Prajurit Korp Eropa atau Eurocorps membawa bendera Uni Eropa di depan Parlemen Eropa selama upacara peringatan 25 tahun diadopsinya bendera Uni Eropa di Strasbourg, 9 Mei 2011.
ReutersUni Eropa sekali lagi kembali menggodok ide untuk menciptakan pasukan mereka sendiri. Gagasan tersebut dicetuskan oleh Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker dalam pidato tahunannya di hadapan Parlemen Eropa.
Juncker berpendapat, salah satu cara mengatasi masalah keamanan Eropa pasca-Brexit adalah dengan mengintegrasikan pasukan bersenjata negara-negara anggota secara mendalam.
Ide untuk membentuk pasukan Eropa juga didukung oleh Kanselir Jerman Angela Merkel, Presiden Prancis François Hollande, dan beberapa figur politik dari Dunia Lama.
Ini tak bisa dikaitkan dengan “Rusia yang agresif dan tak bisa diprediksi” atau ancaman teroris yang sesungguhnya. Isu “ancaman Rusia” sudah lebih dulu diambil NATO, tapi mereka tak mampu menghadapi serangan teroris di Eropa.
Pasukan baru juga tak bisa dijadikan obat mujarab bagi “wabah teroris”. Perjuangan melawan para milisi tak butuh lebih banyak pasukan, melainkan lembaga penegak hukum yang profesional dan memiliki cakupan luas, sebuah jaringan agen yang luas, serta struktur antiteroris lainnya. Mereka tak bisa berupa tentara dengan roket, tank, pesawat pengebom, dan pesawat tempur — kita tak bisa memerangi teroris dengan perangkat militer berat.
Apakah NATO benar-benar tak cukup bagi Eropa, bahkan jika aliansi termasuk mayoritas negara Eropa, dan dalam paragraf 5 Traktat Washington disebutkan dengan prinsip “Satu untuk semua, dan semua untuk satu?”
Apakah payung keamanan yang terbuka di seluruh Uni Eropa, di antara yang lainnya, yang merupakan salah satu pasukan paling kuat di dunia, yang memiliki cadangan misil nuklir terbesar di dunia — Amerika Serikat — terlalu kecil?
Namun, mungkin campur tangan Washington dalam urusan Eropa, pemujaan dan dampak yang mengganggu kebijakan Uni Eropa, yang kerap menciptakan kerugian ekonomi (sanksi terhadap Rusia yang diberikan AS), dan menyeret Uni Eropa ke dalam perang yang tak perlu dan tak menguntungkan (Libya, Irak, Suriah, atau Afganistan) yang menjadi alasan tersembunyi dan tak terucapkan bagi kemunculan ide “pasukan Eropa terpisah”?
Eropa tak sanggup membiayai dua pasukan paralel sekaligus untuk beberapa alasan. Pertama, bahkan sekarang, sejumlah negara tak terburu-buru mengalokasikan dua persen PDB mereka bagi keseluruhan anggaran pertahanan NATO, yang bergantung terutama pada Washington yang membayar 75 persen secara keseluruhan. Pada saat yang sama, AS memahami makna tersembunyi di balik ide politik yang disampaikan Juncker — untuk meminimalisasi ketergantungan Eropa dari keputusan militer Gedung Putih.
Kedua, tak ada cukup sumber daya manusia bagi tentara baru — Anda sulit melibatkan para pengungsi dari Timur Tengah dan Afrika Utara untuk pasukan ini.
Ada saran untuk menciptakan pasukan Eropa di dalam dan berbasis pada NATO, yang disampaikan oleh François Hollande.
Menurut Hollande, pasukan Eropa perlu memiliki sejumlah otonomi. Namun dalam tentara, yang berbasis pada kesatuan komando dan kepatuhan yang tak bisa dipertanyakan pada komandan atau atasan, tak bisa ada struktur independen secara prinsip. Jika tidak, itu bukan tentara, melainkan peternakan yang buruk. Semua ketidakpatuhan dalam tentara diadili di pengadilan.
Selain itu, NATO juga sulit menjadi pasukan yang paralel dan otonom. Jika demikian, ia sama sekali bukan pasukan. Terdapat komando dalam teater perang — pusat, selatan, dan utara.
Bagi suatu misi tempur khusus, suatu formasi khusus pun dibentuk, dan tiap negara mengalokasikan unit-unit dari pasukan nasionalnya. Beberapa negara menyediakan kru tank, beberapa personel misil, beberapa infanteri bermesin, pengirim sinyal, tukang servis, pasukan belakang, perawat, dan lain-lain. Tak jelas pada prinsip apa tentara Eropa yang terintegrasi harus dibentuk.
Sepertinya, pembicaraan mengenai pasukan Eropa dan kantor pusat gabungannya merupakan upaya lain untuk menyusun struktur birokrasi baru bagi pejabat Eropa untuk kehadiran yang nyaman, memproduksi dokumen dan deklarasi publik, seperti yang dilakukan dalam Uni Eropa dan PACE.
Namun jika pasukan Eropa tetap dibuat, bagaimana Rusia akan bereaksi? Rusia akan menghadapinya sama seperti menghadapi NATO. Semoga hubungan tersebut akan dimulai secara bersih dan bersahabat.
Artikel ini tidak merefleksikan opini resmi RBTH.
Hak cipta milik Rossiyskaya Gazeta.
Berlanggananlah
dengan newsletter kami!
Dapatkan cerita terbaik minggu ini langsung ke email Anda