipil di Krimea. Sebelumnya pada Agustus lalu, FSB telah menangkap dua orang atas tuduhan pengaturan serangan teroris di Krimea.
Menurut Interfax, pada mulanya ada tiga orang yang berhasil ditangkap. Namun, informasi terbaru menyebutkan bahwa ada dua orang yang ditahan FSB. Kedua orang itu diketahui bernama Alexander Bessarabov dan Dmitry Shtyblikov. Berdasarkan keterangan FSB, keduanya mengaku sebagai anggota dari intelijen militer Ukraina.
Dalam sebuah interogasi yang direkam melalui video, Basarabov mengaku bahwa ia bertugas di intelijen pada 2008, sedangkan Shtyblikov mengaku telah bekerja di Kementerian Pertahanan Ukraina sejak 1992 dan di intelijen sejak 1998.
Sang narasumber menambahkan, “Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada para tahanan tersebut, diketahui bahwa mereka telah mempersiapkan aksi sabotase tehadap pembangkit listrik, pabrik pengolahan air, dan jaringan distribusi gas Krimea.”
Menurut FSB, pihaknya berhasil menyita alat peledak berkekuatan tinggi, senjata dan amunisi, alat komunikasi khusus, serta peta dan cetak biru objek-objek yang diduga menjadi target sabotase para tersangka.
Menanggapi hal ini, Kementerian Pertahanan Ukraina menolak mengomentari informasi tersebut dan justru menyatakan kebingungannya atas laporan FSB. “Apa yang ingin dilakukan kelompok pengintai Ukraina di wilayah Krimea yang telah dijajah?” kata Kemenhan Ukraina.
Otoritas Ukraina memang tidak pernah mengakui bergabungnya Krimea ke Rusia dan menyebut bahwa Rusia tengah ‘menjajah’ semenanjung itu.
Petugas FSB menyerahkan penyabot Ukraina, yang merencanakan aksi sabotase terhadap fasilitas militer dan infrastruktur penting di semenanjung Krimea, ke pengadilan Distrik Leninsky di kota Sevastopol. Sumber: Vasiliy Batanov / RIA Novosti
Para pakar yang diwawancarai RBTH yakin bahwa pasukan militer Ukraina tengah berdalih, dan tidak berani bertanggung jawab atas gagalnya operasi khusus mereka yang bertujuan untuk mempromosikan nama Ukraina atas tindakan sabotase.
Sabotase seharusnya menjadi bukti perlawanan rakyat Semenanjung Krimea terhadap Rusia, kata Sergey Goncharov, presiden Asosiasi Veteran dari unit antiteror ‘Alfa’. “Tujuannya adalah untuk mengacaukan situasi di Krimea dan menciptakan kesan global bahwa masyarakat Krimea tidak ingin hidup di Rusia. Seolah-olah ada pihak yang menentang pemerintahan saat ini dan telah memulai mengangkat senjata,” kata Mikhail Aleksandrov, dari Pusat Riset Militer-Politik Institut Negeri Hubungan Internasional Moskow (MGIMO).
Para ahli menekankan bahwa demonstrasi tersebut merupakan hal yang dinilai penting, terutama saat ini, ketika Donald Trump telah dipastikan akan menduduki Gedung Putih. Sebelumnya, pada Juli lalu, Trump sempat mengatakan bahwa warga Krimea sendiri lebih memilih Rusia dibandingkan Ukraina. Menurut Aleksandrov, dengan latar belakang tersebut, Ukraina membutuhkan argumen yang menunjukkan bahwa penduduk Krimea tidak ingin bersama Rusia. Hal tersebut, harus memengaruhi posisi kepemimpinan Amerika mendatang.
Para analis mengingatkan bahwa ini bukan pertama kalinya FSB menangkap pelaku sabotase di wilayah yang berdekatan dengan Ukraina. Pada 10 Agustus lalu, FSB melaporkan bahwa mereka mengungkap jaringan intelijen militer Ukraina di Krimea.
Pada 7 Agustus malam di dekat perbatasan Ukraina, terjadi penangkapan sekelompok penyabot yang kemudian menewaskan seorang perwira intelijen Rusia. Malam berikutnya, ada kelompok penyabot lain yang berusaha menerobos wilayah semenanjung. Peristiwa tersebut juga menewaskan seorang tentara Rusia. Badan intelijen kemudian melaporkan mengenai penangkapan dua penyabot yang mengaku bekerja untuk intelijen militer Ukraina.
Seorang pakar dalam masalah keamanan nasional dari Akademi Kepresidenan Rusia untuk Ekonomi Nasional dan Administrasi Publik (RANHiGS) Vitaly Tsymbal menjelaskan bahwa kegagalan kelompok penyabot yang kedua kalinya ini disebabkan karena lemahnya koordinasi layanan khusus Ukraina.
Sang ahli juga meyakini bahwa rendahnya efektivitas intelijen Ukraina kemungkinan berkaitan dengan fakta bahwa Kiev mempekerjakan pasukan yang memiliki ideologi, tapi tidak profesional dalam operasi militer di bagian timur negara itu. Salah satu tahanan yang berhasil ditangkap pada Agustus lalu, Yevgeny Panov, merupakan prajurit dari batalion relawan yang pernah berpartisipasi dalam konflik di Donbass.
Lebih lanjut, besar kemungkinan bahwa kelompok penyabot ini hanyalah amatiran, yang tidak ada hubungannya dengan layanan khusus Ukraina. Kini di Ukraina ada banyak gerakan-gerakan radikal. Meraka adalah orang-orang yang marah karena percaya bahwa Ukraina telah menyerahkan Krimea dan Donbass, dan tidak bergegas untuk mengembalikan kedua wilayah tersebut, tutur seorang pengamat politik asal Ukraina sekaligus Kepala Yayasan “Politik Ukraina” Konstantin Bondarenko.
“Operasi mereka yang tidak profesional membuktikan hal tersebut. Mereka sendiri yang memutuskan untuk mengambil tindakan ini. Aksi sabotase lainnya dalam setahun terakhir juga kurang terkoordinasi. Inilah mengapa Ukraina sebagai sebuah negara menanggapi hal ini dengan sengat tajam — tidak yang secara resmi mengirim mereka ke sana,” kata Bondarenko seraya mengingatkan bahwa kasus penyabot pada Agustus lalu telah menghilang dengan tidak adanya bukti yang diberikan.
Lebih lanjut, di tangan kelompok penyabot yang ditahan tersebut ditemukan kartu nama mantan pemimpin organisasi nasionalis “Sektor Kanan” Dmitry Yarosh yang aktivitasnya dilarang di Federasi Rusia. Organisasi tersebut pun diketahui kerap berselisih dengan lembaga penegak hukum Ukraina. “Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa mereka bukanlah bagian dari struktur pemerintahan. Sebailknya, jika kartu nama itu tidak ditemukan, mereka akan lebih dipercaya sebagai bagian dari pemerintah,” kata Bondarenko.
Para analis meyakini bahwa pemerintan Rusia saat ini tidak akan mengambil langkah-langkah ekstrem dalam menanggapi tindakan Ukraina. “Moskow tidak akan bertindak gegabah dan memilih untuk menunggu sampai posisi pemerintahan AS yang baru ditentukan (terkait kasus krisis Rusia-Ukraina),” kata Aleksandrov.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda